RENCANA PULANG
RENCANA PULANG
"Kita lihat dulu ya Kak, karena aku belum tahu jadwal untuk hari ini. Apa lagi yang mengajariku sekarang kan bukan Kak Danish lagi? kemungkinan nanti Pak Ponco datang melihat kami saat training di sana." ucap Ayraa dengan serius.
"Lalu...aku harus bagaimana? saat aku pulang aku ingin kamu yang mengantarku, kalau bukan kamu yang mengantarku? apa aku akan pulang sendiri? apa kamu tega dengan kekasihmu Ayraa? please." pinta Danish dengan nada merajuk.
"Nanti aku kabari ya Kak, kalau sudah selesai training bisa apa tidaknya mengantarkan Kak Danish pulang ke apartemen. Karena aku tidak bisa berjanji sekarang, karena janji itu berat Kak." ucap Ayraa dengan serius.
"Baiklah...aku tunggu kabarnya ya sayang, ingat Ayraa kamu adalah kekasihku dan aku ingin kamu yang mengantarku pulang." ucap Danish sedikit dengan nada meminta.
Setelah bicara dengan Ayraa, Danish menutup panggilannya menyimpan ponselnya di balik bantal.
"Tok...Tok..Tok"
Terdengar suara pintu terketuk dari luar dan tampaklah wajah Ponco yang datang dengan sebuah senyuman di bibirnya.
"Hai sayang bagaimana kabarmu pagi ini? aku kesini mampir sebentar sekalian mau pergi ke perusahaan untuk melihat training anak-anak." ucap Ponco sambil duduk di samping Danish.
"Apa keadaanmu sudah sehat beib? sampai kamu mau ke perusahaan untuk melihat anak-anak yang sedang training? ingat bieb, kamu tidak tidak boleh terlalu capek." ucap Danish sambil menatap wajah Ponco dengan tatapan penuh.
"Aku hanya mengerjakan kewajibanku sayang, kamu kan sakit? bagaimana mereka bisa melakukan tugas dengan baik, kalau tidak ada yang mengawasi kalau bukan aku?" ucap Ponco merasa bertanggung jawab sebagai dosen.
"Ya sudah, tidak apa-apa...yang penting kamu jaga diri baik-baik, jangan sampai sakit lagi." ucap Danish mulai merasa gelisah karena pagi ini dia ingin pulang ke apartemen dengan diantar oleh Ayraa bukan Ponco.
"Kapan kamu jadi pulang sayang? kalau kamu mau pulang akan aku jemput, apalagi sekarang jadwal ku hanya ke perusahaan saja tidak ada ke kampus." tanya Ponco menatap wajah Danish.
"Aku belum tahu beib, entah sore atau besok aku belum tahu masih menunggu jawaban dari dokter pagi ini." ucap Danish berusaha untuk mencari sebuah alasan yang tidak sampai muncul curiga.
"Baiklah sayang kalau kamu sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, kamu tinggal hubungi aku saja. Aku yang akan mengantarmu pulang ke apartemen." ucap Ponco dengan penuh perhatian.
Perasaan Danish semakin tidak enak kalau seandainya Ponco mengetahui dia akan pulang diantar oleh Ayraa. Sungguh suatu dilema bagi Danish untuk memutuskan hubungannya dengan Ponco dalam hidupnya.
Apalagi Ponco sempat mengancam dirinya dengan menyebarkan hubungannya dihadapan semua orang.
"Iya beib, nanti aku kabari kalau dokter sudah memperbolehkan aku pulang. Tapi aku tidak tahu kapan bisanya aku pulang, entah pagi ini atau sore. Tunggu saja kabar dariku ya beib." ucap Danish dengan sangat serius.
"Apa kamu sudah sarapan sayang? kalau belum akan aku belikan ke kantin sekarang sebelum aku berangkat ke perusahaan melihat training anak-anak." ucap Ponco sambil melihat wajah Danish yang terlihat gelisah.
"Tidak beib, aku akan sarapan nanti saja tunggu dokter memeriksaku lebih dulu. Kalau kamu memang kesiangan kamu bisa berangkat beib, aku tidak apa-apa kok." ucap Danish dengan tersenyum tidak ingin membuat Ponco curiga.
"Oke...aku berangkat dulu ya sayang, jangan lupa hubungi aku kalau kamu mau pulang. Aku ingin mengantarmu pulang ke apartemen dan menjagamu di sana." ucap Ponco mendekati Danish dan memeluknya dengan erat.
"Bibir kamu apa masih sariawan sayang? apa kamu tidak ingin aku menciummu? atau kamu sudah melupakan ciumanku?" tanya Ponco dengan nada curiga karena sudah tidak ada lagi perasaan yang dirasakannya saat bersama dengan Danish. Sepertinya Danish sudah tidak merespon dengan bahasa isyarat tubuhnya.
Dengan terpaksa Danish menganggukan kepalanya dan mengiyakan ucapan Ponco kalau bibirnya masih sariawan.
"Kita bisa habiskan waktu bersama kalau aku sudah ada di rumah ya beib? kalau aku sudah sehat, semua badanku terasa remuk dan memang bibirku masih sariawan... kamu percaya padaku kan beib." tanya Danish dengan tatapan penuh.
"Aku percaya padamu sayang, semoga saja di Apartemen nanti kita bisa menghabiskan waktu bersama tanpa ada gangguan apapun. Dan hanya satu aku ingatkan padamu kalau aku tidak pernah berselingkuh darimu. Hanya kamu yang aku miliki, dan aku tidak akan pernah melepaskannya. Kamu harus mengingatnya sayang, aku tidak akan pernah melepaskanmu!" ucap Ponco dengan nada manis tapi penuh dengan ancaman.
Danish menelan air ludahnya mendengar ucapan Ponco yang masih saja suka mengancamnya jika hubungannya akan berakhir.
Bagaimana bisa Danish bisa melepaskan diri dari cengkraman Ponco kalau ancaman Ponco tidak pernah main-main dan bisa saja sewaktu-waktu Ponco nekat mengakhiri hidupnya seperti yang sudah-sudah.
"Aku akan selalu mengingatnya beib, kamu tenang saja." ucap Danish dengan nyali yang yang sudah menciut. Rasa putus asa sudah mulai menyelimuti hatinya kembali.
"Aku berangkat dulu sayang." ucap Ponco sambil menggenggam tangan Danish dan mengecupnya dengan penuh perasaan.
Setelah mengecup tangan Danish dengan penuh perasaan, Ponco meninggalkan kamar Danish dengan hati dan perasaan yang penuh rasa curiga dan kecewa.
"Aku tahu sayang, kamu pasti sudah berselingkuh dariku. Karena aku merasakan tidak ada lagi perasaan cinta di hatimu untukku. Bagaimana perasaan cinta itu masih ada? untuk menyentuhmu saja sudah terlalu sulit untukku, kamu sepertinya telah menghindar dariku sayang...aku bisa merasakannya." gumam Ponco dalam hati seraya berjalan menyusuri lorong rumah sakit untuk berangkat ke perusahaan di mana anak didiknya sedang menjalankan training.
Setelah Ponco meninggalkan kamarnya Danish duduk terdiam dan memikirkan semua apa yang telah terjadi.
"Bagaimana aku bisa lepas darimu Ponco? kalau kamu selalu mengancamku seperti itu! Aku ingin menjalani hidupku secara normal, dan aku juga ingin kamu menjalani hidupmu secara normal. Kenapa sulit bagimu untuk melepaskan aku Ponco? kita tidak mungkin bisa bersatu karena keluargaku pasti akan menentangnya, apalagi aku sudah dijodohkan dengan gadis pilihan ayahku." ucap Danish dengan kedua tangan yang terkepal.
"Saat ini aku membutuhkan dukungan dari Ayraa. Hanya Ayraa yang bisa menenangkan hatiku saat ini. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku putuskan? apakah aku harus menceritakan semuanya pada Ayraa tentang hubungan yang tidak wajar ini? apakah Ayraa bisa menerima semua ini? atau malah akan meninggalkan aku dengan masalahku yang seperti ini? Ya Tuhan... tolonglah aku, aku harus bagaimana? apakah aku harus menceritakan semua ini pada Ayraa atau tidak?" tanya Danish dalam hati dengan kesedihan yang sangat dalam.