PERASAAN KECEWA JEEVAN
PERASAAN KECEWA JEEVAN
Wajah Jeevan dan Gladys seketika memerah mendengar candaan Dokter.
"Emm... aku rasa tidak Dokter, aku akan tetap menjaga Ayah di sini." ucap Jeevan seraya mengusap tengkuk lehernya.
Mendengar ucapan Jeevan, Gladys menarik kuat lengan Jeevan dan tersenyum pada Dokter.
"Terima kasih atas perhatiannya Dokter, mungkin kita berdua membutuhkan waktu untuk melakukan hal itu. Dan kami meminta tolong salah satu perawat untuk menjaga Tuan Mark." ucap Gladys sangat berterima kasih pada niat baik Dokter untuk menjaga Tuan Mark.
"Baiklah aku akan meminta salah satu perawat untuk menjaga Tuan Mark selama kalian berdua honeymoon." ucap Dokter dengan tersenyum kemudian meninggalkan Jeevan dan Gladys.
Jeevan mengusap tengkuk lehernya tidak tahu harus berkata apa setelah Dokter pergi.
"Apa maksudmu dengan kita melakukan hal itu? apa kita juga harus pergi honeymoon?" tanya Jeevan tak mengerti dengan maksud ucapan Gladys.
Gladys terdiam kemudian menatap Jeevan.
"Kenapa kamu masukkan hati ucapanku? aku tidak mengatakan kita pergi honeymoon. Aku hanya ingin kamu istirahat saja. Kita bisa pulang ke rumah, melanjutkan aktifitas seperti biasanya setelah itu kita bisa melihat keadaan Tuan Mark setiap saat." ucap Gladys menjelaskan apa yang di pikirkannya.
"Oh... begitu." ucap Jeevan tidak mengatakan apa-apa lagi selain mengusap tengkuk lehernya.
"Jadi? bagaimana sekarang? apa kita bisa pulang?" tanya Gladys dengan sebuah senyuman.
"Seperti yang kamu inginkan saja." ucap Jeevan sudah tidak bisa berkata apa-apa selain mengiyakan keinginan Gladys.
Dengan tersenyum Gladys menarik lengan Jeevan dan menggenggam tangannya.
Masih dalam tatapan heran Jeevan mengikuti langkah kaki Gladys yang berjalan ke arah keluar rumah sakit.
"Kita pulang ke mana? rumah besar atau rumah pribadiku?" tanya Jeevan setelah duduk di dalam mobil.
"Rumah Tuan Mark saja. Kita bisa tinggal di sana selama Tuan Mark belum pulang dari rumah sakit." ucap Gladys sambil memasang sabuk pengamannya.
"Kenapa kamu masih memanggil Ayah dengan panggilan Tuan Mark? kenapa tidak memanggil Ayah juga?" tanya Jeevan menatap penuh wajah Gladys.
"Aku...aku masih belum terbiasa." ucap Gladys dengan wajah memerah.
"Panggil saja Ayah, jangan Tuan Mark lagi. Kita sudah menikah tidak ada alasan lagi untuk kamu dengan tidak memanggil Ayah." ucap Jeevan dengan tenang menjalankan mobilnya keluar dari halaman rumah sakit.
Gladys hanya menganggukkan kepalanya tidak membantah ucapan Jeevan.
"Drrrt... Drrrt...Drrrt"
Gladys menoleh ke arah Jeevan saat mendengar suara ponsel Jeevan berbunyi berulang-ulang.
"Jeevan, ponsel kamu berbunyi terus. Kenapa tidak kamu terima?" tanya Gladys dengan tenang mengambil ponsel Jeevan yang ada di atas dasboard dan memberikannya pada Jeevan.
Sambil menyetir Jeevan menerima ponselnya dari Gladys. Saat mau menerima panggilan tersebut Jeevan mengurungkan niatnya dan meletakkan kembali ponselnya di atas dasboard setelah tahu yang menghubunginya adalah Ivan.
"Ada apa Jeevan? kenapa kamu tidak jadi menerima panggilan itu? siapa memang yang menghubungi kamu?" Tanya Gladys dengan kening berkerut mengambil ponsel Jeevan.
Sebuah senyuman tampak jelas di bibir Gladys.
"Kenapa kamu tidak menerima panggilan Ivan?" tanya Gladys sambil meletakkan kembali ponsel Jeevan di tempatnya.
"Apa kamu mau aku menerima panggilan itu? atau kamu lebih senang kalau aku dekat dengan Ivan?" tanya Jeevan dengan tatapan penuh.
Gladys hanya tersenyum melihat ke arah jalanan tanpa membalas ucapan Jeevan.
Tiba di rumah besar, Jeevan menghentikan mobilnya dan melepas sabuk pengamannya.
"Apa kamu lapar? kalau lapar biar aku pesan makanan." ucap Jeevan menatap penuh wajah Gladys yang terlihat lelah.
"Terserah kamu saja Jeev, aku mau istirahat sebentar. Aku sangat lelah sekali." ucap Gladys seraya membuka pintu mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah di ikuti Jeevan.
"Kamu istirahat saja di kamar, aku mau ke dapur." Ucap Jeevan berniat mencari Mariam untuk membuat teh jahe untuk Gladys.
Gladys menganggukkan kepalanya kemudian berjalan ke arah kamar utama yang sudah di siapkan Jeevan menjadi kamar mereka.
Dengan pelan Gladys membuka pintu kamar yang tidak pernah dia masuki sebelumnya. Tanpa menutup pintu Gladys masuk ke dalam kamar barunya.
"Ya ampun, sangat mewah sekali kamar ini? aku tidak pernah membayangkan akan tidur di kamar semewah ini." ucap Gladys berjalan pelan ke tempat tidur dengan pandangan yang tak berkedip melihat ke sekeliling kamar.
Sebuah senyuman tampak di bibir Gladys saat merana sprei tempat tidurnya.
"Sangat halus sekali spreinya." ucap Gladys dengan tak sabar meletakkan tas kecilnya dan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur yang sangat empuk.
Sambil memejamkan matanya Gladys merasakan kenyamanan dan perasaan tenang saat berbaring di tempat tidur barunya.
"Drrrt... Drrrt... Drrrt"
Bunyi suara ponsel yang berulang-ulang membuat Gladys membuka matanya. Dengan mata setengah terpejam Gladys meraih tas kecilnya dan mengambil ponselnya yang masih berbunyi berulang-ulang.
Kening Gladys berkerut saat melihat nama Nadia di layar ponselnya.
"Hallo...Nadia, ada apa? apa kamu masih penasaran dengan jawabanku?" ucap Gladys menerima panggilan Nadia.
"Hem... tentu saja aku masih penasaran. Di mana Jeevan sekarang?" tanya Nadia dengan serius.
"Dia masih di dapur. Kamu masih penasaran tentang apa?" tanya Gladys sambil berbaring menatap langit-langit kamarnya yang sangat elegan.
"Tentang perasaanmu pada Jeevan? apa kamu yakin masih belum mencintai Jeevan?" tanya Nadia mengambil kesimpulan tentang alasan Gladys mau menikah dengan Jeevan.
"Bagaimana aku menjawab pertanyaanmu itu Nadia. Aku terpaksa melakukan pernikahan itu demi Tuan Mark. Aku telah berjanji pada Tuan Mark untuk menjaga Jeevan dan menjauhkannya dari Ivan." ucap Gladys dengan nafas tertahan.
"Apa yang kamu katakan Glad? jadi kamu benar-benar tidak mencintai Jeevan?" Tanya Nadia dengan perasaan tak percaya.
"Bagaimana aku bisa mencintai Jeevan, Nadia? Kamu tahu, hubungan Jeevan dan Ivan kan? gosip mereka berdua bukan hanya sekedar teman dekat tapi mereka benar-benar punya hubungan sebagai kekasih. Bahkan mereka sudah melakukan hal seperti suami istri! Lalu bagaimana aku bisa melakukan hal itu?" ucap Gladys dengan perasaan kecewa menceritakan semua perasaannya pada Nadia tanpa menyadari kalau Jeevan sudah berdiri sangat lama di pintu kamar.
Tubuh Jeevan tak bergerak mendengar semua curahan hati Gladys yang sangat melukai hatinya.
"Aku tidak percaya dengan semua ini." ucap Jeevan dengan suara parau sangat mengejutkan Gladys.
Segera Gladys bangun dari tidurnya dan memutuskan pembicaraannya dengan Nadia.
Gladys menelan salivanya dengan tatapan tak berkedip menatap kedua mata Jeevan yang terlihat marah dan kecewa.
"Jeevan?!! apa kamu mendengar semuanya?!" tanya Gladys dengan tatapan panik.
Tanpa menjawab pertanyaan Gladys, Jeevan meletakkan minuman yang di bawanya di atas meja kemudian menutup kamar dengan sangat keras.
"BLAAMMM!!"