DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

KESABARAN JONATHAN



KESABARAN JONATHAN

"Apa anda yakin mengajak Tuan Jonathan bekerja di Toko bunga, Nona?" tanya Ammer setelah selesai makan sore bersama Jonathan dan Nadia.     

Nadia menganggukkan kepalanya seraya membantu membereskan piring dan gelas kotor.     

"Apa sebaiknya Tuan Jonathan berada di rumah saja, biar aku yang bekerja membantu Nona Nadia? keadaan Tuan Jonathan sangat rentan dengan dunia luar." ucap Ammer tidak tega melihat Jonathan harus bekerja keras di luar kemampuannya.     

Mendengar ucapan Ammer, Nadia menoleh ke arah Jonathan meminta pendapatnya.     

"Bagaimana menurutmu Jo? apa kamu ikut bekerja denganku atau di rumah saja?" tanya Nadia dengan wajah serius.     

Jonathan menghela nafas panjang, tidak bisa menolak keinginan Nadia. Apalagi sudah menjadi kewajibannya untuk bekerja mencari uang.     

"Aku akan bekerja bersama Nadia, Paman Ammer. Paman Ammer di rumah saja dan jangan mencemaskan aku. Aku akan baik-baik saja selama ada Nadia di sampingku." ucap Jonathan sambil melirik ke arah Nadia ingin tahu reaksi Nadia di hadapan Ammer.     

Jonathan melihat Nadia meletakkan piring yang di bawanya dan menghampirinya.     

"Paman Ammer, seperti yang di katakan Jonathan. Aku akan menjaga Jonathan dengan baik. Aku berjanji pada Paman." ucap Nadia seraya memeluk bahu Jonathan dan mengecup puncak kepala Jonathan di hadapan Ammer.     

Jonathan hanya bisa mengusap keningnya, merasa bingung dengan sikap Nadia yang selalu berubah-ubah. Namun begitu Jonathan sangat mencintai Nadia lebih dari apa pun.     

"Baiklah kalau itu sudah menjadi keputusan kalian, semoga saja kalian selalu bahagia dan saling mencintai." ucap Ammer merasakan adanya cinta di antara Nadia dan Jonathan.     

Mendengar ucapan Ammer hati Nadia merasa lega kemudian melepas pelukannya dan kembali melanjutkan pekerjaannya untuk membersihkan meja makan dan mencuci piring.     

"Paman Ammer, sebaiknya Paman Ammer istirahat. Biar aku dan Nadia yang membersihkan ini." ucap Jonathan saat melihat Ammer membantu Nadia dengan membawa piring kotor.     

Segera Nadia mengambil alih piring yang di bawa Ammer.     

"Apa yang dikatakan Jonathan benar Paman, sebaiknya Paman Ammer istirahat saja. Paman Ammer pasti capek setelah perjalanan jauh." ucap Nadia seraya memegang kedua bahu Ammer dan membawanya ke kamar yang tidak terlalu besar.     

Mendapat perhatian dari Nadia, Ammer tahu Nadia wanita yang baik. Dan Ammer tahu Nadia pasti punya alasan kenapa melarang Anne dan Darren untuk bertemu dengan Jonathan sedangkan pada dirinya tidak ada batasan.     

"Paman Ammer bisa istirahat di kamar ini. Maaf kamarnya tidak terlalu besar. Besok pagi sebelum kerja aku akan membersihkannya." ucap Nadia dengan tersenyum kemudian kembali ke dapur.     

"Jonathan? apa yang kamu lakukan?" Tanya Nadia saat melihat Jonathan sedang mencuci piring.     

Dengan cepat Nadia meraih tangan Jonathan dan membersihkannya dengan sabun kemudian mengeringkannya dengan tisu.     

"Apa yang kamu lakukan Jo, kenapa kamu mencuci piring? apa kamu tahu, hal itu bisa membuat kulitmu alergi?" ucap Nadia dengan tatapan cemas.     

"Apa kamu masih mencemaskan aku Nad? di saat bersamaan kamu juga membuatku kecewa?" tanya Jonathan berharap Nadia jujur padanya.     

"Kenapa kamu meragukan perasaanku padamu Jo? aku benar-benar mencintaimu dan merasa cemas jika terjadi sesuatu padamu. Aku bersumpah atas ibuku kalau aku sungguh-sungguh menyayangimu." ucap Nadia meletakkan tangan Jonathan di atas kepalanya.     

Jonathan menelan salivanya, merasa bingung bagaimana dia harus bersikap menghadapi Nadia dengan sikapnya yang berubah-ubah.     

"Kenapa kamu harus bersumpah Nadia, aku percaya padamu. Karena itu aku di sini bersamamu." ucap Jonathan dengan perasaan sedih, selama hidupnya tidak pernah merasakan kesedihan yang mendalam seperti yang di rasakan setelah menikah dengan Nadia.     

Nadia memeluk Jonathan dengan perasaan bersalah, bagaimana dia harus memilih antara cintanya pada Jonathan atau balas dendamnya.     

"Aku antar ke kamar ya Jo? aku harus membersihkan semua ini dulu." ucap Nadia berniat mendorong kursi roda Jonathan, tapi Jonathan menahannya.     

"Tidak Nadia, biar aku menunggumu di sini." ucap Jonathan tidak ingin membiarkan Nadia sendirian di dapur.     

Nadia tersenyum kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya sambil beberapa kali melihat wajah Jonathan yang sedang menatapnya.     

"Ada apa? kenapa menatapku seperti itu?" tanya Nadia sambil mencuci piring yang hampir selesai.     

"Hanya ingin melihatmu saja Nad." ucap Jonathan dengan tatapan dalam.     

Nadia tersenyum malu dengan wajah memerah Nadia mempercepat mencuci piringnya agar bisa beristirahat di kamar bersama Jonathan.     

Setelah selesai dengan pekerjaannya, Nadia mendekati Jonathan kemudian membawanya ke kamar.     

"Apa kamu ingin segera tidur Jo?" tanya Nadia dengan gugup dan canggung.     

Jonathan menganggukkan kepalanya berusaha menenangkan debaran di hatinya.     

"Ya Tuhan, apa aku harus mengajak Jonathan lebih dulu?" tanya Nadia dalam hati merasa ragu untuk mengajak Jonathan bercinta.     

Dengan penuh perhatian dan perasaan gugup Nadia membantu Jonathan berbaring di tempat tidur.     

Jonathan tidak berkata apa-apa selain hanya menatap wajah Nadia dengan tatapan sayu.     

Nadia semakin gugup berusaha menenangkan hatinya yang berdegup sangat kencang.     

"Jo... jangan menatapku seperti itu." ucap Nadia menjadi salah tingkah dan tidak tahu harus berbuat apa.     

"Tidurlah di sampingku Nadia, kamu tidak akan berdiri terus di situ kan?" tanya Jonathan dengan suara parau.     

"Hem...tentu tidak." ucap Nadia kemudian naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping Jonathan dengan wajah menghadap langit-langit kamar.     

Jonathan menoleh sekilas melihat Nadia yang sedang menatap langit-langit kamar dengan wajah terlihat tegang.     

Perlahan Jonathan menggenggam tangan Nadia walau tanpa bicara atau menatap Nadia.     

Nadia sedikit terkejut saat tangan Jonathan menggenggam tangannya, degup jantungnya semakin berdegup sangat keras dan bibirnya semakin terasa kelu.     

"Jonathan..."     

"Nadia..."     

Secara bersamaan Jonathan dan Nadia saling memanggil.     

"Hem...ada apa?" tanya Nadia dengan perasaan gugup.     

"Kamu... ada apa?" tanya Jonathan balik bertanya.     

"Aku merindukanmu!"     

"Aku merindukanmu!"     

Kembali mereka bicara secara bersamaan.     

Nadia memiringkan tubuhnya menghadap wajah Jonathan.     

"Maafkan aku... aku tahu kamu marah dan kecewa padaku. Sungguh aku tidak bermaksud menyakiti hatimu Jo. Aku punya alasan melakukan hal itu. Tapi aku belum bisa menceritakan apa pun padamu." ucap Nadia dengan tatapan bersalah.     

"Apa kamu tidak percaya padaku Nadia?" tanya Jonathan dengan suara parau.     

Kedua mata Nadia berkaca-kaca tidak mampu melihat kesedihan di wajah Jonathan.     

"Aku percaya padamu Jo, sangat percaya padamu. Aku sudah berusaha untuk menceritakannya padamu tapi aku masih belum bisa. Tolong beri aku waktu." ucap Nadia dengan wajah sungguh-sungguh.     

Jonathan menghela nafas panjang, bagaimana dia bisa memaksa Nadia untuk terbuka padanya kalau Nadia masih belum siap untuk menceritakannya.     

"Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk bisa menceritakannya padaku Nadia?" tanya Jonathan dengan tatapan sendu.     

"Sampai aku hamil anakmu, aku akan menceritakan semuanya padamu. Aku berjanji padamu Jo." ucap Nadia dengan tatapan penuh.     

"Baiklah, aku akan menunggu dengan sabar sampai itu waktu tiba. Sekarang kita tidur ya? bukankah besok pagi kita harus kerja." ucap Jonathan memeluk bahu Nadia dan berusaha untuk memejamkan matanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.