The Alchemists: Cinta Abadi

Dua Pemuda Tampan



Dua Pemuda Tampan

Rune batuk-batuk mendengar ucapan Rose. Ia sudah membayangkan makan malam romantis bersama gadis itu. Tapi rupanya Rose ingin mengajaknya makan malam di luar hanya untuk membuktikan bahwa ia bisa menyamar dengan baik sebagai laki-laki.     

"Rupanya kau serius..." kata Rune dengan nada agak terkejut. "Tadinya aku sungguh-sungguh mengira kau bercanda saat kau mengatakan kau bisa terlihat seperti laki-laki."     

"Lho.. kenapa kau pikir aku tidak serius?" tanya Rose.     

"Uhm.. aku pikir kau waktu itu hanya bercanda," kata Rune jujur. "Kau terlalu cantik untuk menjadi lelaki."     

"Tidak. Aku tidak bercanda. Nanti setelah mandi, kau akan bisa melihat penampilanku. Aku akan menjadi lelaki yang lebih tampan daripadamu," kata Rose gembira. Ia menepuk bahu Rune dan kemudian berjalan naik ke loteng untuk beristirahat.     

***     

Benar saja seperti yang dikatakan Rose, malamnya ia turun dengan mengenakan pakaian laki-laki. Ketika gadis itu berjalan turun dari tangga, ia terlihat mengenakan celana jeans bootcut dengan sepatu commando boot yang keren, kemeja biru tua dan syal tipis, serta rambutnya diikat ke belakang menjadi kuncir kuda.     

Rose sengaja melilit dadanya dengan kain hingga menjadi rata untuk mendapatkan efek tubuh lelaki yang rata. Dengan tubuhnya yang tinggi dan ramping, Rose benar-benar terlihat seperti seorang pemuda tampan.     

Untuk sesaat Rune terpesona. Rupanya Rose benar. Ia tidak bercanda saat mengatakan bahwa ia dapat terlihat seperti lelaki. Lelaki yang sangat tampan.     

Ahh... kalau Rune perempuan, ia pasti akan tetap jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Rose.     

Kalau Rose adalah laki-laki tulen, mungkin bahkan Rune tidak akan keberatan menjadi gay untuk dapat bersamanya. Gadis ini terlihat menawan, bagaimanapun ia memilih berdandan!!     

"Kau kenapa?" tegur Rose dengan wajah berseri-seri. Ia telah melihat wajah Rune yang terpukau menatapnya. Ia tahu bahwa penampilannya memang sangat meyakinkan.     

"Kau.. tampan sekali..." kata Rune sambil menelan ludah.     

Ah.. untunglah ia tahu bahwa Rose ini perempuan tulen. Kalau ia bertemu Rose saat gadis itu sedang menyamar sebagai laki-laki seperti ini, mungkin Rune akan mengira orientasi seksualnya berubah, menjadi menyukai sesama pria.     

"Kau sudah siap?" tanya Rose sambil tersenyum lebar. Rune mengangguk. "Baiklah. Mari kita makan ke tempat langgananku. Mereka punya live music bagus dan banyak gadis cantik di sana."     

Rose segera menarik tangan Rune keluar dari apartemennya. Mereka berjalan kaki beberapa blok ke arah barat dan masuk ke sebuah klab malam yang tampak ramai. Ahh.. rupanya Rose memang serius dengan niatnya menggoda wanita, pikir Rune geli.     

Mereka mengambil duduk di sebuah meja yang memiliki letak strategis di tengah klab. Para pelayan yang berdandan seksi tampak sangat senang karena klab mereka kedatangan dua pemuda luar biasa tampan malam itu.     

Mereka segera menghampiri kedua pemuda itu, menggoda mereka dengan genit sambil mencatat pesanan Rose dan Rune. Dalam waktu singkat, Rose dan Rune juga menarik perhatian para pengunjung wanita.     

Sebagian ada yang mengerling dan mencuri pandang. Yang lebih berani akan menatap mereka dengan terus terang, berusaha membuat kedua 'pria' muda nan rupawan ini memperhatikan mereka.     

Beberapa orang yang bahkan lebih berani lagi akan mengirim minuman ke meja mereka. Rune yang terbiasa mendapatkan perhatian para wanita kemana pun ia pergi, kali ini baru menyadari bahwa Rose juga mendapatkan perhatian yang sama.     

Ahahaha.. gadis ini sungguh menggemaskan. Serba bisa! Bahkan dia bisa menyamar sebagai laki-laki kalau ia mau.      

"Seharusnya aku yang curiga bahwa kau yang mata-mata," komentar Rune sambil menyesap wine-nya. "Kau bisa menyamar sebagai laki-laki. Kau juga selalu punya banyak uang untuk melakukan apa pun, dan terlihat tidak memiliki pekerjaan yang jelas. Semuanya cocok untuk profesi seorang mata-mata atau agen pemerintah."     

"Astaga... kau benar juga," cetus Rose sambil tersenyum lebar. "Aku baru memikirkannya seperti itu. Kurasa kita berdua bisa menjadi mata-mata."     

"Ngomong-ngomong kenapa kau suka menyamar sebagai laki-laki?" tanya Rune penasaran.     

"Hmm.. aku ini anak tunggal. Ayahku over protective karena aku anak perempuan. Jadi, untuk membuatnya merasa lebih tenang, aku memutuskan untuk kadang-kadang keluar seperti laki-laki," jawab Rose. "Ah... bahkan saat aku pindah ke Scotland untuk sekolah, aku berhasil menipu teman-teman sekolahku. Mereka pikir aku laki-laki."     

"Oh ya? Menarik sekali..." kata Rune. Ia mempermainkan rambutnya yang keemasan dan panjang. "Kurasa lebih mudah bagi perempuan untuk menyamar sebagai laki-laki tampan, daripada laki-laki menyamar sebagai perempuan."     

"Hahaha.. ya, kurasa begitu."     

Mereka makan sambil berbincang-bincang ringan. Suasana terasa begitu cair saat mereka membahas tentang pengalaman Rose di sekolahnya yang lucu-lucu.     

Ternyata gadis itu dulu adalah seorang tomboy. Ia dan teman-temannya yang nakal banyak membuat kekacauan saat mereka masih bersekolah di sekolah asrama.     

Mereka sering mendapat hukuman dari kepala sekolah. Namun, justru hukuman-hukuman itu membuat hubungan mereka menjadi semakin dekat. Rune sering sekali dibuat tertawa oleh cerita Rose.     

Perlahan-lahan semua gadis cantik yang tadi memperhatikan keduanya dan berharap kedua pemuda tampan itu balas memperhatikan mereka, atau malah mengirim mereka minuman, kini mulai mengira bahwa Rune dan Rose adalah pasangan gay.     

"Pantas saja keduanya tampan sekali... pasti pasangan sesama jenis," keluh gadis-gadis itu kepada sesamanya.     

"Benar, hanya pasangan gay yang penampilannya bisa begitu menarik. Ah.. sayang sekali. Padahal tadinya aku pikir kita beruntung bisa mendapatkan dua lelaki tampan sekaligus. Uhhh..."     

Sikap Rune dan Rose yang begitu hangat dan penampilan mereka yang tampak begitu menarik, akhirnya membuat gadis-gadis di sekitar mereka mengambil kesimpulan bahwa mereka tidak menyukai wanita.     

"Terima kasih untuk makan malamnya, Rose," kata Rune setelah mereka selesai makan dan Rose membayar makan malam mereka. "Yang berikutnya, biar aku yang mentraktirmu."     

"Aku tidak keberatan kok," kata Rose melambaikan tangannya. "Kau jangan buang-buang uang."     

"Tidak apa-apa... aku punya tabungan," kata Rune sambil tersenyum lebar.     

Ah, Rose... seandainya kau tahu.. aku bisa membeli semua restoran di kota ini untukmu, pikir Rune dalam hati.     

Ia sama sekali tidak mengatakannya secara verbal. Namun, pemikiran itu berhasil membuat seulas senyum terukir di bibirnya.     

"Rose..." Rune tiba-tiba menghentikan langkahnya dan memanggil nama Rose. Gadis itu berbalik dan menatapnya dengan keheranan. "Ada apa?"     

"Apakah kau ingin aku melatih ketrampilanku sebagai kekasih pura-puramu?" Rune bertanya. Ia menjadi semakin berani karena tadi minum beberapa gelas wine.     

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Rose mengerutkan keningnya.     

"Setidaknya, biarkan aku memegang tanganmu," bisik Rune. "Jadi nanti, kalau kita bertemu keluargamu, kita tidak terlihat canggung."     

Rose tertegun mendengar kata-kata pemuda itu. Ahh.. dasar laki-laki, pikirnya. Selalu saja pandai bicara dan mengambil kesempatan.     

Namun, kalau dipikir-pikir Rune memang benar. Mereka harus dapat terlihat alami sebagai pasangan kekasih. Karena itu ia harus membiasakan diri berpegangan tangan dengan Rune. Akhinya, gadis itu mengangguk ringan dan mengulurkan tangannya ke arah Rune.     

Dengan gembira, pemuda itu memegang tangan Rose, dan melanjutkan perjalanan mereka dengan bergandengan mesra.     

Dua orang gadis yang baru keluar dari klab sempat melihat perbuatan keduanya sebelum Rose dan Rune berjalan menjauh. Kedua gadis ini saling pandang.     

"Tuh, kan.. Benar dugaanku. Kedua laki-laki tampan tadi adalah pasangan gay," kata seorang gadis.     

Temannya mengangguk sedih. "Yahh.... sayang sekali. Padahal keduanya sangat tampan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.