DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

HATI DAN JIWA YANG SAKIT



HATI DAN JIWA YANG SAKIT

Di Apartemen pribadi Jeevan...     

Gladys mengkerutkan keningnya saat keluar dari mobil. Jeevan tidak membawanya ke rumah besar atau ke rumahnya. Tapi di sebuah rumah yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.     

Sebuah rumah yang bergaya Jepang dengan banyak pohon-pohon sakura di sekeliling halaman rumah.     

"Kita ada dimana Tuan Jeevan? anda tidak berniat menculikku kan?" tanya Gladys dengan kedua alis terangkat.     

"Kenapa kamu berkata seperti itu? apa mungkin aku menculik calon istriku sendiri?" ucap Jeevan dengan wajah serius membuka pintu dan masuk ke dalam rumahnya.     

Gladys menelan salivanya tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Jeevan. Sangat yakin sekali kalau dia adalah calon istrinya.     

"Jadi ini rumah siapa ? aku tidak pernah ke sini sebelumnya?" ucap Gladys dengan pandangan takjub saat masuk ke dalam rumah.     

Gaya rumah Jeevan benar-benar bergaya Jepang. Bahkan semua perabotan yang ada di dalamnya, semuanya bergaya Jepang.     

"Apa ini rumah anda Tuan Jeevan?" tanya Gladys mengulangi pertanyaannya sambil mendekati Jeevan dengan pakaian dan badan yang masih basah oleh kotoran sisa-sisa cairan telor busuk yang sudah melekat di pakaiannya.     

"Bukan rumahku tapi rumah kita. Sekarang bersihkan dirimu di kamar besar itu. Aku akan mandi di kamar atas." ucap Jeevan dengan sangat mudah menjawab pertanyaannya.     

"Hem... rumah kita?? anda sangat yakin sekali kalau aku akan menjadi istrimu Tuan. Apa anda tahu? dengan kita bertunangan saja, kita sudah di serang seperti ini! apalagi kalau kita menikah?!" ucap Gladys dengan wajah kesal.     

"Bukankah tadi aku melindungimu Nona Gladys? apakah itu tidak cukup bagimu?" tanya Jeevan seraya masuk ke dalam kamar besar dan mengambil dua handuk bersih. Satu handuk Jeevan berikan pada Gladys.     

"Hem...hari ini masih untung kita di serang pakai telor busuk. Bagaimana kalau ke depannya kita di lempar pisau? apa anda masih yakin tetap melindungiku?!!" tanya Gladys sambil menerima handuk dari Jeevan.     

"Maaf Nona Gladys aku rasa aku tidak perlu menjawabmu saat ini. Aku tidak perlu banyak kata, kita lihat saja nanti seandainya itu terjadi apa yang kulakukan. Sekarang biarkan aku mandi dulu dan jangan banyak pertanyaan." ucap Jeevan sudah sangat stress dengan apa yang terjadi. Pasti Ayahnya saat ini sudah menyelidiki tentang masalah yang terjadi.     

"Aku harus segera menghubungi Ivan untuk meninggalkan kota untuk sementara sebelum Ayah mengetahui semuanya." ucap Jeevan dalam hati sambil berjalan naik lantai atas untuk membersikan badannya.     

Gladys menghembuskan napasnya dengan sangat keras merasa kesal dengan jawaban Jeevan.     

"Jawaban yang sama sekali tidak meyakinkan dan meragukan. Tentu saja dia tidak bisa menjawabnya karena hatinya masih untuk Ivan, pria cantik itu!" ucap Gladys dengan wajah suram meletakkan tasnya di atas tempat tidur.     

Masih dengan perasaan kesal Gladys mengambil ponselnya untuk menghubungi Nadia.     

"Saat ini pasti Nadia cemas dengan keadaanku." ucap Gladys sambil melihat ponselnya.     

"Banyak sekali Nadia menghubungiku? dia pasti benar-benar mencemaskan aku." ucap Gladys sambil menekan tombol panggilan pada Nadia.     

"Hallo... Nadia??" panggil Gladys saat Nadia menerima panggilannya.     

"Gladys!! kamu...kamu di mana sekarang?! apa kamu baik-baik saja? Tuan Jeevan bagaimana? dia baik-baik juga kan?" tanya Nadia dengan banyak pertanyaan.     

"Aku baik-baik saja Nadia, aku ada di rumah Tuan Jeevan yang lain. Kamu tidak perlu bertanya tentang Tuan Jeevan, dia tidak apa-apa." ucap Gladys seraya berdiri di pinggir jendela sambil melihat pemandangan taman di hadapannya.     

"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja, dari tad aku merasa cemas. Sungguh tega benar orang yang telah melakukan hal itu pada kalian berdua. Pasti itu ulah Ivan yang cemburu padamu." ucap Nadia dengan sangat yakin.     

"Aku juga berpikir seperti itu Nadia, tidak mungkin kalau orang lain. Pasti orang-orang itu suruhan Ivan untuk membuatku malu." ucap Gladys dengan wajah kesal.     

"Sudahlah Glad, yang terpenting tidak terjadi sesuatu padamu. Dan lagi Tuan Jeevan akan selalu melindungimu kan?" ucap Nadia dengan tersenyum.     

"Jangan bicara seperti itu lagi Nadia, bagaimana dia akan melindungiku kalau yang ingin menyakitiku adalah kekasihnya! pastilah dia membela Ivan!! benar-benar keduanya manusia yang tidak normal!" ucap Gladys sambil menoleh ke belakang saat mendengar suara deheman seseorang.     

Gladys menelan salivanya saat melihat Jeevan sudah berdiri tepat di belakangnya dengan kedua alis terangkat.     

"Nadia, kita lanjutkan lagi nanti." ucap Gladys menutup panggilannya sambil mengutuk dirinya sendiri yang selalu ketahuan Jeevan di saat membicarakan hal yang jelek.     

"Teruskan saja membicarakan hal yang jelek calon suami pada orang lain." ucap Jeevan dengan wajah kesal.     

"Aku tidak bicara hal yang jelek tapi aku bicara kenyataannya, dan aku bicara bukan pada orang lain aku bicara pada saudaraku." ucap Gladys membela dirinya sendiri kemudian masuk ke dalam kamar mandi menghindari kemarahan Jeevan.     

Jeevan menghela nafas panjang, tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Hidupnya terasa benar-benar hancur tanpa ada yang peduli pada rasa sakit hati dan jiwanya.     

Jiwa Jeevan benar-benar sakit dan tidak sanggup untuk bersandiwara tegar di hadapan semua orang.     

Rasa sakit pada ibunya juga pada mantan kekasihnya benar-benar telah menorehkan luka yang sangat dalam. Luka yang tidak bisa sembuh, bahkan sanggup merubah dirinya menjadi laki-laki yang dingin pada rasanya cinta yang sesungguhnya.     

Mendengar ucapan Gladys yang selalu menyakiti hatinya membuat Jeevan semakin terpuruk dalam rasa putus asa.     

Dengan hati yang merasa sepi, Jeevan keluar rumah dan pergi ke hotel di mana Ivan sudah menunggunya.     

Hanya Ivan yang mengerti keadaannya yang selalu mampu membuatnya melupakan hati dan jiwanya yang sedang sakit.     

Di dalam kamar hotel yang sangat mewah Jeevan menenggelamkan rasa sedih dan kecewanya dalam pelukan dan desahan Ivan.     

Semua masalah dalam hidupnya Jeevan lepaskan pada luapan bercinta bersama Ivan.     

"Aasshh!!... Asshhh... Jeevan, kamu sangat tangguh sayang. Sungguh aku tidak bisa melepasmu. Aku tidak rela kamu menjadi milik wanita kampung itu, aku pasti akan menghabisinya." ucap Ivan disela-sela puncak klimaksnya.     

Mendengar ucapan Ivan segera Jeevan melepas pelukannya.     

"Sudah aku katakan jangan mendekati Gladys atau menyakitinya. Dia tidak ada hubungannya dengan kita. Dia telah menolongku dari kemarahan Ayahku." ucap Jeevan dengan wajah berubah dingin.     

"Aaakkkhhh!! persetan dengan Ayah kamu Jeevan!!! kenapa kamu tidak pergi saja dari rumah! kita sudah dewasa, kita sudah punya pekerjaan! apa lagi yang kamu cemaskan?! tinggalkan saja Ayah kamu!!" ucap Ivan dengan berteriak merasa kesal pada orang tua Jeevan dan Gladys yang menghalangi hubungannya dengan Jeevan.     

"BUUUKKK!"     

Jeevan memukul keras perut Ivan.     

"Jaga bicaramu tentang Ayahku!! aku masih diam saat kamu ingin menyakiti Gladys! tapi tidak pada Ayahku!" ucap Jeevan dengan wajah kesal memakai pakaiannya dan pergi meninggalkan hotel.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.