Rose Minum Terlalu Banyak
Rose Minum Terlalu Banyak
Rose mengerutkan kening mendengar kata-kata pria itu.
"Ini bukan kencan pertama," bantah gadis itu. "Kau lupa kita bertemu pertama kali di kafe di East Village untuk kencan buta?"
"Aku ingat," kata Rune sambil mengangguk. "Tapi itu tidak masuk hitungan."
"Kenapa?"
"Karena waktu itu aku tidak berpikir akan menyukaimu. Saat itu aku hanya.." Pria itu terdiam. Ia hampir saja membuka rahasia bahwa sebenarnya yang berbicara dengan Rose selama dua minggu di aplikas kencan online sebelum mereka bertemu itu adalah para keponakannya, bukan dirinya.
Rose bisa marah kalau sampai tahu hal itu. Walaupun tidak terlalu parah, tapi tetap saja ia akan merasa dibohongi.
Ahh, Rune tidak boleh mengambil risiko.
Akhirnya pria itu menggeleng. "Baiklah, itu kencan pertama. Tapi ini kencan pertama yang serius."
Rose tertawa mendengar kata-kata Rune. "Terserahmu kalau begitu."
Mereka saling mendentingkan gelas dan menyesap champagne masing-masing.
Ahh, rasanya memang enak sekali. Rune tidak menyesal telah memilih salah satu champagne termahal. Baginya, Rose berhak mendapatkan yang terbaik.
Mereka menikmati champagne sambil menikmati roti di meja. Satu persatu hidangan yang mereka pesan datang dan keduanya mulai menikmati makan malam dengan tenang. Rose tampak lebih banyak bicara malam itu.
Mungkin karena ia juga minum banyak, pikir Rune. Walaupun gadis itu tampak tersenyum dan berceloteh tentang apa saja, namun, entah kenapa, Rune merasa Rose sebenarnya sedang sangat bersedih.
Senyumnya tidak sampai ke matanya, dan beberapa kali ia tampak mengusap air mata.
Ada apa sebenarnya dengan Rose? Rune hanya bisa bertanya-tanya.
Mereka makan dan minum dengan gembira dan di sepanjang makan malam, Rune terus memperhatikan Rose yang berkali-kali menambah champagne di gelasnya.
"Rose.. kau sudah minum cukup banyak," kata pria itu mengingatkan ketika Rose sekali lagi mengangkat gelasnya, hendak meminta diisi ulang oleh pelayan.
Rose menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca dan akhirnya ia tak dapat lagi berpura-pura. Champagne yang ia minum malam ini membuatnya lebih relaks dan tidak menahan diri.
"Aku kan tidak pernah minum sampai mabuk di depanmu. Jadi, biarkan aku seperti ini.. sekali saja," kata Rose sambil menggigit bibir bawahnya. Entah kenapa, walaupun Rose tampak sedang sedih, tindakannya mengigit bibir itu justru membuatnya terlihat sangat seksi.
Rune menelan ludah dan akhirnya mengangguk. Rasanya ia tidak akan pernah bisa menolak permintaan Rose kalau gadis ini sudah menatapnya dengan mata berkaca-kaca dan bibir bawah yang digigit dengan seksi begitu.
Yang jelas, saat ia menyadari Rose sudah minum terlalu banyak dan kelihatannya akan mabuk, Rune yang menahan diri. Setidaknya salah satu dari mereka harus tetap berpikiran jernih, pikirnya.
Ia dapat mengerti kalau Rose sedang mengalami masalah dan ingin melepaskan keresahannya dengan minum-minum sampai mabuk, tetapi Rune kan tidak sedang mengalami masalah apa pun? Jadi ia tidak punya alasan untuk ikut mabuk.
Akhirnya pria itu mengangkat tangannya dan menolak saat pelayan hendak mengisi ulang gelasnya dengan champagne juga.
"Aku minta kopi saja, ya," katanya kepada pelayan.
"Baik, Tuan," kata pelayan itu dengan hormat. Ia menaruh botol champagne yang hampir kosong di ember berisi es dan segera masuk ke dapur untuk membawakan kopi yang dipesan Rune.
Tidak lama kemudian ia kembali dengan secangkir kopi. Rune menerima kopinya dan mengucap terima kasih.
Ia menghabiskan kopinya untuk menghilangkan perasaan tipsy yang ada di kepalanya dan menyegarkan diri. Sebentar lagi makan malam mereka akan berakhir dan ia harus dapat membawa Rose pulang dengan baik-baik saja.
"Bagaimana makanannya?" tanya Rune setelah pelayan membereskan hidangan pencuci mulut mereka.
Rose tersenyum lebar. "Makanannya enak sekali. Sekarang aku tahu kenapa Restoran The Lily ini sangat terkenal."
"Aku senang kau menyukai makanannya," kata Rune. Ia senang karena Rose terlihat menikmati makan malam mereka. Rune berharap apa pun itu yang hari ini membuat Rose sedih, tidak lagi membuat gadis itu merasa sedih berkepanjangan.
"Hmm... aku sudah kenyang," kata Rose sambil menaruh gelasnya di meja. Sepasang matanya yang tadi sedih kini tampak berbinar-binar. "Ayo kita pulang."
"Baiklah." Rune segera berdiri dari kursinya dan membantu Rose berdiri.
"Kepalaku pusing," Rose merengek sambil memeluk Rune dan menyandarkan kepalanya di dada pria itu.
Jantung Rune seketika berdebar-debar. Rose memeluknya begitu saja dan bergelayut padanya. Ia dapat merasakan payudara gadis itu yang lunak menempel di dadanya. Tanpa sadar Rune menelan ludah.
"Ayo... kita pulang sekarang..." kata pria itu terbata-bata. Ia mendorong tubuh Rose sedikit agar berdiri tegak dan melepaskan diri darinya, tetapi gadis itu malah terhuyung dan hampir jatuh. "Heyy.. hey... Aduh..."
Rune seketika menangkap tubuh Rose sebelum gadis itu terjatuh.
"Astaga.. kau kenapa, Rose?"
"Aku... tidak apa-apa," bisik Rose. Tetapi gadis itu malah memejamkan mata dan kemudian tidur.
Astaga.. padahal tadi Rose sepertinya tidak apa-apa. Apakah memang dia seperti ini kalau tipsy? pikir Rune bingung.
"Tuan butuh bantuan?" tanya pelayan kepada Rune. Pria itu menggeleng. Ia melihat ke sekelilingnya dan menemukan tamu-tamu lain di sekitar mereka yang semuanya tampak berasal dari kalangan atas, memperhatikannya dan Rose dan berbisik-bisik membicarakan mereka.
Pasti mereka membahas bahwa orang yang minum sampai mabuk di restoran kelas atas seperti ini tidak memiliki etiket sebagaimana orang kalangan atas pada umumnya.
Ah, Rune sama sekali tidak mempedulikan hal itu. Ia mengangkat tubuh Rose yang sudah jatuh tertidur dan membawanya keluar dari restoran.
Saat ia berjalan melintasi berbagai meja menuju ke pintu keluar, Rune sempat mendengar bisik-bisik beberapa orang.
"Hei.. mereka tidak membayar makan malamnya?"
"Apa jangan-jangan ini adalah trik mereka untuk menghindari membayar?"
"Apa mereka itu penipu yang ingin makan gratis?"
Rune hanya memutar matanya mendengar gosip dari sekelilingnya. Ia menggendong Rose dengan kedua tangannya dan mengucapkan terima kasih kepada pelayan yang membukakan pintu untuknya lewat.
"Astaga Rose.. kalau kau tidak bisa minum banyak, kenapa tadi kau menghabiskan champagnenya?" bisik Rune.
Ia ingat tadi ia hanya minum dua gelas kecil dan sisanya dihabiskan oleh Rose. Duh.. sekarang ternyata Rose jatuh tertidur dengan begitu mudah.
Rasanya Rune ingin memijat kepalanya saat memikirkan bahwa Rose bisa mabuk dengan begini mudah. Bagaimana kalau ia pergi makan malam dengan lelaki lain yang akan mengambil kesempatan dalam kondisinya seperti ini?
Untung saja sekarang ia bersama Rune yang jelas-jelas tidak akan melakukan hal buruk kepadanya, tetapi bagaimana kalau ini lelaki lain? Rune ingat bahwa Rose dengan percaya diri menganggap ia dapat melindungi dirinya, karena ia membawa pistol dan bisa menggunakannya dengan baik.
Tapi kalau sudah begini, apa gunanya membawa pistol?