MASA LALU JEEVAN
MASA LALU JEEVAN
Gladys terpaku diam, kemudian tersadar kalau Jeevan kembali mencium bibirnya untuk yang kedua kalinya.
"PLAKKK!"
"Anda jangan memanfaatkan keadaan anda yang sedang sakit ya!! apa anda pikir aku senang dengan ciuman anda yang tidak enak sama sekali itu?!!" tanya Gladys sambil mengusap bibirnya yang basah bekas terkena ciuman Jeevan.
Jeevan hanya menelan salivanya sambil mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan Gladys yang kedua kalinya.
"Ingat Tuan Jeevan, jangan lagi di ulang untuk yang ketiga kalinya." ucap Gladys kemudian pergi meninggalkan Jeevan yang masih terbengong di tempatnya.
"Kenapa aku juga menciumnya? sudah tahu dia seperti harimau betina kalau sedang marah." ucap Jeevan dalam hati dengan tatapan kosong merasakan ciuman pertama pada seorang wanita yaitu pada Gladys.
Dengan perasaan kesal Gladys pergi ke dapur mengambil segelas air putih dan meneguknya hingga habis tak tersisa.
"Benar-benar sangat menyebalkan! bagaimana bisa dia seenaknya sendiri selalu mencium bibirku! Apa dia mengira bibirku seperti bibir Ivan?!!" Ucap Gladys seraya meremas gelas yang ada di tangannya.
"Lihat saja kalau dia mencium bibirku untuk yang ketiga kalinya!! aku pasti akan memukul wajahnya sampai babak belur!" ucap Gladys meletakkan gelasnya di atas meja sambil berkacak pinggang.
"Gladys? ada apa kamu di dapur? Apa kamu tidak bersiap-siap untuk acara pertunangan kamu?" Tanya Tuan Mark tiba-tiba sudah berdiri di pintu dapur.
"Tuan Mark? anda sudah bangun? aku ke sini untuk mengambil air putih di kamar air putihnya sudah habis. Tuan Mark sendiri kenapa ada di sini?" tanya Gladys sambil mengusap tengkuk lehernya.
"Aku sudah terbiasa bangun pagi dan membuat kopi sendiri karena istriku tidak ada di sini. Bagaimana lagi kalau punya istri yang tidak mencintai keluarganya." Ucap Tuan Mark dengan tersenyum seraya mengambil cangkir untuk membuat kopi.
"Biar aku yang membuatkan kopi untuk Tuan." Ucap Gladys seraya mengambil alih cangkir yang ada di tangan Tuan Mark.
"Terima kasih Gladys, kamu gadis yang baik semoga saja setelah dia menikah denganmu kehidupan Jeevan akan kembali normal. Aku tidak tahu apa penyebab Jeevan menjadi seperti itu. Mungkin karena pengaruh dari ibunya yang telah tega meninggalkannya. Kabar burung tentang hubungan Jeevan dan Ivan sangat menyakitkan hatiku, tapi aku percaya kalau Jeevan masih bisa aku selamatkan dengan menikahkan kamu dengannya." Ucap Tuan Mark dengan wajah terlihat sedih.
Gladys mengangkat wajahnya menatap Tuan Mark dengan tatapan tak berkedip. Sambil meletakkan kopi yang sudah di buatnya di atas meja, Gladys duduk di samping Tuan Mark.
"Apa Tuan Mark tahu disetiap Tuan Jeevan mengalami demam tinggi dia selalu mengigau tentang kebenciannya pada seseorang. Dan ternyata seseorang itu adalah seorang wanita. Apa Tuan Jeevan pernah di lukai oleh seorang wanita?" tanya Gladys merasa penasaran dengan kehidupan Jeevan.
Tuan Mark menghela nafas panjang sambil mengusap wajahnya.
"Mungkin rasa trauma tentang Ibunya masih belum hilang di hati Jeevan. Saat itu Jeevan dalam keadaan sakit ingin sekali di tunggui ibunya di rumah sakit. Tapi ibunya lebih memilih pergi dengan seorang pria lain dan meninggalkan Jeevan sampai sekarang. Di saat Jeevan menginjak dewasa dia punya kekasih dan hatinya kembali terluka. Kekasihnya meninggalkan Jeevan tahu Jeevan punya trauma akut tentang ibunya." ucap Tuan Mark dengan kedua matanya berkaca-kaca.
"Mungkin hal itu yang menyebabkan Jeevan memilih jalan hidupnya seperti itu. Aku sudah berusaha keras menghentikannya. Bahkan aku sering menghajarnya setiap aku mendengar hal itu dan Jeevan sama sekali tidak melawanku. Sepertinya hati Jeevan sudah mati untuk wanita." ucap Tuan Mark seraya mengusap air matanya.
Mendengar cerita Tuan Mark tentang Jeevan membuat hati Gladys mulai tersentuh dengan masa lalu Jeevan yang sangat menyedihkan.
"Apa Tuan Mark sudah pernah mencoba untuk mengenalkan beberapa wanita yang baik pada Tuan Jeevan agar Tuan Jeevan bisa kembali ke jalan yang benar?" tanya Gladys dengan wajah serius.
"Aku sudah beberapa kali melakukannya dengan menjodohkan Jeevan dengan putri beberapa temanku. Tapi tidak ada satupun di antara mereka yang bisa mendapatkan hati Jeevan. Jeevan masih saja tetap kembali pada foto model itu, seolah-olah foto model itu sudah menguasai hati Jeevan. Jeevan selalu menuruti apa kata foto model itu." ucap Tuan Mark dengan wajah penuh rasa kecewa.
Gladys terdiam tidak bisa berkata apa-apa karena pada kenyataannya dia sudah melihat sendiri bagaimana patuhnya Jeevan pada Ivan.
"Tapi apa kamu tahu Gladys, sekarang aku merasa lega Jeevan sudah mau bertunangan denganmu bahkan mau menikah denganmu. Menurutku hal itu sudah kemajuan pesat pada diri Jeevan sudah punya kekasih seperti kamu. Semoga saja dengan adanya kamu di sampingnya Jeevan bisa kembali normal." ucap Tuan Mark dengan tatapan penuh harapan.
Kembali Gladys menghela nafas panjang menatap penuh wajah Tuan Mark.
"Anda tidak tahu Tuan Mark, kalau hati dan perasaan Jeevan masih di tempat yang sama. Hubunganku dengan Tuan Jeevan sebenarnya tidak pernah ada. Pertunangan dan pernikahan yang akan terjadi sebentar lagi hanyalah sandiwara untuk menutupi hubungan Jeevan dengan Ivan. Semua ini dilakukan Jeevan demi Tuan Mark agar tidak bersedih lagi." ucap Gladys dalam hati ikut prihatin dengan masalah intern keluarga Tuan Mark.
"Kenapa kamu diam saja Gladys? kamu tidak berubah pikiran kan?" tanya Tuan Mark dengan tatapan serius.
Gladys menegakkan punggungnya kemudian menggenggam tangan Tuan Mark.
"Tuan Mark jangan kuatir, aku tidak akan berubah pikiran." ucap Gladys dengan sebuah senyuman berharap bisa menenangkan hati Tuan Mark.
"Terima kasih Gladys, aku percaya padamu. Sekarang bersiap-siaplah untuk pertunangan kalian. Aku sudah mempersiapkan konferensi pers, kalian akan bertunangan di depan umum dan juga mengumumkan pernikahan kalian." ucap Tuan Mark seraya bangun dari duduknya.
Gladys menganggukkan kepalanya ikut berdiri dari tempatnya dan pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap mandi dan menunggu perias yang sudah berjanji datang pagi.
Saat masuk ke kamarnya Gladys melihat Jeevan sedang bicara dengan serius seseorang di telepon.
Wajah Jeevan terlihat tegang dengan wajah memerah.
Sayup-sayup terdengar suara Jeevan yang terlihat membela seseorang.
"Dengarkan aku Ivan, sudah aku katakan jangan keluar rumah atau melihat media apapun. Dan aku ingatkan padamu jangan melakukan hal yang bodoh yang bisa membuat Ayah curiga." ucap Jeevan dengan menahan nafas merasa kesulitan menenangkan hati Ivan jika sudah cemburu.
"Aku tidak peduli dengan apa yang kamu ucapkan Jeevan. Aku akan memberi perhitungan pada gadis kampung itu! kamu tenang saja, Ayah kamu tidak akan tahu kalau aku yang membuat masalah pada gadis kampung itu." ucap Ivan dengan perasaan kesal menutup panggilannya.