MENGANTAR PULANG
MENGANTAR PULANG
Sambil berlari Jeevan masuk ke dalam menuju ke ruang kerjanya. Dengan hati-hati Jeevan membaringkan Gladys di sofa dan memanggil Ratna untuk memberikan minyak kayu putih pada Gladys.
Setelah Ratna selesai dengan tugasnya Jeevan meminta Ratna untuk meneruskan pekerjaan utama Gladys.
Jeevan duduk di samping Gladys. Kata-kata Gladys masih tersimpan di pikirannya. Gladys menerima permintaannya untuk bersandiwara karena membutuhkan uang. Dan Jeevan tidak tahu karena apa, hingga Gladys tetap menerima kesepakatan itu walau Gladys tidak menyukainya karena dia seorang gay.
Sambil mengusap-usap punggung tangan Gladys, Jeevan berharap Gladys cepat sadar dari pingsannya.
"Bangunlah Nona Gladys, kamu tidak pantas pingsan seperti ini. Kamu wanita pemberani bukan?" ucap Jeevan seraya menepuk-nepuk pipi Gladys.
Perlahan Gladys membuka matanya dan melihat wajah Jeevan sangat dengan wajahnya. Segera Gladys menjauhkan wajah Jeevan dengan mendorong dada Jeevan dengan cukup keras.
"Apa yang kamu lakukan Tuan Jeevan?? kamu tidak menciumku kan?" tanya Gladys dengan tatapan tajam.
"Apa yang ada di pikiranmu Nona Gladys? Bagaimana anda berpikir aku akan melakukan hal serendah itu?" tanya Jeevan dengan kening berkerut.
"Siapa tahu di saat aku pingsan, Tuan Jeevan melakukan hal seperti itu?" ucap Gladys seraya bangun dari tidurnya dan berusaha duduk tapi Jeevan menghalanginya karena duduk dekat di sampingnya.
"Aku heran, kenapa anda selalu berpikir negatif padaku? apa aku pernah melakukan hal yang tidak baik padamu? kita baru saja kenal tapi anda sangat membenciku apalagi pada Ivan." ucap Jeevan dengan tatapan tak mengerti.
"Maaf Tuan Jeevan, aku menyukai seseorang atau tidak aku hanya menilai dari sikap mereka. Dan bagiku sikap anda dan kekasih anda bukan laki-laki yang baik dan normal." ucap Gladys dengan jujur tanpa takut Jeevan akan memecatnya.
"Sebaiknya kita tidak berdebat lagi tentang hubunganku dengan Ivan. Sekarang bangunlah, aku akan mengantarmu pulang." ucap Jeevan seraya mengambil tas Gladys dan di berikan padanya.
"Kenapa aku harus pulang? Aku sudah tidak apa-apa. Aku akan meneruskan pekerjaanku. Dan tolong untuk sementara jangan menggangguku di saat aku bekerja. Aku harus menyerahkan laporan keuangan pada kepala bagian sore ini." ucap Gladys seraya bangun dari duduknya namun tubuhnya masih lemas dan hampir saja terjatuh kalau Jeevan tidak menahannya.
"Anda sangat keras kepala sekali Nona Gladys? Kenapa anda selalu tidak mendengarkan aku? disini aku adalah bos kamu dan kamu harus menurut dengan apa yang aku katakan. Sekarang kamu pulang dan aku akan mengantarmu." ucap Jeevan seraya mengangkat tubuh Gladys yang masih lemas.
"Apppaaa!! yang anda lakukan Tuan Jeevan, turunkan aku cepat!! aku bisa jalan sendiri malu, di lihat orang banyak." ucap Gladys berusaha melepaskan diri dari gendongan Jeevan.
"Sudah terlambat Nona Gladys, saat anda pingsan aku yang gendong dari luar sampai ke ruangan ini dan semua karyawan tahu hal itu." ucap Jeevan dengan tersenyum sangat senang sekali melihat wajah Gladys yang uring-uringan.
"Apa!!! aku tidak percaya ini! Bagaimana penilaian mereka padaku melihat hal itu! pasti mereka berpikir yang macam-macam tentang kita berdua." ucap Gladys dengan wajah memerah.
"Biarkan saja mereka berpikir yang macam-macam tentang kita. Bukankah sebentar lagi kita akan bertunangan dan menikah?" ucap Jeevan dengan santai.
"Tidak Tuan Jeevan, bukan seperti itu. Mungkin kita akan bersandiwara bertunangan dan menikah. Tapi mereka semua tidak perlu tahu Bukankah Tuan Jeevan memerlukan sandiwara itu hanya di hadapan Tuan Mark?" ucap Gladys sambil berusaha turun dari gendongan Jeevan namun Jeevan menggendongnya dengan erat bahkan dengan santai keluar dari ruangan dan berjalan tenang melewati beberapa meja karyawannya.
Dengan terpaksa Gladys berpura-pura tidur dalam gendongan Jeevan agar tidak terlalu malu dengan tatapan karyawan lainnya yang pasti menatapnya dengan perasaan cemburu.
Sampai di luar kantor, Jeevan melihat Gladys masih tenggelam dalam gendongannya dengan mata terpejam.
"Nona Gladys, buka matamu kita sudah di luar." ucap Jeevan dengan sebuah senyuman.
Perlahan Gladys membuka matanya dan melihat dirinya sudah ada di halaman di depan kantor perusahaan Jeevan.
"Cepat turunkan aku Tuan Jeevan." ucap Gladys merasa malu dengan apa yang terjadi pada dirinya.
Dengan tersenyum Jeevan menurunkan pelan Gladys dari gendongannya.
"Masuklah ke dalam mobil sekarang Nona Gladys. Dan duduklah di depan jangan duduk di belakang." ucap Jeevan saat melihat Gladys akan membuka pintu mobil belakang.
Gladys menghela nafas panjang, dengan terpaksa Gladys membukanya pintu mobil depan dan duduk di samping Jeevan.
"Pakailah sabuk pengamanmu Nona." ucap Jeevan mengingatkan Gladys yang duduk tegang dengan punggung tegak.
Gladys menganggukkan kepalanya kemudian menarik sabuk pengamannya. Namun usahanya untuk menarik sabuk pengamannya sedikit kesulitan hingga Jeevan melihatnya.
"Biar aku bantu Nona." ucap Jeevan seraya mendekati Gladys.
"Tidak perlu Tuan." ucap Gladys menghentikan gerakan Jeevan sambil terus berusaha menarik sabuk pengamannya.
"Apa masih tidak mau aku bantu?" tanya Jeevan setelah menunggu sampai Gladys uring-uringan sendiri karena masih belum bisa menarik sabun pengamannya.
"Baiklah, tapi bukan aku yang minta bantuan. Tapi anda yang menawarkan bantuan oke?" ucap Gladys tidak ingin tampak lemah di hadapan Pria gay.
Jeevan menganggukkan kepalanya dengan sabar menghadapi Gladys yang keras kepala.
Dengan menahan kesabaran Jeevan mendekatkan badannya ke tempat penarikan sabuk pengaman Gladys, hingga dada bidang Jeevan sedikit menyentuh kedua buah payudara Gladys.
Gladys memejamkan matanya merasakan detak jantungnya berdetak sangat keras, apalagi aroma mint yang menyeruak dari badan Jeevan membuat Gladys semakin mencengkram kuat kedua tangannya untuk tidak membuka matanya.
Setelah membantu Gladys memasang sabuk pengamannya Jeevan kembali duduk di tempatnya dan melihat Gladys masih duduk tegang dengan kedua matanya terpejam.
"Nona Gladys?" panggil Jeevan dengan sebuah senyuman.
"Ada apa? apa anda belum selesai memasang sabuk pengamanku?" tanya Gladys masih merasakan aroma mint Jeevan yang menusuk hidungnya.
"Sudah dari tadi aku selesai Nona Gladys." ucap Jeevan dengan menahan senyum melihat wajah Gladys yang seketika memerah.
Perlahan Gladys membuka matanya dan melihat ke arah Jeevan yang tersenyum padanya.
"Kenapa anda tersenyum? apa kita akan tetap di sini sampai besok pagi?" tanya Gladys dengan tatapan malu dan salah tingkah.
Jeevan hanya bisa tersenyum kemudian menjalankan mobilnya keluar dari halaman kantor perusahaan.
Sesuai dengan arahan Gladys, akhirnya Jeevan sampai di depan rumah kontrakan sederhana Gladys.
"Jadi kamu tinggal di sini?" tanya Jeevan dengan kening berkerut sambil melihat ke arah rumah Gladys.
Jeevan keluar dari mobil dan melihat sepasang suami istri yang sedang menata bunga.
"Tuan Jonathan?" panggil Jeevan dalam hati saat melihat jelas wajah pria yang duduk di kursi roda.