The Alchemists: Cinta Abadi

Tempat Ini Indah Sekali



Tempat Ini Indah Sekali

Ketika mereka keluar dari pesawat, Fee segera memejamkan matanya di runway dan menghirup udara segar pulau tropis yang memenuhi paru-parunya. Ia dapat mencium bau pantai yang menenangkan. Sinar matahari yang hangat menimpa kulitnya terasa bagaikan selimut sutra lembut yang menghangatkan.     

Ahh... ia bahagia sekali!!     

Ren tersenyum melihat tingkah laku istrinya. Ia melingkarkan tangannya ke pinggang Fee dan memeluknya.      

"Kita akan tinggal di sini selama yang kau suka," bisiknya.     

Fee menoleh dan tersenyum mendengar kata-kata suaminya. Ia yakin Ren tidak sungguh-sungguh. Ia tahu pria itu sangat sibuk dan punya banyak tanggung jawab. Namun demikian, ia mengangguk saja.     

"Terima kasih," katanya sambil mencium bibir Ren singkat.     

Mereka lalu berjalan bergandengan masuk ke mobil mewah yang menjemput mereka di runway. Di sepanjang perjalanan menuju ke villa mereka, Fee tak henti-hentinya melayangkan pandangannya ke luar jendela dan mengagumi keindahan daerah yang mereka lalui.     

Sungguh tempat ini sangat berbeda dengan Eropa! Penduduk aslinya memiliki kulit kecokelatan yang sehat, wajah mereka semua dipenuhi senyum bahagia. Ah, tentu saja. Matahari memang memiliki efek seperti itu.     

Cuaca dingin di Eropa banyak membuat orang menjadi kelam dan terkena winter depression (depresi musim dingin), sementara sinar matahari membuat suasana hati menjadi lebih cerah dan bahagia.     

Fee bahkan sudah merasa jauh lebih baik daripada kemarin. Ia hampir melupakan rasa marah dan kesedihan akibat insiden penembakan oleh Amelia. Apalagi dengan Ren yang selalu di sampingnya seperti ini, memanjakannya dan memperhatikan semua kebutuhannya.     

Fee merasa ada hikmahnya di balik peristiwa menakutkan itu. Ren menjadi sadar bahwa ia tidak ingin kehilangan Fee dan anak-anak mereka, sehingga ia kini berubah.     

Mulai sekarang, Fee berharap kehidupan mereka sekeluarga akan menjadi lebih baik. Ia sama sekali tidak keberatan jika Ren masih menyembunyikan pernikahannya dan anak-anak mereka, selama ia masih menunggu untuk mengundurkan diri dari jabatan pangeran putra mahkota. Yang penting sekarang bagi Fee adalah Ren mau menerima anak-anak mereka.     

Tanpa sadar ia mengelus perutnya dan tersenyum sendiri.     

Ren yang duduk di sampingnya tidak luput memperhatikan peristiwa itu. Matanya menjadi berkabut dan ia menelan ludah. Wajahnya dibuang ke luar jendela dan berusaha tidak melihat ke arah Fee lagi.     

Ia tidak mau menangis di depan gadis itu.     

Mobil yang membawa mereka bergerak anggun menaiki bukit dan kemudian masuk ke jalan kecil yang ditumbuhi pohon jati di kanan kirinya. Fee merasa mereka seolah melintasi hutan kecil karena banyaknya pohon di sekitar mereka dan tidak ada bangunan lain. Tempat ini sungguh terpencil, tetapi indah.     

Mobil kemudian berhenti di depan sebuah villa yang sangat besar dan anggun berwarna putih. Halamannya dipaving rapi dan memiliki ruang cukup untuk menampung belasan mobil. Di kiri kanannya terlihat taman cantik yang rimbun dengan berbagai pohon teduh dan ada banyak tanaman cempaka yang sedang berbunga dengan lebat. Ada yang berwarna putih, ada juga yang kuning dan merah muda. Indah sekali.     

Dinding villa sebagian dirayapi tanaman merambat yang membuatnya terlihat lebih eksotik dan hijau. Pintu villa yang sangat besar terbuat dari kayu jati berukiran unik dan sesaat membuat Fee tertegun.     

"Ayo masuk. Ini rumah kita selama di Bali," kata Ren. Ia menggandeng Fee memasuki pintu jati besar yang dibukakan oleh dua orang pelayan berseragam cokelat dengan ikat kepala yang unik.     

Begitu mereka masuk, Fee segera menyadari bahwa ternyata pintu tadi bukanlah pintu villa yang sesungguhnya, melainkan lebih seperti pintu gerbang menuju kompleks di dalamnya.     

Setelah mereka melalui pintu itu, ada ruang yang sangat luas dan terang terbuka dengan sinar matahari langsung memberikan kehangatan. Mereka melintasi sebuah kolam jernih yang sangat besar dengan jembatan kayu yang cantik untuk menuju ke ruang pertama.      

Fee terpesona melihat ikan-ikan koi yang jumlahnya ratusan dan besar-besar tampak berenang malas di kiri kanannya. Sungguh terasa sangat menenangkan. Ia berhenti sesaat dan mengamati ikan-ikan itu dengan penuh perhatian.     

"Nanti sore kita bisa ke sini dan memberi makan ikan. Mereka akan berkumpul dan merubungmu. Kau pasti akan suka," Ren menjelaskan.     

"Oh ya? Wahh... aku tidak sabar." Fee mendecak kagum dan melanjutkan perjalanan. Setelah mereka menyeberangi jembatan kayu melintasi kolam besar itu, mereka tiba di ruang luas seperti aula atau lobi yang berisi beberapa cabana rotan dan kasur cantik untuk bersantai membaca buku sambil memperhatikan ikan-ikan koi di kolam. Ada begitu banyak karya seni dan tradisional yang menghiasi dinding dan lantainya.     

"Tempat ini luas sekali," komentar Fee.      

"Kau tidak akan bosan di sini karena ada banyak tempat untuk bersantai dan dijelajahi. Aku akan menunjukkan seisi vila kepadamu nanti. Sekarang kita langsung ke kamar, membereskan barang-barang dan beristirahat," kata Ren.     

Fee mengangguk. Ia mengikuti langkah Ren melintasi aula bersantai tersebut dan melewati sebuah koridor panjang yang dihiasi berbagai tanaman hias. Mereka masuk ke sebuah ruangan sangat besar berisi lounge dengan sofa santai dan nyaman.      

Ren membuka pintu di sampingi sofa dan mereka pun tiba di kamar tidur yang luas dengan berbagai perabotan kayu yang mewah. Tempat tidurnya memiliki empat tiang dengan hiasan ukiran dari emas, kelambu yang membuatnya terlihat khas tropis, dan pintu geser yang membuka ke kolam renang infinity berukuran Olimpiade.     

Fee kehilangan kata-kata ketika ia berjalan ke teras kamar menuju kolam renang dan melihat laut, berada begitu dekat.     

"Kita bisa ke laut dari sini?" tanyanya sambil menoleh ke arah Ren. Pria itu sedang menaruh kedua koper mereka ke dalam walk-in closet. Ia mengangguk.     

"Benar. Di ujung sana ada akses untuk turun ke pantai pribadi. Tidak ada orang lain di sekitar sini yang akan mengganggu kita. Kita bisa ke pantai kapan saja."     

"Oh.. ya ampuun.. Ini luar biasa! Aku tidak sabar ingin turun ke pantai!" cetus Fee penuh semangat. Ia belum pernah ke pantai sebelumnya karena di Moravia tidak ada pantai dan laut, hanya ada danau dan sungai.     

Ren tersenyum lebar melihat antusiasme istrinya. Ia berjalan dengan kedua tangan di saku menghampiri Fee dan berdiri di sampingnya, mengamati laut biru yang terbentang di bawah mereka. Memang pemandangan di sini sangat indah.      

Saat ia membeli tempat ini beberapa tahun lalu, ia sengaja tidak memberitahukannya kepada siapa pun. Amelia dan Karl tidak tahu keberadaan tempat ini. Ia berharap mereka tidak akan mengganggunya selama ia menghabiskan waktu bersama Fee.     

"Kita akan ke sana nanti sore," bisiknya. "Sekarang, kurasa kita perlu beristirahat dulu. Perjalanan selama 13 jam dari Moravia ke sini cukup melelahkan."     

Ia melingkarkan tangannya ke perut Fee dan memeluk gadis itu dari belakang. Bibirnya mencari leher Fee dan menciumnya lembut.     

.     

.     

>>>>>>>     

From the author:     

Ini bab kedua untuk hari ini yaaa...     

Satu bab lagi saya publish nanti agak malem. Saya mau tidur dulu.. ahaha.     

Oh, ya, teman-teman. The Alchemists versi Inggris udah tamat ya hari ini. Mohon mulai besok setor PS-nya ke novel baru, sequel The Alchemists versi Inggris ya. Judulnya "The Prince Who Cannot Love & The Missing Heiress". Ini ceritanya sama aja kok, cuman lanjutan kisah Vega, tapi dipindah ke buku baru.     

Seperti biasa, kalau novelnya masuk Top 50, saya akan publish 2 bab setiap hari. Ingat, mulai besok, vote PS pindah ke novel baru: "The Prince Who Cannot Love & The Missing Heiress" yaa...     

#muahh     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.