A Song of the Angels' Souls

124. Kisah Masa Lalu



124. Kisah Masa Lalu

Mireon tak mengerti. Mengapa dirinya berada di salah satu ranting pohon raksasa tempatnya sering melamun itu? Bukannya sekarang dia ada di bumi, bukan di dunia asalnya lagi?     

Tiba-tiba, muncul seorang pemuda yang terbang dengan sayapnya, mendarat di hadapan Mireon. Pemuda itu tersenyum lebar kepada Mireon. Mireon hanya menelengkan kepala, mengamati wajah si pemuda yang sebenarnya biasa saja, tidak terlalu tampan, tetapi tidak terlalu jelek juga.     

Mireon makin tak mengerti. Mengapa pria ini ada di hadapannya? Dengan usia yang tampak lebih muda pula.     

Pemuda itu mengacak-acak rambutnya yang berantakan. "Kuperhatikan, kamu sering duduk sendirian di sini, ya?"     

"Aah." Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Mireon. Padahal, Mireon sudah ingin memeluk dan mencium pemuda itu. Akan tetapi, sebesar apa pun tekadnya, Mireon tidak sanggup menggerakkan tubuhnya.     

Akhirnya, Mireon pun sadar, itu hanya mimpi. Mimpi tentang pertemuannya dengan sang kekasih untuk pertama kali     

"Aku Adonis." Pemuda itu, mengulurkan tangannya. "Aku sangat mengagumi sayap hitam milikmu yang sangat indah itu. Aku tidak pernah menemuinya di tempat lain."     

"Mireon." Mireon membalas uluran tangan Adonis dengan genggaman sekilas yang tidak bertenaga.     

"Ah, dan aku pernah melihat permainan biola solomu."     

Pemandangan di hadapan Mireon mendadak berganti. Adonis sudah tidak kelihatan lagi. Mireon duduk di belakang bangunan bulat yang kosong, meringkuk dalam sunyi.     

"Aah, kamu di sini rupanya," desah Adonis, mendarat di samping Mireon.     

Mireon memajang wajah galak terbaiknya, tetapi tetap saja emosinya tidak kentara. "Apa kamu mau membawaku kepada orangtuaku?"     

Adonis tertawa, kemudian duduk di samping gadis itu. "Tidak, kok. Aku cuma mau menemanimu. Yah, aku juga sama sepertimu. Aku dipaksa untuk belajar banyak hal, padahal yang kusukai cuma ilmu tentang makhluk hidup. Kenapa sih, orangtua kita selalu menuntut kita untuk jenius dalam berbagai hal? Mereka tidak akan pernah puas kalau anaknya cuma ahli di dalam satu bidang saja."     

"Aku juga sudah muak belajar alat musik lainnya. Bukannya tidak suka dengan alat-alat musik itu, tetapi aku hanya suka mendengarkannya, bukan memainkan. Hanya biola yang begitu cocok denganku. Aku bisa mengekspresikan diriku dengan sepenuh hati lewat biola," ucap Mireon. Dari kata-katanya, dia seharusnya menggerutu, tetapi nada bicaranya biasa saja.     

Adonis buru-buru mengeluarkan buku kecil dan pena, mulai mencatatkan sesuatu.     

"Bisakah kamu berhenti menulis tentang kapan, di mana, dan jam berapa aku berbicara panjang?     

protes Mireon, lagi-lagi tidak terlihat kesal.     

Pemandangan di mata Mireon kembali berubah. Sekarang, dia berada di kamarnya, meringkuk di atas kasur dengan meneteskan air mata. Mireon ingat, waktu itu dia dikurung karena makin membandel tidak mau berlatih alat musik lain.     

Kedua orangtuanya menganggap, kalau dirinya bisa memainkan banyak alat musik, para putra bangsawan akan terpikat kepadanya.     

Keluarga Mireon memang cukup berpunya, tetapi tidaklah kaya. Kedua orangtua Mireon hanya memikirkan kedudukan dan koneksi saja. Tentu saja Mireon membenci semua itu. Dia merasa hanya dianggap sebagai barang yang bisa diperjual-belikan.     

Bummm!!!     

Mireon tersentak hebat saat jendela kamarnya yang dikunci rapat itu meledak. Dia makin terkejut begitu mendapati Adonis masuk lewat lubang hasil ledakan itu.     

"Wah, akhirnya ada juga ekspresi di wajahmu." Adonis memajang senyum lebar, mengulurkan tangannya kepada Mireon yang membelalak memandangnya. "Aku kan ilmuwan, jadi membuat bom kecil seperti itu hanyalah hal yang mudah."     

Paling tidak, adegan-adegan itu yang terus Adonis ceritakan kepada Mireon. Barangkali, saking detailnya cerita itu, semuanya terbentuk jelas di kepala Mireon, terbawa ke mimpi itu.     

Mireon tahu, Adonis menciptakan dirinya dalam sebuah tabung.     

Mireon ingat, begitu dirinya bangun dari tabung yang sunyi itu, Adonis beralasan kalau dirinya hilang ingatan. Waktu itu, Mireon sempat curiga karena ada beberapa tabung lain yang berisi sosok bidadari. Namun, Adonis berkata kalau sosok-sosok itu sedang menjalani metode baru penyembuhan sebuah penyakit. Penyakit yang juga menjangkiti Mireon. Sayangnya, metode itu membuat seseorang lupa ingatan.     

Tentu saja semua itu bohong belaka. Mireon adalah bidadari buatan nomor kesekian yang berhasil dibuat. Adonis membuat mukanya mirip dengan manusia bumi yang pernah dilihatnya saat mengintip ke dimensi lain lewat sebuah alat canggih.     

Adonis sedang bereksperimen. Bagaimana jadinya kalau makhluk buatan seperti dirinya diberi kasih sayang dan cinta. Di sela-sela itu, Mireon juga diajari bermain biola. Untuk melihat dampak alat musik terhadap perilaku makhluk buatan. Mireon sangat menikmati saat-saat dia diajari biola oleh Adonis. Ya, selain ilmuwan, ternyata Adonis juga seniman, walau pria itu tidak terlalu menekuni bidang kedua itu.     

Seiring berjalannya waktu, akhirnya Adonis sendiri benar-benar jatuh hati kepada Mireon. Pada suatu hari, Adonis menceritakan hal yang sebenarnya. Lama-lama Adonis tidak tahan untuk terus berbohong. Adonis waktu itu menangis dan minta maaf kepada Mireon.     

"Tapi, aku tidak merasa kalau kasih sayang dan cintamu itu palsu, Adonis." Ya, itulah yang terakhir kali Mireon ucapkan sebelum peristiwa itu terjadi.     

Tempat penelitian Adonis adalah sebuah institusi ilegal. Undang-undang melarang penelitian yang melanggar kodrat, seperti eksperimen penciptaan makhluk hidup yang dilakukan Adonis. Hal tersebut seharusnya tetap menjadi rahasia tuhan.     

Semua orang di tempat penelitian itu ditangkap, termasuk para makhluk buatan. Mereka dibawa ke sebuah pusat penelitian lain milik pemerintah.     

Peraturan boleh berkata penelitian itu haram, tetapi pemerintah sebenarnya tertarik. Makhluk buatan bisa dijadikan prajurit atau agen pemerintah. Negara manapun pasti tergiur dengan hal seperti itu.     

Karena Adonis dan timnya belum bisa menduplikasi penyusunan makhluk buatan itu di laboratorium negara, maka Mireon yang dipilih menjadi subyek. Seperti kata Ione, dia dimasukkan ke eksperimen peningkatan potensi.     

Dia masih ingat sakit tak terkira saat otak dan ototnya ditingkatkan secara instan agar dirinya siap berperang.     

Kemudian, bencana yang sebenarnya pun datang. Dia melihat dengan mata kepala sendiri kalau Adonis disekap. Dia dan timnya hanya berpura-pura tidak bisa melakukan duplikasi penyusunan makhluk buatan. Sebenarnya, mereka tidak mau hasil penelitian mereka disalah-gunakan. Sebelum ditangkap pun, mereka sudah menghancurkan dokumen-dokumen yang ada.     

Pada dasarnya, alasan Adonis dan rekan setimnya melakukan penelitian itu hanyalah untuk memuaskan hasrat ingin tahu mereka saja. Mereka ingin tahu rahasia penciptaan kehidupan. Tidak lebih. Terdengar tidak masuk akal memang, tetapi begitulah adanya.     

Maka, di sinilah Mireon. Dipaksa untuk mengikuti pemilihan ratu dengan iming-iming Adonis akan dibebaskan.     

Ya, pertarungan ini pun hanyalah eksperimen dengan Mireon sebagai subyeknya.     

***     

Perlahan, Janu membuka pintu kamarnya, langsung mendapati Mireon yang tertidur dengan menghadap tembok. Ia pun mengendap masuk, kemudian membaringkan dirinya begitu saja ke lantai, berniat untuk tidur.     

"Janu?" tanya Mireon pelan.     

"Ah, kamu belum tidur rupanya. Maaf ya, tadi aku pergi tiba-tiba," desah Janu pelan.     

"Kamu ini pria yang baik, Janu. Kamu tidak mengikuti nafsumu, padahal kesempatan terbuka lebar," lanjut Mireon yang sebenarnya baru terbangun dari mimpi.     

"Sebenarnya itu bukan menahan nafsu, sih .... Cuman, yah .... Susah ngejelasinnya. Tiba-tiba ng*w* sama orang nggak dikenal yang mukanya mirip sama seseorang yang ...." Janu berdehem keras. "Rasanya aneh banget pokoknya ...."     

Janu tidak sanggup berkata bahwa itu hanya akan menyakiti hatinya. Pada akhirnya, Mireon bukan Tina. Namun, tadi hati Janu menganggap Mireon adalah Tina. Janu tidak mau terjerumus dalam kepalsuan yang melenakan. Itu hanya akan memperburuk keadaan dirinya. Bagaimana kalau nantinya Mireon harus pergi?     

"Tapi, aku tetap ingin berterimakasih. Kamu membuatku tidak jadi berkhianat dengan kekasihku."     

"Yah, sama-sama, deh." Janu terkekeh pelan. "Ternyata kamu juga bisa ngomong rada panjang, ya?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.