Bertemu Duchess Fournier
Bertemu Duchess Fournier
"Ruang tamu kalian besar sekali," komentar Rune. Ia menduga ruangan ini sengaja dibuat besar karena keluarga Fournier terbiasa mengadakan pesta.
Dugaannya ternyata benar.
"Yah, karena keluarga kami sering menjamu tamu," kata Rose menjelaskan. "Ruangan tamu di bawah ini cukup untuk menampung 200-300 tamu kalau ada perayaan besar. Kami menerima tamu pribadi di teras samping, di ruang tamu dekat perpustakaan, atau di ruang tamu yang ada di lantai dua."
Rose tampak biasa saja saat menyebut bahwa di rumahnya yang luar biasa megah ini ada beberapa jenis ruangan khusus untuk menerima tamu. Gadis itu tampak mengamati Rune dan mencari tahu apakah pria itu merasa terintimidasi atas kekayaan keluarganya, atau tidak.
Ahhh... ia merasa lega sekali saat melihat Rune ternyata tampak biasa saja. Pemuda ini memang sungguh pandai membawa diri. Rose merasa ia telah memilih laki-laki yang tepat untuk dijadikan kekasih.
"Rose!!! Kau sudah datang!"
Dari tangga berwarna putih yang ada di tengah ruang tamu megah itu, tampak seorang wanita luar biasa cantik berjalan turun dengan langkah-langkah penuh semangat.
Rune menatap wanita itu dan Rose bergantian. Ahh.. ini pasti Duchess Fournier, pikirnya. Wajah wanita ini sangat mirip dengan Rose.
Wajahnya cantik dan terlihat awet muda. Kalau ia berdiri di samping anaknya, mungkin orang-orang akan mengira mereka kakak beradik. Rambutnya yang pirang ikal dipotong pendek sedagu dan membuatnya terlihat segar dan anggun.
"Mama!" seru Rose sambil tersenyum lebar. Ia melepaskan tangan Rune dan berjalan dengan langkah-langkah panjang menemui ibunya.
Duchess Fournier yang sudah menggapai putrinya segera memeluk Rose dengan erat. Ia mencium pipi kiri dan kanan gadis itu lalu melepaskannya dan menatapnya dengan pandangan penuh kasih.
"Kau sangat jarang memberi kabar. Mama kuatir," katanya sambil menepuk bahu anak perempuannya. Ia lalu menoleh ke arah Rune. Senyum di wajahnya menghilang berganti dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu. "Siapa dia?"
Rose mendeham dan melepaskan diri dari pelukan ibunya. Ia lalu menarik Rune agar berdiri di sampingnya. Dengan suara tegas, Rose lalu memperkenalkan pemuda itu. "Mama, perkenalkan, ini Rune. Dia adalah kekasihku..."
Duchess Fournier tampak sangat terkejut. Ia lalu menoleh ke arah Rose, seolah bertanya dengan matanya apakah ia salah dengar atau tidak.
Rose mendeham dan mengangguk. Ia bahkan memegang tangan Rune dengan mesra, seolah memang ingin menegaskan hubungan mereka.
"Mama tidak salah dengar. Ini Rune Schneider kekasihku," kata Rose sambil tersenyum. "Kami sudah menjalin hubungan selama beberapa bulan dan selama sebulan terakhir ini kami sudah tinggal bersama di New York."
Duchess Fournier tampak terpaku. "Oh.. be-benarkah?"
"Benar, Mama...." Rose menoleh ke arah Rune dan mengangkat sebelah alisnya, berusaha memberi isyarat agar pemuda itu memperkenalkan diri.
"Oh.. benar. Aku jatuh cinta kepada Rose saat pertama bertemu. Dia gadis yang sangat menyenangkan. Aku berharap hubungan kami lancar hingga ke pelaminan," kata pemuda itu. "Aku berjanji akan selalu mencintai, melindungi dan membahagiakan Rose selamanya."
Rose batuk-batuk mendengar ucapan Rune yang blak-blakan. Sebenarnya bukan itu maksudnya. Ia hanya ingin Rune memperkenalkan diri dan menceritakan sepintas tentang pertemuan mereka.
Sebelum mereka terbang ke Medion, keduanya sudah melatih skenario untuk diceritakan kepada keluarga Rose.
Rencananya adalah mereka akan menceritakan bahwa Rune dan Rose bertemu secara tidak sengaja di Paris saat Rose sedang tinggal di sana, lalu menjalin hubungan jarak jauh saat Ruse pergi ke berbagai tempat di dunia untuk pekerjaannya, dan Rose kemudian ke New York.
Barulah setelah mereka bertemu kembali di New York, keduanya memutuskan untuk tinggal bersama. Setelah menjalin hubungan serius dan tinggal bersama, Rose memutuskan bahwa sudah saatnya ia memperkenalkan Rune kepada keluarganya.
Namun, pria itu malah membahas tentang pelaminan segala.
Woy... ini masih terlalu cepat, omel Rose dalam hati.
"Kurasa Mama ingin tahu tentang dirimu dan bagaimana kita bertemu," kata gadis itu sambil mencubit Rune.
"Oh... iya, benar juga. Nyonya pasti ingin tahu," kata Rune sambil tertawa malu-malu. Ia lalu membungkuk hormat kepada Duchess Fournier. "Uhm.. Nyonya bisa memanggilku Rune."
Duchess Fournier melihat interaksi di antara keduanya tampak sangat akrab dan hangat. Ia merasa kedua anak muda ini tampak sangat serasi. Hatinya pelan-pelan melunak.
Duchess Fournier sebenarnya kalau boleh jujur merasa anak perempuannya ini memiliki selera yang bagus secara fisik. Menurut Duchess Fournier, Rune terlihat sangat tampan, berpenampilan rapi, dan sikapnya juga sopan.
Sang Duchess berharap pemuda itu juga berasal dari latar belakang keluarga baik-baik dan mereka memang cocok. Ia tidak sabar ingin mendengar semua tentang Rune dan bagaimana mereka bertemu.
"Senang bertemu denganmu, Rune. Tentang perkenalan dan lain-lain... kurasa hal itu tidak terlalu mendesak," kata Duchess Fournier sambil tersenyum.
Ia lalu menambahkan, "Sebaiknya sekarang kalian beristirahat dulu. Perjalanan kemari pasti melelahkan. Pelayan sudah menyiapkan kamar tamu di lantai dua. Kamarmu juga sudah siap, Rose. Mama akan menunggu kalian di teras samping untuk minum teh dan mengobrol."
"Ah.. baiklah," Rose mengangguk paham. Ia lalu menarik tangan Rune naik ke lantai dua. "Kita lihat kamarmu dulu. Setelah itu kita bisa mengobrol bersama ibuku sambil minum teh."
Pak Rolland masuk melalui pintu mendorong dua buah koper mereka. "Saya akan menaruh koper ini di kamar, Nona."
"Terima kasih, Paman."
"Kamar untuk Rune ada di ujung lorong di lantai dua, bagian sebelah kanan," kata Duchess Fournier. Kau bisa menaruh kopernya di sana, Pak Rolland."
"Baik, Nyonya," kata Pak Rolland dengan penuh hormat.
Keduanya lalu berjalan sambil bergandengan tangan menaiki tangga pualam berwarna putih yang ada di ujung ruang tamu maha besar itu.
Sebenarnya, Rose yang menggandeng tangan Rune dna sengaja bersikap mesra di depan ibunya untuk menunjukkan bahwa ia dan pemuda itu memang merupakan pasangan kekasih.
Rune dengan senang hati mengikuti sandiwara Rose. Ia tersenyum-senyum simpul sambil melangkahkan kaki mengikuti langkah Rose yang berjalan anggun.
Duchess Fournier memandang keduanya meninggalkan ruang tamu dengan perasaan berbunga-bunga. Ahh.. ia sudah tidak sabar ingin mengobrol dengan mereka dan mencari tahu siapa Rune sebenarnya dan bagaimana anak perempuannya dapat jatuh cinta kepada pemuda itu.
Pak Rolland berjalan mengikuti di belakang Rose dan Rune dengan kedua koper mereka. Di lantai dua, Rose membawa Rune ke ujung lorong besar yang memiliki banyak ruangan di kiri kanannya.
Di kamar yang paling ujung, ia berhenti dan membuka pintu. "Silakan masuk. Ini kamar untukmu."
Rune mengangguk. "Terima kasih."
Ia memutar pegangan pintu dan membuka pintunya yang menunjukkan sebuah kamar besar dan mewah dengan desain klasik.