THE BELOVED ONE

HAMPIR KETAHUAN (1)



HAMPIR KETAHUAN (1)

"Tentu Kak, dengan senang hati aku akan menjaga Kak Danish, bukannya aku kekasih Kakak?" sahut Ayraa dengan tatapan penuh rasa sayang.     

Danish tersenyum bahagia, meraih tangan Ayraa dan menggenggamnya dengan sangat erat.     

"Aku bahagia Ayraa, kamu sangat perduli padaku." ucap Danish dengan bibir tersenyum.     

Ayraa ikut tersenyum, mengusap punggung tangan Ayraa dengan perasaan sayang.     

"Sama Kak...aku juga sangat bahagia bisa menjaga Kak Danish di saat Kak Danish sakit seperti saat ini." ucap Ayraa sambil melihat ke arah jam di tangannya yang sudah menunjukkan jam sepuluh siang.     

"Ada apa Ayraa? apa kamu dengan memikirkan sesuatu?" tanya Danish dengan heran melihat wajah Ayraa yang terlihat bingung.     

"Sebentar lagi aku akan pulang, karena aku hanya bisa menjaga Kak Danish empat jam saja. Aku tidak bisa lama-lama di sini Kak." ucap Ayraa dengan perasaan bersalah.     

"Ya tidak apa-apa, bisakah nanti sore kamu datang kemari Ayraa?" tanya Danish dengan tatapan memohon.     

Ayraa terdiam, berpikir bagaimana cara untuk bisa keluar tanpa ada Chello ikut dengannya.     

"Akan aku pikirkan dulu ya Kak? bagaimana caranya aku bisa keluar." ucap Ayraa menatap wajah Danish yang terlihat sedih.     

"Aku harap kamu bisa menunggu dan menjagaku Ayraa." ucap Danish dengan tatapan penuh harap.     

"Ya Kak..akan aku usahakan, aku pulang dulu ya Kak." ucap Ayraa seraya beranjak dari tempatnya. Namun tangan hangat Danish menahan pergelangan tangannya.     

"Apa kamu pulang tanpa memeluk dan menciumku Ayraa?" tanya Danish dengan tatapan rindu.     

Wajah Ayraa memerah kemudian memberanikan diri mendekati Danish untuk memeluk dan mencium Danish.     

Dengan penuh perasaan Ayraa memeluk Danish kemudian mengecup kening Danish cukup lama.     

Danish membalas pelukan Ayraa dengan lebih erat.     

"Kenapa tidak mencium bibirku Ayraa? aku akan lebih tenang dengan kamu mencium bibirku." bisik Danish masih dalam pelukan Ayraa.     

"Aku...aku.. masih belum berani Kak." sahut Ayraa dengan wajahnya yang semakin bersemburat merah.     

"Bisakah kamu memberikannya sedikit saja Ayraa... please?" pinta Danish ingin merasakan lembut bibir Ayraa yang terlihat merah muda.     

"Eumm... baiklah Kak, tapi mata Kak Danish terpejam ya?" ucap Ayraa akhirnya mengalah.     

"Ya..aku akan pejamkan mataku." ucap Danish dengan tersenyum bahagia mulai memejamkan matanya.     

Perlahan Ayraa mendekati bibir Danish yang merah pucat dan menciumnya dengan sangat pelan. Danish tidak membuang kesempatan itu dengan segera membalas ciuman Ayraa dengan melumat bibir lembab Ayraa sebelum Ayraa menghentikannya.     

Jantung Ayraa berdegup sangat kencang saat merasakan balasan ciuman dari Danish.     

"Kak Danish, sudah Kak...aku tidak bisa bernapas lagi." bisik Ayraa dengan nafas tersengal-sengal karena Danish tidak memberikan ruang sedikitpun padanya untuk mengambil nafas.     

"Maafkan aku Ayraa, aku melakukannya karena sangat merindukanmu Ayraa." bisik Danish dengan tatapan penuh cinta.     

"Ya Kak... tidak apa-apa. Aku pulang dulu ya Kak?" ucap Ayraa setelah lepas dari ciuman Danish.     

"Ya Ayraa... hati-hati ya, aku tunggu kedatanganmu nanti sore." ucap Danish dengan sebuah senyuman yang bahagia.     

Ayraa membalas senyuman Danish dengan tersenyum kecil kemudian berjalan keluar kamar menuju keluar dari rumah sakit dan bertepatan dengan Ponco yang keluar dari taxi.     

Ayraa yang tergesa-gesa masuk ke dalam taxi tidak mengetahui kedatangan Ponco. Sedangkan Ponco sendiri tidak terlalu percaya dengan penglihatannya yang sedikit rabun apalagi yang Ponco tahu Ayraa harusnya mengikuti training di perusahaan.     

Dengan hati yang curiga dan perasaan tidak tenang, Ponco berjalan cepat ke tempat di mana Danish di rawat.     

"Tok..Tok.. Tok"     

Pintu kamar terketuk, hampir saja Danish berteriak senang dengan memanggil nama Ayraa saat mendengar pintu terketuk. Tapi wajah Danish seketika surut dan pucat saat melihat wajah Ponco yang muncul dari balik pintu.     

"Hai sayang? apa aku mengejutkanmu? hingga wajah kamu terlihat pucat?" tanya Ponco tersenyum manis duduk di samping Danish sambil meletakkan buah di atas meja.     

"Ya..aku sangat terkejut Bieb, bukannya kamu masih sakit? Kenapa kamu paksakan datang kemari?" tanya Danish benar-benar terkejut karena hanya selisih beberapa menit antara kepergian Ayraa dengan kedatangannya Ponco.     

Danish tidak bisa membayangkan bagaimana kalau mereka berdua bertemu dengan dirinya ada di tengah mereka berdua.     

"Aku paksakan datang karena aku perduli dengan keadaanmu sayang, aku tidak ingin terjadi apa-apa padamu." ucap Ponco seraya mengusap wajah Danish dengan penuh cinta.     

Danish memalingkan wajahnya dengan pelan agar Ponco tidak tersinggung.     

"Bisa ambilkan aku minum Bieb." pinta Danish agar Ponco menjauhkan tangannya dari wajahnya.     

"Ya... tentu sayang." ucap Ponco masih belum menyadari sikap Danish yang sudah mulai menjauhinya.     

"Sayang... sebelum aku datang, apa tadi ada yang datang menengokmu?" tanya Ponco dengan tiba-tiba seraya memberikan sebotol air mineral pada Danish.     

Danish menghentikan gerakannya, menatap penuh wajah Ponco mencari kemarahan di sana.     

"Tidak Bieb, ada apa? apa kamu melihat seseorang keluar dari kamar ini?" tanya Danish dengan kata-kata belepotan.     

"Tidak sayang, tapi saat aku keluar dari taxi sepertinya aku melihat Ayraa keluar dari pintu rumah sakit dan masuk ke dalam taxi." ucap Ponco menatap dalam-dalam wajah Danish mencari kejujuran di wajah Danish.     

Wajah Danish seketika pucat tidak tahu harus menjawab apa.     

"Tapi tidak mungkin juga itu Ayraa kan sayang? Ayraa kan sedang ada training di perusahaan?" ucap Ponco dengan nada tanpa ada curiga lagi karena wajah Danish terlihat datar dan tidak senang.     

"Ya benar, dan lagi buat apa Ayraa ke sini. Ayraa sudah membenciku saat ini." ucap Danish dengan hati sedih harus membohongi perasaannya sendiri. Apalagi tidak berani mengakui hubungannya dengan Ayraa.     

"Aku senang mendengarnya sayang, karena dengan adanya Ayraa di antara kita, karir dan nama baik kita akan sama-sama hancur. Aku pastikan hal itu padamu." ucap Ponco dengan tatapan penuh ancaman.     

"Ya...aku mengerti." sahut Danish dengan perasaan putus asa     

"Sudah lupakan bahasan tentang Ayraa yang tidak penting ini." ucap Ponco dengan sebuah senyuman nakal.     

"Apa kamu lapar sayang? aku akan membelikan makanan untukmu." ucap Ponco dengan penuh kasih sayang.     

"Ya...aku ingin bubur ayam Bieb." ucap Danish tiba-tiba sudah sangat merindukan Ayraa.     

"Baiklah akan aku belikan ke kantin sekarang, aku juga belum makan dari pagi." ucap Ponco berharap dia mengatakan hal itu Danish ikut perhatian kepadanya entah itu mengatakan sesuatu yang akan membuat hatinya meleleh seperti dulu. Tapi saat ini, perhatian Danish lebih tertuju pada ponselnya yang selalu di genggamnya.     

Dengan hati kecewa Ponco keluar kamar berjalan ke arah kantin untuk membelikan bubur ayam buat Danish.     

Merasa yakin telah sendirian, Danish mengambil ponsel satunya yang ia simpan di bawah bantal dan segera menghubungi Ayraa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.