DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

UNDANGAN TUAN MARK



UNDANGAN TUAN MARK

"Kamu bisa lihat kan Nadia? walau aku di suruh istirahat di rumah tapi aku tetap mendapat tugas sebanyak ini!" ucap Gladys sambil menatap laptopnya dengan tatapan kesal.     

"Sudahlah Gladys, kalau kamu tidak mampu menerima dua pekerjaan itu...kenapa kamu tidak bilang saja terus terang pada Tuan Jeevan. Pasti dia akan mengerti, kamu bisa memilih salah satu dari pekerjaan itu." ucap Nadia memberi saran yang terbaik untuk Gladys.     

"Aku sudah mengatakan hal itu pada Tuan Jeevan, tapi kamu tidak tahu di balik wajah tenangnya dia... keras kepalanya melebihi daripada aku." ucap Gladys sambil meremas kertas yang ada di hadapannya.     

"Ouh!sama seperti suamiku ya? keras kepala sekali." ucap Nadia sambil melihat ke arah Jonathan dengan wajah merah padam.     

"Kenapa jadi aku yang kalian bicarakan di sini? sebaiknya aku keluar saja, lebih baik aku membantu Paman Ammer." ucap Jonathan mengusap tengkuk lehernya dan mendorong kursi rodanya keluar dari kamar Gladys.     

Nadia dan Gladys tertawa melihat Jonathan yang tidak tahan dengan godaan mereka.     

"Nadia, kamu masih suka mengganggu Tuan Jonathan ya? apa kamu lupa kalau Tuan Jonathan sudah menjadi suami kamu." ucap Gladys dengan tatapan melotot.     

"Tidak apa-apa, aku senang setiap melihat wajahnya yang merah padam. Sungguh menggemaskan." ucap Nadia dengan tersenyum tipis.     

"Hubungan kalian sudah terlihat membaik. Aku senang melihatnya, semoga kamu sudah melupakan balas dendammu." ucap Gladys sambil menutup laptopnya.     

Nadia menggelengkan kepalanya.     

"Tidak semudah itu aku melupakannya Glad." ucap Nadia dengan nafas tertahan.     

Gladys menegakkan punggungnya dan menatap Nadia dengan tatapan kecewa.     

"Jadi kamu masih meneruskan dendammu itu Nadia? apa kamu tidak tahu bagaimana cintanya Tuan Jonathan padamu? kenapa kamu tidak melupakan saja dendammu itu Nadia." ucap Gladys dengan wajah serius.     

"Aku tahu itu Glad, aku tahu Jonathan sangat mencintaiku. Aku juga sangat mencintainya. Tapi aku tidak bisa berhenti sebelum melihat orang tua Jonathan menderita seperti yang di rasakan oleh orang tuaku." ucap Nadia dengan suara lirih.     

"Tenyata kamu keras kepala sekali Nadia, aku yakin kamu akan menyesal setelah kamu melakukan hal itu. Kamu terlalu kaku untuk melihat ke hal yang lebih dalam." ucap Gladys dengan perasaan sedih melihat keras kepalanya Nadia.     

"Aku hanya bisa mengingat kesedihan ibuku saja Glad. Kamu tidak tahu bagaimana saat melihat kematian ibuku." ucap Nadia dengan kedua matanya berkaca-kaca.     

"Aku mengerti perasaanmu Nadia, aku merasakan kesedihan kamu. Tapi kamu harus tahu Jonathan sama sekali tidak bersalah. Kenapa kamu harus menghukumnya juga. Dia suamimu Nadia." ucap Gladys ingin menangis merasa kasihan pada Jonathan.     

"Aku tidak punya jalan lain untuk melawan orang tua Jonathan selain menyakiti Jonathan." ucap Nadia seraya mengusap air matanya.     

"Entahlah Nadia, aku tidak bisa bilang apa lagi padamu. Yang pasti aku takut kamu akan menyesali dengan semua yang kamu lakukan." ucap Gladys sambil menggenggam tangan Nadia. Sudah berulang kali Gladys membujuk Nadia untuk melupakan balas dendamnya tapi tetap saja hal itu tidak merubah keinginan Nadia.     

"Semoga aku tidak akan menyesali apa yang sudah aku lakukan Glad." ucap Nadia seraya mengambil nafas panjang.     

"Semoga saja." ucap Gladys tidak bisa berkata apa-apa lagi.     

"Maafkan aku Glad, aku harus pergi. Hari ini aku sudah mulai kerja di tempat Jean. Dan kamu jaga kesehatan jangan terlalu bekerja keras." ucap Nadia bangun dari duduknya kemudian pergi meninggalkan Gladys yang terdiam di tempatnya.     

"Rumit!!! aku tidak habis pikir, kenapa Nadia tidak langsung saja menemui orang tua Jonathan dan meminta pertanggungjawaban atas kematian ibunya. Dan Paman Ammer, jika dia Ayahnya Nadia kenapa hanya diam saja? kenapa tidak langsung mengakui Nadia sebagai putrinya." ucap Gladys sambil mengusap tengkuk lehernya.     

"Asshh!! semoga saja Nadia menyadari sikapnya sebelum semuanya terlambat." ucap Gladys dalam hati berniat keluar untuk mencari udara segar.     

"Ceklek"     

Gladys membuka pintu tepat ada seseorang yang berdiri di hadapannya.     

"Anda??! ada apa pagi-pagi anda datang ke sini?!" tanya Gladys dengan wajah kesal. Karena pria yang ada di hadapannya, dia tidak bisa istirahat dengan tenang. Pekerjaan yang di berikan Jeevan padanya membuat hatinya semakin kesal.     

"Aku ke sini menjemputmu atas permintaan Ayah. Bersiap-siaplah, Ayah mengundangmu untuk sarapan pagi sekaligus membahas tentang pertunangan kita." ucap Jeevan dengan wajah terlihat tenang.     

Gladys menelan salivanya sangat terkejut mendengar ucapan Jeevan yang sangat mendadak.     

"Apa maksud Tuan Jeevan? apa ini tidak terlalu mendadak? apa kita harus bertunangan dalam waktu dekat ini?! Ya Tuhan! Tuan Jeevan, aku harus bagaimana sekarang?" tanya Gladys sudah terlanjur menerima kesepakatan Jeevan untuk menjadi kekasih bohongan Jeevan.     

"Kenapa masih bertanya aku harus bagaimana? kamu harus bersiap-siap dan ikut denganku. Aku menunggumu di mobil, jangan terlalu lama." ucap Jeevan dengan tenang tapi sudah membuat Gladys tak berkutik selain menuruti apa kata Jeevan.     

"Mantra apa yang di pakai Tuan Jeevan? kenapa aku tidak bisa menolak setiap dia memberi perintah padaku?!" tanya Gladys dalam hati sambil berjalan ke kamar mandi untuk segera mandi dan bersiap-siap.     

Tidak membutuhkan waktu lama Gladys sudah berpakaian rapi dan pergi keluar menemui Jeevan yang sudah menunggunya di mobil.     

"Tidak menunggu lama kan Tuan Jeevan?" tanya Gladys setelah membuka pintu mobil.     

"Tidak sia-sia aku memilih kamu jadi sekretaris pribadiku." ucap Jeevan dengan tersenyum kemudian menjalankan mobilnya keluar dari halaman rumah Gladys.     

Gladys menghela nafas panjang, berusaha untuk tetap tenang sambil melihat ke arah pinggir jalan.     

"Apa kamu merasa gugup?" tanya Jeevan sambil menoleh ke arah Gladys yang tenggelam dalam lamunan.     

"Sedikit, rasa gugupku karena aku akan berbohong pada Tuan Mark dengan sandiwara kita." ucap Gladys dengan menatap Jeevan sekilas kemudian tenggelam lagi dalam lamunannya.     

Jeevan terdiam, tidak bisa berkata apa-apa selain hanya diam.     

"Kenapa anda tidak berterus saja pada Tuan Mark kalau anda tidak normal." ucap Gladys dengan tatapan penuh.     

"Kamu bilang aku tidak normal? apa kamu bisa membedakan pria normal dan tidak normal? aku akan menunjukkan padamkan, aku pria normal atau tidak!" ucap Jeevan dengan rahang mengeraskan menghentikan mobilnya di pinggir jalan.     

Tanpa meminta izin pada Gladys lagi Jeevan menarik kuat lengan Gladys dan mencium kasar bibir bawah Gladys dengan intens.     

Wajah Gladys merah padam dan sangat terkejut dengan apa yang di lakukan Jeevan. Dengan cepat Gladys mendorong keras dada Jeevan dengan kedua tangannya.     

"PLAKK!!"     

"Apa anda lakukan?!! maaf aku bukan wanita murahan seperti kekasih anda yang tidak tahu malu itu!!" ucap Gladys dengan cepat keluar dari mobil dan berjalan cepat menjauh dari pandangan Jeevan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.