DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

MENCARI BAHAGIA



MENCARI BAHAGIA

"Aku membayangkan kita segera punya anak Nadia. Kita akan menjadi keluarga yang benar-benar bahagia." ucap Jonathan dengan tatapan penuh harapan.     

"Bayangan yang menyenangkan bukan?" tanya Nadia dengan tersenyum sambil membersihkan seluruh tubuh Jonathan.     

Setelah selesai membersihkan tubuh Jonathan dan mengeringkannya dengan handuk dan mengolesinya dengan handbody lotion anti alergi pada seluruh lengan dan tangan Jonathan.     

"Kamu tidak perlu sampai seperti ini Nadia, semakin kamu menjaga kulit tubuhku akan semakin rentan dengan apapun." ucap Jonathan terkadang menyesali apa yang telah terjadi pada dirinya.     

Kecelakaan yang tidak dia inginkan yang mengakibatkan kelumpuhan pada kedua kakinya dan itu tidak bisa lagi di sembuhkan. Seumur hidupnya Jonathan harus duduk di kursi roda.     

"Tidak apa-apa Jo. Apa yang aku lakukan adalah sebagian kewajibanku padamu. Sebagai kewajiban istri pada seorang suami. Jadi tidak ada alasan aku mengeluh atau menjadi suatu beban bagiku." ucap Nadia masih dengan mengolesi tangan Jonathan.     

Hati Jonathan benar-benar terharu dengan perhatian Nadia yang tanpa syarat.     

"Nah... sekarang kamu sudah harum, tinggal memakai pakaianmu." ucap Nadia mengambil kemeja yang sudah Nadia siapkan.     

Jonathan membiarkan Nadia membantunya berpakaian.     

Masih teringat dengan jelas pertama kali Nadia memakaikan celananya. Wajah cantik Nadia merah padam bahkan sering memakai kacamata hitam agar tidak melihat jelas batang miliknya.     

Jonathan tersenyum mengingat semua kenangan itu.     

"Ada apa Jo? kenapa kamu tersenyum seperti itu?" tanya Nadia dengan tatapan curiga.     

"Aku sedang mengingat masa-masa indah dengan mantan kekasihku." ucap Jonathan masih dengan sebuah senyuman.     

"Apa kamu mengingat Amanda? bukankah dia tidak tahu kita sudah menikah?" tanya Nadia dengan tatapan cemburu.     

"Kenapa kamu menyebut Amanda? bukan dia." ucap Jonathan dengan tatapan menggoda.     

"Lalu.. siapa wanita itu?" tanya Nadia dengan wajah suram dan merah padam.     

"Dia ada di hadapanku sekarang. Aku mengingat kenangan indah kita saat di awal kita bertemu dan selalu bertengkar." ucap Jonathan seraya menggenggam tangan Nadia dengan tatapan penuh cinta.     

"Tapi, bukankah kita bukan sepasang kekasih? Dulu kita bisa dianggap sebagai musuh, tapi kemudian kita menikah." ucap Nadia dengan menahan senyum.     

"Mungkin bagimu kita adalah musuh, tapi bagiku kamu adalah kekasihku karena saat pertama kali itulah aku mencintai seseorang wanita." ucap Jonathan dengan jujur membuat hati Nadia berdebar-debar indah.     

"Kamu hanya ingin menyenangkan hatiku saja kan Jo? sudahlah.. cukup, sebaiknya kita bersiap-siap untuk berangkat ke toko bunga Jean. Kalau bisa kita langsung saja kerja dan bersenang-senang di sana." ucap Nadia sudah lama tidak bertemu Jean.     

"Kita kerja dan bersenang-senang? apa maksudnya kita bekerja sambil memancing?" tanya Jonathan sangat ingat jelas saat Nadia memakai istilah bersenang-senang ternyata hanya memancing ikan.     

"Apa kamu ingin memancing Jo?" tanya Nadia seraya membantu Jonathan duduk di kursi rodanya.     

"Kalau kamu mengajakku memancing kenapa aku harus menolak? sudah lama kita tidak bersenang-senang bukan?" ucap Jonathan sambil menengadahkan wajahnya menatap wajah Nadia yang sedang mendorong kursi rodanya.     

"Baiklah setelah kita ke Toko bunga Jean kita akan pergi memancing. Mulai besok saja kita buat mulai bekerja, aku akan bicara dengan Jean nanti." ucap Nadia dengan tersenyum kemudian melihat Ammer yang sedang menanam bunga.     

"Nona Nadia, Tuan Jonathan? apa anda akan berangkat kerja hari ini?" tanya Ammer merasa bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Jonathan dan Nadia.     

"Benar Paman Ammer, kita akan pergi ke Toko bunga Jean hari ini. Tapi kita akan mulai bekerja besok. Hari ini kita akan pergi bersenang-senang. Jonathan ingin memancing ikan." ucap Nadia sambil melirik Jonathan yang sedang menatapnya dengan wajah memerah.     

"Syukurlah, seharusnya kalian harus bersenang-senang untuk menikmati awal pernikahan kalian dengan kebahagiaan." ucap Ammer merasa lega setelah beberapa hari terakhir merasa cemas atas hubungan Jonathan dan Nadia yang berselisih paham.     

"Benar Paman Ammer, aku akan membuat pernikahanku dengan Jonathan bahagia." ucap Nadia dengan tersenyum sambil mengecup pipi Jonathan.     

"Kita pergi dulu Paman Ammer." ucap Jonathan dengan wajah semakin memerah saat Nadia menciumnya di hadapan Ammer.     

Ammer menganggukkan kepalanya dengan tersenyum kemudian melanjutkan menanam bunga.     

Setelah melihat Jonathan dan Nadia pergi Amir segera menghubungi Anne.     

"Jonathan terlihat bahagia dan Nadia sudah memperhatikan Jonathan dengan baik. Kamu jangan kuatir lagi dengan hubungan mereka. Aku akan mencari tahu apa penyebab Nadia melakukan hal itu kepada kalian berdua." ucap Ammer dengan tenang.     

"Aku minta maaf padamu Ammer, karena sikap Nadia pada Jonathan. Aku tidak percaya kalau putriku sendiri berbuat seperti ini padaku. Mungkin ini hukuman dari Tuhan karena aku telah menelantarkan Nadia dari kecil." ucap Anne merasakan rasa sakit yang luar biasa.     

"Semua sudah terjadi Anne, jangan menyesali apa yang telah terjadi. Kamu tidak pernah menelantarkan Nadia kamu sudah berusaha sebaik mungkin untuk membantuku. Aku yang harusnya minta maaf kepada kalian karena telah melibatkan kalian dengan masalahku." ucap Ammer dengan perasaan sedih. Semua orang telah berkorban untuknya juga pewaris tunggalnya Jonathan.     

"Aku tidak pernah menyesali apa yang telah terjadi dulu. Aku hanya menyesali sikap Nadia yang tidak bisa membahagiakan Jonathan. Bagaimana bisa Nadia tega pada Jonathan." ucap Anne dengan perasaan sedih.     

"Aku yakin Nadia benar-benar mencintai Jonathan, ada sesuatu hal yang menghalangi Nadia hingga Nadia berbuat seperti itu. Aku akan mencari tahu, kamu tenang dan bersabarlah." ucap Ammer dengan menahan nafas menutup panggilannya.     

***     

Dengan tersenyum Nadia mendorong kursi roda Jonathan memasuki halaman Toko bunga milik Jean.     

"Kamu terlihat bahagia sekali Nadia? apa itu karena Jean? sebentar lagi kamu bertemu dengannya." ucap Jonathan dengan kedua alis terangkat.     

"Kenapa kamu berpikir seperti itu Jo?" tanya Nadia seraya menghentikan langkahnya kemudian memetik bunga mawar yang ada banyak di halaman Toko bunga Jean.     

"Aku hanya berpikir saja, apa tidak boleh? Apa bunga mawar itu untuk Jean?" tanya Jonathan sambil melihat setangkai bunga mawar yang ada di tangan Nadia.     

"Yang kamu pikirkan itu adalah rasa cemburu Jo! dan bunga mawar ini bukan untuk Jean. Tapi untuk suamiku yang tampan dan pencemburu." ucap Nadia dengan tersenyum memberikan setangkai bunga mawar pada Jonathan.     

"Sudah ketiga kali ini kamu memberikan aku bunga mawar Nad." ucap Jonathan dengan hati di penuhi kebahagiaan.     

"Jangan menghitung berapa bunga yang akan aku berikan padamu suamiku tersayang? karena mulai besok, aku akan memberikannya padamu setiap hari." ucap Nadia dengan tatapan menggoda melanjutkan lagi mendorong kursi roda Jonathan ke rumah kaca Jean.     

"Permisi!! selamat pagi Jean?" sapa Nadia setelah mengetuk dan membuka pintu rumah kaca Jean.     

"Nadia? Jonathan? aku pikir kalian hanya bercanda untuk datang ke sini? aku sudah menunggu kalian dari tadi." ucap Jean dengan perasaan gugup.     

"Jean? kamu kurus sekali sekarang?" tanya Nadia dengan tatapan tak percaya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.