The Alchemists: Cinta Abadi

Keluhan Finland



Keluhan Finland

Keesokan harinya ketika mereka bangun, Rose bersikap seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka berdua. Rune mengerti bahwa gadis itu merasa malu karena tadi malam ia begitu rapuh. Kini ia ingin bersikap biasa.     

Sebagai laki-laki yang pengertian, ia langsung dapat membaca situasi dan merespons sikap Rose dengan baik.      

"Bagaimana kalau kita sarapan di luar?" tanya Rune saat ia bangun dari tempat tidur dan meregangkan tubuhnya. "Aku sedang ingin bermalas-malasan."     

Nada suaranya terdengar santai dan mampu membuat Rose yang diam-diam merasa canggung menjadi nyaman. Gadis itu mengangguk. "Di seberang jalan ada kafe yang buka untuk sarapan. Kita bisa makan di sana."     

"Aku akan cuci muka dulu," kata Rune sambil berjalan ke kamar mandi.     

Rose menatap punggung pria itu dengan ekspresi lega. Ia benar-benar merasa bersyukur bertemu laki-laki seperti Rune. Walaupun ia sudah mendengar siapa Rose sebenarnya dan apa alasannya meminta Rune menjadi kekasih pura-puranya, sikap pria itu sama sekali tidak berubah.     

Rose mengagumi kepercayaan diri Rune. Sebelumnya ia sempat kuatir bahwa laki-laki itu akan menjauhinya atau merasa rendah diri karena perbedaan status mereka yang begitu besar. Rose adalah seorang putri bangsawan tinggi sementara Rune adalah seorang laki-laki biasa.     

Apalagi ditambah dengan kenyataan bahwa keluarga Rose sangat kaya sementara Rune... sangat miskin.      

Sungguh, Rose begitu senang menemukan laki-laki yang begitu santai menghadapi status dan kekayaan. Seandainya Leon seperti Rune, berkali-kali Rose menyesalkan hal itu.     

Ia sangat mencintai Leon. Seumur hidupnya, pria itu adalah satu-satunya lelaki yang mengisi hatinya. Namun, mengapa Leon tidak bisa seperti Rune?     

Mengapa baginya harta, status, dan kedudukan itu lebih?     

Saat ia mengira Rune sudah masuk ke kamar mandi dan tidak melihatnya, Rose menangkupkan wajahnya ke dua tangan dan menangis tanpa suara.     

Diam-diam Rose merasa bersyukur karena bertemu laki-laki sebaik Rune, tetapi ia juga merasa bersalah.     

Rune tampak sama sekali tidak keberatan saat mengetahui rahasia bahwa Rose hanya memanfaatkannya untuk membalas perbuatan Leon, juga untuk menjadi tameng terhadap jurnalis yang pasti akan mengulik kehidupan pribadinya dan hubungannya dengan Leon di masa lalu.     

Malahan, Rune berkata bahwa ia tidak keberatan Rose memanfaatkannya.     

Hal ini benar-benar membuat Rose terharu. Kepalanya sudah pusing dan hatinya terlalu sakit untuk dapat menghadapi masalah baru jika Rune memutuskan untuk menghadapi situasi ini dengan sikap yang lain.     

Kalau Rune marah atau kesal kepada Rose karena hal ini... maka Rose pasti akan merasa tidak nyaman dan merasa bersalah. Kalau sudah begini.. mungkin ada baiknya mereka membatalkan semuanya.     

***     

Keduanya sarapan di brasserie di seberang jalan. Cuaca hari itu terlihat akan cerah dan membuat suasana hati Rose membaik. Setelah mereka selesai sarapan dan duduk-duduk menikmati tehnya, gadis itu tampak sudah dapat tersenyum dan bersikap seperti biasa.     

"Terima kasih, ya," bisik Rose sambil menatap Rune dengan pandangan penuh arti. "Kau sangat santai dan menyenangkan. Aku bersyukur bertemu dengan laki-laki sepertimu."     

"Sama-sama, Rose," kata Rune sambil tersenyum lebar.     

"Uhm... seperti yang sudah kujanjikan waktu itu, aku ingin membawamu bertemu dengan keluargaku. Apakah kau masih mau ikut ke Medion bersamaku?" tanya Rose lagi.     

"Tentu saja," jawab Rune dengan penuh semangat. "Kupikir kau tidak akan pernah mengajakku. Aku akan senang sekali bisa bertemu keluargamu dan mengunjungi kerajaan Medion yang indah."     

"Ahh.. syukurlah," kata Rose. "Kita bisa berangkat minggu depan. Aku akan mengurus penerbangan dan lain-lain. Kau tidak usah kuatir."     

"Terima kasih," kata Rune.     

"Uhm... tapi aku tidak mau membuatmu repot. Apakah kau memang tidak keberatan ikut denganku ke Medion? Atau jangan-jangan kau ada pekerjaan yang sebenarnya tidak bisa ditinggalkan?" Rose bertanya lagi. Ia benar-benar tidak enak telah menyusahkan Rune dengan begitu rupa.     

Pria itu hanya mengangkat bahu. "Sekarang kan sudah zaman modern. Aku bisa melakukan pekerjaanku secara online. Mungkin itu juga sebabnya sampai sekarang aku tidak mau terikat dengan pekerjaan tetap.. hehehe. Lebih enak menjadi freelancer seperti ini."     

Rose sendiri adalah seorang seniman. Walaupun sekarang pekerjaannya belum menghasilkan uang karena ia masih merintis kariernya sebagai seorang pelukis dan tetap dibiayai oleh orang tuanya, tetapi gadis itu mengerti kenapa Rune lebih menyukai bekerja sebagai freelancer.     

Mungkin, buat orang lain, pekerjaan tetap yang terlihat mapan dan berstatus keren dianggap lebih bergengsi daripada pekerjaan serabutan seperti yang banyak dilakukan freelancer.     

Namun, bagi Rose sendiri, fleksibilitas dalam mengelola waktu dan kebebasan untuk dapat melakukan pekerjannya kapan pun ia inginkan adalah suatu kemewahan yang jauh lebih berharga daripada status dan gaji besar.     

Lagipula, tidak seperti Leon, bagi Rose, uang bukanlah hal yang sangat penting. Walaupun ia masih didukung orang tuanya, Rose juga tidak terlalu berlebihan dalam gaya hidup yang dipilihnya.     

"Baiklah. Kalau begitu, aku sekarang merasa tenang," kata Rose. Nada suaranya terdengar lega.     

Rune sangat senang karena hubungannya dengan Rose berjalan ke arah yang positif. Ia tahu saat ini Rose masih dalam keadaan yang rentan dan mungkin belum dapat melihat dirinya sebagai calon pasangan yang sesungguhnya.     

Ia baru patah hati karena laki-laki yang ia cintai sejak lama, ternyata memilih menikah dengan wanita lain demi status dan kekuasaan. Sementara Rose sendiri harus datang ke pernikahan itu dan memberikan restunya.     

Rune dapat membayangkan kesedihan dan sakit hati yang ditanggung gadis itu. Ia mengerti bahwa Rose akan membutuhkan waktu untuk pulih. Bukankah lebih baik jika Rune ada di sampingnya dan menyertai Rose dalam proses pemulihan tersebut?     

Nanti, kapan pun Rose siap membuka hati untuknya, Rune akan ada di sana.     

Sampai kapan pun, ia dapat menunggu.     

Ahh, baru kali ini Rune benar-benar bersyukur ia dilahirkan dalam keluarga Alchemist yang dapat hidup muda selamanya.     

***     

Sementara itu di Jerman, Finland menaruh tasnya di meja dan duduk di sofa lalu memejamkan mata. Suaminya yang masuk kemudian segera duduk di sampingnya dan kemudian menaruh kepalanya di pangkuan wanita itu.     

"Kepalamu berat," omel Finland tiba-tiba.     

"Eh?" Caspar mendongak kaget.     

Baginya, adalah hal yang biasa untuk bermanja-manja di pangkuan istrinya setelah seharian mengurusi bisnis keluarga mereka dan menghadiri rapat demi rapat. Finland selalu dengan senang hati menerima kepalanya di pangkuannya.     

Biasanya, ia malah akan otomatis mengelus-elus rambut Caspar. Tapi.. sekarang tiba-tiba saja Finland mengeluh berat?     

"Kepalamu berat," kata Finland mengulangi kata-katanya.     

Caspar buru-buru bangun dan duduk di tempatnya dengan baik. Punggungnya tegak sejajar sandaran sofa dan sepasang matanya yang biru menatap Finland dengan pandangan heran.     

"Apakah kau sakit? Kenapa tiba-tiba seperti ini? Biasanya kau tidak keberatan..." tanya pria itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.