The Alchemists: Cinta Abadi

Melukis Di Central Park (1)



Melukis Di Central Park (1)

"Hmmm.. aku senang mendengarnya," kata Rose sambil berjalan mendekati Rune. "Ada yang bisa kubantu?"     

"Kau bisa mengupas kentang dan merebusnya," kata Rune. "Tidak susah, kan?"     

"Tidak. Sini, biar aku cuci dulu," kata Rose sambil mengambil kantung berisi sayuran dari meja. Ia tampak bersiul-siul gembira melakukannya, hingga membuat Rune tertegun.     

Astaga.. gadis cantik dan anggun ini juga bisa bersiul?     

Saat ia memperhatikan tubuh Rose yang tinggi dan langsing dari belakang, Rune harus mengakui bahwa gadis itu memang dapat menyamar menjadi laki-laki dengan mudah. Lelaki yang sangat tampan.     

Kalau mereka berjalan bersama, Rose tingginya yang 175 centimeter tidak terlalu beda jauh dari dirinya yang memiliki tinggi 185 cm. Ia membandingkan kakaknya London yang lebih tinggi 26 cm dari istrinya, L. L memiliki darah Asia dan ia termasuk pendek untuk ukuran perempuan.     

Ia melihat betapa London sering mengalami kesulitan mencium istrinya karena ia harus terus membungkuk. London lebih sering menggendong L dan menciumnya karena terlalu sering membungkuk akan membuat lehernya pegal.     

Ahh... Rune tidak akan memiliki masalah tersebut dengan Rose.. hehehe.     

PLAK.     

Ia memukul keningnya sendiri dengan spatula. Pikirannya sudah mengembara kemana-mana dan memikirkan bagaimana rasanya mencium Rose? Sungguh keterlaluan.     

"Kau kenapa?" tanya Rose keheranan melihat Rune memukul keningnya sendiri. Pemuda itu hanya menggeleng dan berusaha menyembunyikan senyumnya. Wajahnya memerah karena tadi memikirkan mencium Rose.     

Ahh.. ternyata kau bisa mesum juga ya, pikir Rune. Ia mengalihkan perhatiannya dari Rose dan kembali mengurus potongan daging steak untuk dipanggang di wajan.     

Ia menunggu Rose selesai mengupas kentang dan merebusnya, sambil menyiapkan saus untuk steak dan bahan lain untuk coleslaw salad. Setelah bahan-bahan saus selesai dan salad selesai dibuat, ia lalu memanggang dua daging steak organik di wajan dan menyiapkan makan malam mereka.     

"Aku sengaja masak steak biar gampang," kata Rune. Ia menaruh potongan daging steak di dua buah piring dan kemudian menambahkan coleslaw salad dan serta saus.     

Rose hanya memperhatikan pria yang mengaku tidak bisa memasak itu menata hidangan di piring mereka, dengan pandangan kagum.     

"Kelihatannya enak," komentar Rose. Ia mencolek coleslaw salad dengan ujung jarinya dan mencicipinya. Ia lalu mengangguk-angguk. "Ini enak kok. Kenapa kau bilang kau tidak bisa masak?"     

Wajah Rune tampak berbinar-binar mendengar kata-kata Rose. Ahh.. masakannya dipuji! Padahal Rune tahu ia kurang berbakat. Tidak seperti ayahnya.     

"Terima kasih," kata Rune. "Ayo kita makan."     

Rose tidak malu-malu. Ia menikmati makan malam yang disiapkan oleh Rune dengan lahap. "Aku suka ini. Kita tidak perlu makan di luar. Jadi kau bisa menghemat uang."     

Rune hanya tersenyum mendengarnya. Mereka makan dengan tenang sambil mengobrolkan hal remeh-temeh. Rune sangat senang mendengar Rose bicara. Gadis itu tampaknya memiliki pengetahuan yang luas dan merupakan teman bicara yang sangat menyenangkan.     

Setelah makan malam selesai, Rose menawarkan diri membereskan meja makan dan mencuci piring dengan mesin pencuci piring.     

"Tidak apa-apa, Rose. Aku bisa membantumu," kata Rune.      

"Tapi, kau sudah menyiapkan makan malam. Aku merasa tidak enak kalau kau mengerjakan semuanya sendirian," bantah Rose. Ia menepuk tangan Rune yang hendak membantunya dan mengusir Rune ke ruang tamu. "Kau duduk santai saja. Sebentar lagi aku selesai. Kita bisa minum teh bersama."     

Akhirnya Rune mengalah dan membiarkan Rose membereskan peralatan makan mereka, sementara ia kembali membuka laptopnya dan melanjutkan pekerjaan data entry yang ia lakukan tadi sore.     

Rose datang sepuluh menit kemudian dengan sepoci teh dan dua buah cangkir. Ia menuangkan teh ke cangkir mereka masing-masing dan mulai menikmati tehnya.     

"Apa rencanamu selama sebulan ke depan?" tanya Rose sambil memperhatikan Rune yang memasukkan berbagai data di laptopnya. "Aku tidak punya banyak kegiatan selain melukis dan membuat sketsa."     

"Aku juga hanya perlu memasukkan berbagai data yang sudah kukumpulkan dari Amazon dan melakukan beberapa penelitian bersama temanku."     

Yang dimaksud oleh Rune adalah ia perlu menggunakan laboratorium milik Aldebar yang ada di New York untuk bekerja sewaktu-waktu.      

"Oh, baguslah.. berarti kau juga punya kesibukan," komentar Rose dengan wajah gembira.     

Ia senang melihat ternyata Rune memiliki kehidupannya sendiri, walaupun pemuda itu dengan mudah memilih pindah bersamanya, ternyata Rune tidak melulu menghabiskan waktu di apartemen Rose seperti pengangguran.     

"Benar. Ada banyak pekerjaan yang harus kulakukan," kata Rune. Ia menyesap tehnya dan memperhatikan Rose baik-baik. "Kau benar-benar sudah baikan? Sakit kepalamu sudah hilang?"     

Gadis itu mengangguk. "Sudah. Terima kasih kau sudah membuat makan malam, jadi kita tidak perlu keluar."     

Rune balas mengangguk. Ia ingin sekali tahu apa yang mengganggu pikiran Rose, tetapi ia terus menahan diri. Mereka mengobrol hal-hal remeh seputar kota New York dan pengalaman Rune di Amazon yang lalu. Pukul sepuluh malam, mereka lalu memutuskan untuk tidur.     

Rune membuka sofa menjadi sofabed dan menata tempat tidurnya, sementara Rose permisi untuk tidur di loteng.     

***     

"Aku mau membuat sketsa ke Central Park nanti siang," kata Rose pagi itu saat mereka sedang sarapan dengan toast dan kopi. "Apa rencanamu hari ini?"     

"Oh, tidak ada yang menarik. Aku hendak bertemu keponakanku. Aku bisa mengajak mereka bertemu di Central Park. Kau mau bertemu mereka?"     

Tadi malam, sebelum ia tidur, Rune mendapat pesan dari Aleksis dan Marie. Kedua wanita itu menyampaikan bahwa anak-anak mereka ingin tahu perkembangan kencan Rune dan Rose dan bagaimana tanggapan Rune setelah tinggal bersama Rose sehari.     

Ketiga remaja itu masih dilarang menggunakan gadget, sehingga mereka hanya bisa berkomunikasi dengan paman mereka itu lewat ibu masing-masing.     

Mengingat hari ini Rose hendak membuat sketsa ke taman kota yang maha luas, Central Park, Rune berpikir mungkin para keponakannya yang manis itu, yang telah berjasa mempertemukannya dengan Rose akan senang dapat bertemu langsung dengan gadis itu.     

"Keponakan?" Rose mengerutkan keningnya. "Aku tidak tahu kau punya keponakan."     

"Oh... aku kan punya tiga orang kakak. Yang dua sudah menikah, punya anak dan punya keponakan lagi... Aduh, ceritanya panjang."     

"Ahh.. tentu saja, aku tidak keberatan," kata Rose santai. "Aku akan senang bertemu keluargamu."     

Perkataan Rose membuat wajah Rune berseri-seri. Memang gadis idaman. Ia sama sekali tidak terintimidasi bertemu anggota keluarga kekasih pura-puranya.     

"Baiklah. Aku akan memberi tahu kakakku agar mengirim anak-anaknya ke Central Park nanti siang." Rasanya saat itu, Rune ingin sekali memeluk Rose karena terlalu antusias. Untungnya ia berhasil menahan diri.     

Setelah menyelesaikan sarapan, mereka lalu berbagi tugas untuk membereskan apartemen, mandi, bersantai sejenak dan kemudian berangkat ke Central Park. Ahh.. Rune sudah tidak sabar ingin bertemu ketiga keponakannya dan memperkenalkan mereka kepada Rose!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.