CIUMAN KEDUA
CIUMAN KEDUA
Jeevan menghela nafas panjang tidak bisa mengusir Gladys dari kamarnya.
"Nona Gladys berikan aku bantal satu." ucap Jeevan seraya menepuk bahu Gladys.
Gladys menyingkap selimutnya menatap wajah Jeevan yang terlihat memelas.
"Kenapa anda tidak tidur di kamar lain saja?" ucap Gladys dengan tatapan penuh.
"Aku tidak mungkin tidur di kamar lain Nona Gladys. Ayah pasti sudah merencanakan agar kita tidur di kamar ini." ucap Jeevan seraya mengambil bantal satu dan mendekap di dadanya.
"Lalu Tuan Jeevan mau tidur di mana?" tanya Gladys dengan kedua alis terangkat.
"Anda bertanya seperti itu, apa anda peduli padaku?" tanya Jeevan dengan wajah suram kemudian mengambil selimut yang ada di dalam almari kemudian menggelarnya di lantai untuk alas tidur.
Dengan satu bantal Jeevan tidur di lantai beralaskan selimut. Dan memejamkan tanpa memperdulikan Gladys yang menatapnya dengan tatapan rumit.
"Kenapa Tuan Jeevan malah tidur dibawah? Kenapa tidak di kamar yang lain saja? Bukankah Tuan Mark tidak akan tahu? Aaahh!! masa bodoh! biar saja! Bukankah dia sendiri yang ingin tidur dilantai." ucap Gladys berusaha tidak peduli pada Jeevan.
Sambil memeluk guling Gladys berusaha memejamkan matanya untuk segera tidur. Tapi, entah kenapa pikiran dan hatinya merasa terganggu dengan Jeevan yang tidur di lantai.
Dengan perasaan kesal akhirnya Gladys turun dari tempat tidur dan mendekati Jeevan.
"Tuan Jeevan!" panggil Gladys seraya menyentuh lengan Jeevan. Gladys sedikit terkejut saat merasakan panas menyengat di telapak tangannya saat menyentuh kulit lengan Jeevan.
"Lihat!! sekarang anda demam tinggi lagi. Inilah akibatnya kalau memaksakan diri keluar malam. Sudah tahu masih sakit tetap saja keluar menemui Ivan." ucap Gladys dengan menggerutu merasa kesal dengan Jeevan yang tidak peduli dengan kesehatannya sendiri.
"Sebaiknya aku biarkan saja, biar tahu rasa bagaimana sekarang kalau sakit. Apa Ivan yang akan merawat?!" ucap Gladys kembali naik ke atas tempat tidur untuk melanjutkan tidurnya.
Kembali Gladys memejamkan matanya agar bisa secepatnya tidur tapi tetap saja matanya tidak bisa terpejam. Gladys merubah posisi tidurnya dengan tidur miring sambil melihat ke arah Jeevan yang tidur gelisah.
Gladys menegakkan punggungnya saat melihat Jeevan menggigil kedinginan.
"Kalau aku tidak membantunya sekarang, bagaimana besok Tuan Jeevan bisa tunangan? apa Tuan Mark akan marah padaku kalau tahu Tuan Jeevan sakit dan aku membiarkannya?" tanya Gladys dalam hati sambil menggigit bibir bawahnya.
"Apa sebaiknya aku menolongnya dan memberinya obat?" tanya Gladys merasa ragu untuk menolong Jeevan.
"Ya sudahlah, demi menolong sesama manusia. Orang baik mendapat pahala." ucap Gladys kemudian turun dari tempat tidur dan kembali mendekati Jeevan.
"Tuan Jeevan, bangunlah Tuan Jeevan." ucap Gladys seraya menepuk pelan pipi Jeevan agar bangun dan pindah tidur di tempat tidur.
Merasakan ada sesuatu yang menyentuh pipinya perlahan Jeevan membuka matanya dan tiba-tiba menepis tangan Gladys dengan wajah memerah dan berkaca-kaca..
"Ada apa? kenapa kamu menyentuhku?! pergi! aku tidak mau melihatmu lagi!! aku tidak akan pernah membutuhkan wanita sepertimu! kamu tidak pantas mendapat cintaku!! pergi! pergilah dari hadapanku!!" ucap Jeevan dengan kedua matanya setengah terpejam mendorong Gladys dengan tubuh lemas.
Mendapat perlakuan dari Jeevan yang terlihat marah, Gladys cukup sangat terkejut tidak seperti biasanya Jeevan sampai seperti itu padanya.
"Tuan Jeevan sadarlah!! sadarlah Tuan Jeevan! ini aku Gladys, ada apa dengan anda? Tuan Jeevan!" ucap Gladys meraih tangan Jeevan dan menggenggamnya.
Melihat keadaan Jeevan yang menyedihkan membuat Gladys merasa iba dan memeluk Jeevan agar tenang.
"Pergi...Pergilah, aku tidak membutuhkanmu." ucap Jeevan dengan tubuh lemas dan menggigil kedinginan membiarkan Gladys memeluknya.
"Tuan Jeevan, sadarlah...aku bantu anda tidur di atas." ucap Gladys tidak mengerti apa yang terjadi pada Jeevan. Setiap kali demam tinggi selalu mengigau seolah-olah marah dengan seseorang dan ternyata seseorang itu seorang wanita.
Dengan sekuat tenaga, Gladys mengangkat tubuh Jeevan dan membaringkannya di tempat tidur.
Setelah Jeevan berbaring di tempat tidur segera Gladys pergi ke kamar mandi mengambil segayung air dan handuk kecil miliknya untuk mengompres kening Jeevan.
Dengan penuh perhatian Gladys mengompres kening Jeevan secara berulang-ulang dan tanpa berhenti.
"Sudah jam berapa sekarang? sebaiknya aku memberi obat pada Tuan Jeevan." ucap Gladys sambil meraba kening Jeevan.
"Masih hangat." ucap Gladys segera bangun dari tempatnya untuk mengambil obat dan segelas air putih.
Sambil membawa segelas air putih dan obat yang di letakkan di samping tempat tidur, Gladys menyentuh wajah Jeevan.
"Tuan Jeevan... Tuan Jeevan." panggil Gladys berulang-ulang hinggap Jeevan membuka matanya.
Jeevan mengusap kedua matanya sedikit bingung saat menyadari dia tidur di tempat tidur. Jeevan menatap Gladys dengan tatapan tak mengerti.
"Kenapa aku bisa ada di sini? apa anda yang memindahkan aku ke sini?" tanya Jeevan sambil memegang kepalanya yang terasa berat dan pusing.
"Minumlah dulu obatnya, agar anda cepat sembuh." ucap Gladys seraya memberikan obat pada Jeevan.
Tanpa membantah ucapan Gladys, Jeevan menerima obatnya dan segera menelannya bersamaan dengan Gladys membantunya meneguk air putih yang di bawa Gladys.
"Terima kasih, sekarang jawab pertanyaanku. Apa anda yang memindahkan aku ke sini?" tanya Jeevan dengan tatapan penuh.
Gladys menganggukkan kepalanya sambil meletakkan gelas di atas meja.
"Kenapa? bukankah anda sudah tidur di tempat ini? apa anda tidur semalaman?" tanya Jeevan dengan wajah serius ingin tahu alasan Gladys yang selalu menolongnya.
"Karena aku wanita yang baik, aku tidak tega melihat orang lain menderita." ucap Gladys menyindir Jeevan yang sudah mengatakan kalau membenci wanita.
"Benarkah? bukankah anda memanfaatkan aku saja? anda melakukan hal ini karena sudah bersepakat denganku untuk mendapat gaji lima kali lipat bukan? anda tidak benar-benar ingin membantuku?" ucap Jeevan dengan tatapan dalam berharap Gladys memberikan alasan yang bisa membuatnya berubah pandangan tentang seorang Gladys.
Gladys menatap Jeevan dengan kedua alis terangkat.
"Bolehkah aku mencekik anda agar anda pingsan lagi?? anda sama sekali tidak tahu terima kasih, sudah di tolong malah punya pikiran seperti itu! anda benar-benar menyebalkan!" ucap Gladys bangun dari duduknya hendak beranjak pergi namun tangan Jeevan menarik tangannya dengan sangat kuat hingga tubuhnya terjerembab di atas dada Jeevan dengan bibirnya menyentuh bibir Jeevan yang masih terasa hangat.
Kedua mata Jeevan dan Gladys saling pandang dengan posisi bibir masih saling menyatu.
Entah dorongan apa tiba-tiba Jeevan melumat bibir bawah Gladys dengan perasaan penuh hasrat dan hati berdebar-debar.