RASA CURIGA
RASA CURIGA
"Saya rasa Tuan Jeevan tidak pesan apa-apa Nyonya." ucap Iren dengan tersenyum ramah.
"Apa kamu yakin?" tanya Gladys sambil mengkerutkan keningnya.
"Saya juga kurang yakin Nyonya, kalau Nyonya ingin menunggu silahkan." ucap Iren seraya duduk di tempatnya kembali.
"Ya sudah, bilang saja sama Tuan Jeevan kalau saya baru saja kemari." ucap Gladys jadi serba salah karena ponsel juga lupa tidak di bawa jadi tidak bisa menghubungi Jeevan.
"Iren saya pinjam pesawat teleponnya ya?" ucap Gladys masih menjaga sopan untuk minta izin padahal kalaupun tidak minta izin masih sah saja karena perusahaan adalah milik suaminya.
"Maaf Nyonya, pesawat teleponnya masih dalam perbaikan." sahut Iren berdiri kembali menghampiri Gladys.
"Oh...ya sudah, terima kasih banyak." ucap Gladys merasa heran sejak kapan Jeevan membiarkan telepon kantor rusak.
"Sama-sama Nyonya." ucap Iren berdiri sopan menunggu Gladys yang masih bingung.
"Begini saja, nanti bilang pada Tuan Jeevan untuk segera menelepon istrinya." ucap Gladys sambil berlalu dengan hati kecewa karena masakannya jadi sia-sia.
Dengan hati kesal Gladys berjalan cepat dan hampir saja menabrak Astrid.
"Gladys, kamu di sini?" tanya Astrid dengan tatapan tak percaya.
"Ouh... kebetulan aku bertemu denganmu As, ini kamu makan saja.. jeevan sudah makan di luar." ucap Gladys dengan perasaan semakin kesal tenyata Jeevan keluar tidak bersama Astrid.
Astrid yang tidak tahu apa-apa menjadi sedikit bingung dengan sikap Gladys yang terlihat marah.
"Ini makanan buat aku begitu?" tanya Astrid memastikan lagi.
"Ya untuk kamu, aku mau pulang." ucap Gladys dengan nada kesal kemudian berlalu meninggalkan Astrid.
Sambil mengusap tengkuk lehernya Astrid berjalan ke arah ruangnya dan bertemu Jeevan yang baru saja dari kamar kecil sekalian mampir ke dapur untuk membuat es teh untuk persiapan makan siang bersama Gladys.
"Jeev, baru saja Gladys pulang kelihatan marah, makanan ini di berikan padaku." ucap Astrid seraya menunjukkan makanan itu pada Jeevan.
Perasaan Jeevan sedikit tidak enak, di lihatnya makanannya masih utuh dan menunya juga menu makanan kesukaannya.
"Apa Gladys tidak bilang apa-apa padamu As?" tanya Jeevan dengan hatinya yang berdebar-debar.
"Dia hanya bilang makanan ini untuk aku saja karena kamu sudah makan." ucap Astrid dengan pikiran semakin bingung melihat Jeevan yang terlihat panik.
"Ya sudah, mana makanannya aku mau pulang nanti aku kembali lagi." ucap Jeevan pergi ke ruang kerjanya.
Tiba di ruangannya Iren terlihat sedang mempersiapkan makan siangnya.
"Tuan Jeevan, aku sudah pesan makanan buat Tuan Jeevan. Apa Tuan Jeevan tidak makan siang?" tanya Iren dengan sopan.
"Aku mau pulang, apa istriku tadi datang ke sini?" tanya Jeevan dengan wajah serius.
"Ya Tuan, tadi ke sini lalu pulang terburu-buru Tuan." ucap Iren dengan wajah tak berdosa.
"Ya sudah, aku mau pulang." ucap Jeevan seraya berjalan keluar untuk segera pulang ke rumahnya.
Tiba di rumah, Jeevan segera masuk ke rumah dan mencari keberadaan Gladys sedang hati cemas.
"Glad... Gladys." panggil Jeevan berjalan cepat mencari Gladys kemana-mana.
Di Kamar tidak ada, di ruang tengah dan di ruang tamu juga tidak ada.
"Di mana kamu Gladys?" tanya Jeevan dalam hati dengan hati yang cemas.
Dengan perasaan cemas, Jeevan berjalan ke teras di samping rumah. Di lihatnya Gladys sedang duduk termenung di pinggir kolam ikan sambil memberinya makan.
"Glad." panggil Jeevan menghampiri Gladys yang tidak menjawab pertanyaannya.
"Glad... kenapa kamu pulang tanpa menunggu aku?" tanya Jeevan duduk di samping Gladys.
Gladys masih terdiam tanpa memperdulikan Jeevan yang mengajaknya bicara.
"Glad, jangan diam saja... katakan ada apa? kenapa kamu pulang? bukannya kita sudah janji untuk makan siang?" tanya Jeevan berusaha untuk tenang.
"Bukannya kamu sudah makan di luar buat apa lagi aku menunggumu?" sahut Gladys dengan perasaan yang masih kesal.
"Kenapa aku harus makan di luar Glad? kalau kita sudah janji makan berdua? dan sampai sekarang aku belum makan Glad." jawab Jeevan dengan tatapan tak mengerti.
Gladys menatap kedua mata Jeevan mencari kejujuran di mata Jeevan.
"Tapi Sekertaris baru kamu bilang, kalau kamu makan di luar." ucap Gladys dengan pikiran yang bingung.
"Kenapa kamu tidak menghubungiku saja Glad? kamu kan bisa tanya keberadaanku?" ucap Jeevan dengan sabar.
"Ponselku ketinggalan dan aku berniat pinjam telepon kantor kamu, tapi kata sekertaris kamu dalam perbaikan." ucap Gladys dengan bibir cemberut.
"Sejak menjadi sekertaris kamu, aku bisa lihat kamu seorang yang sempurna dalam bekerja dan tidak pernah aku lihat ada rusak yang tidak kamu perbaiki." ucap Gladys dengan tatapan penuh selidik.
"Ya maaf, aku aku belum membetulkannya. Dan tadi aku memang keluar tapi ke kamar kecil sekalian membuat minuman untuk kita berdua Glad, mungkin Iren pikir aku pergi ke luar untuk makan." ucap Jeevan mulai mengerti di mana permasalahannya.
Gladys terdiam setelah mendengar penjelasan Jeevan.
"Apa Iren sekertaris baru kamu Jeev?" tanya Gladys dengan perasaan cemburu.
"Kenapa? apa kamu tidak suka Glad?" tanya Jeevan dengan tersenyum.
"Bukan begitu, apa menurutmu dia cantik?" tanya Gladys mulai merasakan kecemburuannya.
Jeevan tersenyum, kemudian memeluk bahu Gladys dengan penuh rasa sayang.
"Tidak ada di dunia ini yang cantik selain dirimu Glad." ucap Jeevan mengecup puncak kepala Gladys.
"Aku hanya bertanya padamu, apa dia cantik?" tanya Gladys dengan bibir cemberut.
"Kamu cemburu Glad?" tanya Jeevan dengan pandangan sayang.
"Tidak." sahut Gladys dengan singkat.
"Benar tidak cemburu?" tanya Jeevan lagi dengan hati bahagia karena Gladys tengah cemburu padanya.
"Tidak, kenapa harus cemburu." ucap Gladys dengan wajah memerah.
"Baiklah, tidak apa-apa kalau kamu tidak cemburu. Mungkin kamu belum mencintaiku sepenuh hati, aku akan kembali bekerja sekarang." ucap Jeevan dengan nada di buat sedih seraya bangun dari duduknya.
"Tidak! kamu jangan pergi hari ini! aku ingin bersamamu." ucap Gladys dengan tatapan memohon.
"Kenapa aku tidak boleh bekerja Glad?" tanya Jeevan dengan sabar.
"Aku tidak mau kamu ke sana lagi, aku tidak mau kamu dekat-dekat dengan sekertaris kamu." ucap Gladys dengan tatapan cemburu.
"Baiklah Glad, aku tidak akan bekerja sekarang. Tapi kamu mau kan menemaniku makan siang dan tidur siang di kamar?" tanya Jeevan tersenyum sambil berdua dari tempatnya dan menarik pelan tangan Gladys dengan penuh rasa sayang.
"Jeev, tadi makanannya sudah aku berikan pada Astrid." ucap Gladys dengan perasaan malu.
"Sudah aku minta kembali, kita bisa memakannya berdua sekarang." ucap Jeevan dengan senyum terkulum.
****
KEMARAHAN GLADYS
"Glad, aku harus berangkat kerja lagi." Ucap Jeevan yang sudah bersiap untuk pergi ke kantor tapi terhalang sifat Gladys yang mulai posesif.
"Besok saja Jeev, aku masih ingin bersamamu." ucap Gladys dengan tatapan memelas.
"Aku akan pulang cepat Glad, aku harus menyelesaikan masalah yang harus aku selesaikan dengan cepat." ucap Jeevan tidak bisa membiarkan pembuat onar lama-lama di perusahaannya.
"Benar akan pulang cepat kan?" tanya Gladys tidak ingin jauh-jauh dari Jeevan.
"Ya Glad, tidak akan lama." ucap Jeevan mengusap wajah Gladys dengan tatapan penuh cinta.
"Baiklah, hati-hati kerja nanti jaga mata dan hati." ucap Gladys dengan sedikit bibir cemberut.
Jeevan tersenyum bahagia, merasa sangat di cintai Gladys.
"Ya sayang, aku berangkat ya." ucap Jeevan kemudian berjalan ke mobil.
Tiba di kantor Jeevan berjalan dengan tatapan dingin. Sungguh tidak menyangka wanita cantik, ramah dan sopan ternyata tidak punya hati mulia.
"CEKLEK"
Jeevan masuk ke dalam ruangannya dan duduk di kursinya tanpa banyak bicara. Di lihatnya Iren bekerja dengan sangat tenang tanpa merasa bersalah.
"Iren, kemarilah." panggil Jeevan dengan nada dingin.
"Ya Tuan Jeevan." sahut Iren bangun dari duduknya dan duduk di hadapan Jeevan.
"Coba, kamu hubungi Astrid untuk ke sini sekarang." ucap Jeevan berusaha menahan kesabarannya.
"Siap Tuan." ucap Iren sambil tangannya meraih pesawat telepon yang ada di meja Jeevan.
"Hallo... Nyonya Astrid, di minta Tuan Jeevan untuk datang ke ruangannya." ucap Iren dengan tersenyum manis.
"Siapa yang memperbaiki pesawat teleponnya Iren?" tanya Jeevan masih berusaha tenang.
"Tidak ada perbaikan Tuan? kenapa Tuan?" tanya Iren dengan kening berkerut.
"Kenapa kamu bilang pesawat telepon dalam perbaikan saat istriku pinjam pesawat telepon?" tanya Jeevan dengan tatapan tajam.
Kening Iren semakin berkerut.
"Maaf Tuan, Istri Tuan Jeevan tidak meminjam pesawat telepon pada saya Tuan, Beliau datang langsung pergi terburu-buru Tuan." ucap Iren dengan wajah tak berdosa.
"Jadi kamu mau bilang istri saya yang berbohong?" tanya Jeevan mulai kesal.
"Bukan begitu Tuan, saya hanya bilang yang sebenarnya Tuan." sahut Iren dengan sangat tenang.
Jeevan terdiam, berpikir apa Gladys lupa dengan apa yang telah baru terjadi karena amnesianya?
"Kalau begitu kenapa kamu bilang pada Istriku kalau aku keluar makan siang?" tanya Jeevan lagi ingin mendengar jawaban Iren.
"Ya Tuhan Tuan, bagaimana saya bisa bicara dengan Nyonya panjang lebar Tuan kalau Nyonya terlihat tergesa-gesa." ucap Iren dengan wajah sedih.
"Saya tidak tahu harus bilang apa lagi Tuan, saya tidak mungkin membantah apa yang mungkin Tuan Jeevan tuduhkan pada saya." ucap Iren dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.
"Ya sudah, kembalilah bekerja." ucap Jeevan sedikit curiga dengan Iren yang begitu sempurna dengan sandiwaranya.
"CEKLEK"
Tampak Astrid datang dengan wajah serius.
"Ada apa Jeev?" tanya Astrid seraya duduk di hadapan Jeevan.
"Saat ini, aku masih belum menginginkan seorang sekretaris. Cukup kamu saja yang bisa mengurusi semua keperluanku. Kalau kamu ingin sekertaris yang membantumu kamu bisa minta bantuan Iren." ucap Jeevan menatap penuh wajah Astrid.
Astrid membalas tatapan Jeevan dan cukup mengerti dengan apa yang terjadi.
"Baiklah Jeev, apa ada hal lain?" tanya Astrid yang sangat kagum pada Jeevan terlalu baik pada semua orang.
"Tidak ada lagi." ucap Jeevan melanjutkan kembali pekerjaannya.
Sambil menghela nafas panjang, Astrid menghampiri Iren.
"Iren kamu bisa ikut denganku sekarang." ucap Astrid yang sudah paham dengan maksud Jeevan.
Tanpa mengerti maksud dari Astrid, Iren mengikuti Astrid keluar dari ruangan.
"Drrrrt...Drrrt...Drrrrt"
Jeevan meraih ponselnya saat tahu yang meneleponnya adalah Gladys istrinya yang sekarang lagi dalam keadaan sensitif entah karena apa.
"Ya Glad..ada apa?" tanya Jeevan dengan sebuah senyuman di bibirnya.
"Kamu belum pulang juga? apa kamu masih di kantor?" tanya Gladys dengan suara pelan di sana.
"Ya... masih ada sedikit pekerjaan lagi Glad, ada apa? apa kamu ingin sesuatu? biar aku belikan saat pulang kerja." ucap Jeevan dengan penuh perhatian.
"Aku tidak ingin apa-apa, aku menginginkan dirimu Jeev. Cepatlah pulang." ucap Gladys dengan nada suara penuh rindu.
Hati Jeevan jadi ikut merasakan kerinduan itu.
"Apa kamu merindukanku Glad?" tanya Jeevan dengan suara bergetar.
"Hem... sangat merindukanmu Jeev." lembut suara Gladys menjawab pertanyaan Jeevan.
"Aku juga merindukanmu Glad, tunggu aku sebentar lagi pulang?" ucap Jeevan sudah tidak sabar ingin segera pulang.
"Ya Jeev, aku menunggu dan tidak pakai lama." ucap Gladys sedikit malu-malu.
"Ya... secepatnya, muachhhhhh." ucap Jeevan dengan hati di liputi kebahagiaan menutup panggilan Gladys.
"CEKLEK"
"Permisi Tuan Jeevan." tiba-tiba Iren masuk ke ruangan tanpa mengetuk pintu.
"Ya...ada apa?" tanya Jeevan menegakkan punggungnya.
"Saya tidak bisa terima ini Tuan! apa salah saya hingga Tuan Jeevan memindahkan saya menjadi sekertaris Nyonya Astrid?" tanya Iren dengan wajah serius.
"Kamu tidak salah, hanya saja untuk saat ini aku masih belum menginginkan sekertaris pribadi. Cukup seperti dulu Astrid yang mengurus semuanya." jawab Jeevan dengan tenang.
"Tapi saya sudah terlanjur nyaman bekerja di sini Tuan? saya keberatan kalau di pindahkan di ruangan Nyonya Astrid." ucap Iren dengan tatapan rumit.
"Bekerja di manapun kalau yang memutuskan atasan, harusnya kamu tetap menjalaninya dengan baik dan penuh semangat. Kalau kamu keberatan kamu bisa bilang pada Astrid untuk mengundurkan diri, semua terserah pada keputusan kamu." ucap Jeevan berusaha bersabar untuk tidak emosi.
"Jadi Tuan Jeevan Ingin memecat saya?" tanya Iren dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.
"Aku tidak pernah bilang memecat kamu, bukannya begitu?" ucap Jeevan sambil menekan pelipisnya.
"Itu sama saja Tuan, Tuan Jeevan tidak menginginkan saya." ucap Iren sambil mengusap air matanya.
Jeevan menatap Iren dengan pikiran semakin bingung tidak tahu dengan maksud Iren.
"Maksud kamu apa?" tanya Jeevan tak mengerti.
"Saya.. menyukai Tuan Jeevan." ucap Iren menangis tersedu-sedu.
Jeevan mengambil nafas panjang, tidak tahukah harus bilang apa lagi.
"Iren, aku sudah mempunyai istri... dan aku sangat mencintai istriku, jadi jangan teruskan perasaanmu itu." ucap Jeevan tak bisa berbuat apa-apa selain memberikan penjelasan.
"Izinkan saya bekerja dengan Tuan Jeevan, saya akan siap melayani apa yang Tuan Jeevan inginkan." ucap Iren menangis dan memohon.
"Maaf Iren, sebaiknya kamu mengundurkan diri saja, semua ini demi kebaikanmu." ucap Jeevan tidak ingin punya masalah dengan wanita lain.
"Tolong Tuan terima perasaanku, aku janji tidak akan menuntut apa-apa dan tidak akan cerita pada Nyonya tentang kita nanti." ucap Iren seraya mendekati Jeevan dan memeluk Jeevan dengan sangat erat.
****
NAFAS CINTA
"CEKLEK"
"Jeevan!!! apa yang kamu lakukan?" teriak Gladys yang sudah ada di depan pintu dengan kedua matanya yang berkaca-kaca melihat Iren memeluk Jeevan dan menciumnya.
Dengan airmata berlinang Gladys kembali keluar dan berjalan cepat meninggalkan ruangan Jeevan.
Dengan cepat Jeevan mendorong Iren dengan kasar dan berjalan keluar dari ruangan mengejar Gladys yang berjalan cepat keluar kantor.
"Glad!! berhenti Glad!! itu tidak seperti yang kamu lihat Glad." ucap Jeevan dengan nafas terengah-engah setelah bisa menyusul Gladys dengan susah payah.
Gladys menghentikan langkahnya setelah Jeevan memeluk dan memegang tangannya.
"Aku harus bagaimana Jeev? aku melihat sendiri dia memeluk dan menciummu." ucap Gladys di sela-sela isak tangisnya.
"Tidak seperti itu Glad, ayo ikutlah aku akan aku jelaskan dan aku berikan buktinya padamu." ucap Jeevan dengan tatapan memohon.
"Aku tidak mau kembali ke sana sebelum wanita itu pergi." ucap Gladys dengan suara tersendat-sendat.
"Ya Glad, kita duduk di ruang tunggu saja ya saja ya." ucap Jeevan menuntun Gladys dengan pelan ke ruang tunggu yang sepi.
"Duduklah Glad." ucap Jeevan setelah masuk ke ruang tunggu.
"Katakan sekarang apa yang terjadi di sana?" tanya Gladys dengan bibir cemberut.
"Aku kembali kerja karena mau memindahkan Iren ke tempat Astrid. Aku tidak membutuhkan sekertaris yang tidak jujur. Dan saat itu dia datang dan merayuku untuk tetap memakai dia sebagai sekertarisku dan dia juga mau menjadi kekasih gelapku. Aku menolaknya dan menasihatinya, kalau kamu ingin suatu butik ada cctv di ruang kerjaku akan aku perlihatkan padamu nanti." jelas Jeevan dengan jujur dan serius.
"Kamu berkata jujur kan Jeev?" tanya Gladys menatap dalam kedua mata Jeevan.
"Apa selama ini aku pernah berbohong padamu Glad?" ucap Jeevan dengan suara sangat pelan.
Gladys menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak pernah terpikir untuk mencintai wanita lain Glad, Aku tidak ingin kehilangan kamu, lalu bagaimana aku bisa mencintai orang lain." Ucap Jeevan dengan tatapan sedih.
Gladys menundukkan wajahnya, hatinya sedikit lega setelah mendengar penjelasan Jeevan.
"Kamu percaya padaku kan Glad?" tanya Jeevan seraya menggenggam tangan Gladys.
"Aku percaya padamu Jeev." ucap Gladys dengan tatapan penuh.
"Syukurlah Glad, aku hanya ingin kamu percaya padaku saja." ucap Jeevan mengusap lembut wajah Gladys.
Gladys menatap wajah Jeevan dengan tatapan penuh cinta.
"Maafkan aku, kamu mau memaafkan aku kan?" ucap Gladys dengan perasaan bersalah.
"Di rumah saja Glad, sekarang kita kembali ke sana ya?" ucap Jeevan dengan sabar.
Gladys menganggukkan kepalanya.
Dengan memeluk pinggang Jeevan, Gladys dan Jeevan berjalan kembali ke ruangan Jeevan di mana Iren duduk dengan gelisah.
Jeevan dan Gladys masuk ke dalam dan melihat Iren yang duduk dengan rasa takut.
"Iren kamu bisa temui Astrid sekarang dan buat surat pengunduran diri, jika kamu tidak membuatnya terpaksa perusahaan akan mengeluarkan kamu dengan cara tidak terhormat." ucap Jeevan yang masih menghargai seorang wanita.
Dengan kedua matanya yang berkaca-kaca Iren menatap Jeevan dengan penuh cinta dan rasa kekaguman yang luar biasa.
"Aku berjanji pada Tuan Jeevan, sampai kapanpun akan tetap mencintai bapak dan suatu saat aku bisa memiliki Tuan Jeevan." ucap Iren dengan serius kemudian pergi meninggalkan ruangan Jeevan.
"Bagaimana dia bisa sampai mencintaimu seperti itu Jeev?" tanya Gladys dengan tatapan tak percaya.
"Aku juga tidak tahu Glad, aku juga tahunya tadi pagi." sahut Jeevan sambil menghela nafas panjang.
"Kita pulang ya Jeev, sudah sore." ucap Gladys dengan hati yang sangat lega.
"Apa kamu tidak ingin melihat cctv nya Glad?" tanya Jeevan tidak ingin Gladys meragukannya lagi.
"Tidak perlu Jeev, bukannya aku sudah bilang aku percaya padamu." ucap Gladys dengan tersenyum.
"Syukurlah, aku berharap sampai kita tua nanti kita akan saling percaya." ucap Jeevan dengan bersungguh-sungguh.
"Ya Jeev, aku akan selalu percaya padamu mulai sekarang." ucap Gladys dengan serius juga.
"Kita jadi pulang Glad." ucap Jeevan dengan tatapan sayang.
Gladys tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan cepat.
Sambil saling menggenggam tangan Gladys dan Jeevan keluar dari ruangan dan berjalan ke mobil Jeevan untuk segera pulang.
Tiba di rumah, Jeevan dan Gladys masuk ke dalam kamar dengan pikiran dan hati yang sudah lelah.
"Sini aku bantu sayang." ucap Gladys dengan penuh perhatian melepas kemeja Jeevan.
Jeevan tersenyum bahagia dengan perhatian Gladys.
"Terima kasih sayang." ucap Jeevan dengan menatap wajah Gladys yang serius melepas pakaiannya.
"Apa kamu ingin mandi Jeev? biar aku siapkan air hangat untukmu." ucap Gladys seraya berjalan ke almari untuk mengambil handuk bersih buat Jeevan.
"Apa kamu tidak tidak ingin mandi juga Glad?" tanya Jeevan dengan tatapan penuh harap.
"Aku akan menunggumu di sana Jeev." sahut Gladys dengan malu-malu.
Dengan hati berdebar-debar Jeevan menyusul Gladys yang sudah berada di dalam kamar mandi.
Segera Jeevan melepas pakaiannya dan masuk ke dalamnya setelah melihat Gladys yang sudah berendam di dalam bathtub.
"Aku mandiin ya sayang?" ucap Gladys sambil meraih sabun mandi yang sudah ada di sampingnya.
Dengan jantung berdegup kencang Jeevan menganggukkan kepalanya dengan pelan.
Dengan penuh perhatian Gladys mengeluarkan sedikit sabun mandi dari tempatnya, dan mengoleskannya pada dada Jeevan yang duduk di hadapannya.
Di bersihkannya dada Jeevan dengan sedikit meraba dengan kedua tangannya. Jeevan merasakan sensasi lain saat tangan lembut Gladys membersihkan kulit tubuhnya, terasa ada sesuatu yang menggelenjar di dalam tubuhnya, terutama pada milikinya yang sudah mengeras terendam di dalam sana.
Setelah memanjakan dan membersihkan seluruh badan suaminya. Gladys menangkup wajah tampan Jeevan yang hanya diam menatapnya dengan tatapan sayu.
Jeevan sudah tidak tahan dengan kelembutan yang di tawarkan Gladys. Hasratnya sudah tidak terbendung lagi.
Tanpa batasan apapun, mereka berdua bercinta dan menyatu dalam gelora asmara, menyatu dengan penuh gairah dan penuh cinta.
Setelah beberapa kali bercinta dan melepas orgasmenya secara bersamaan, Gladys dan Jeevan saling membersihkan badan satu sama lain. Sungguh sesuatu yang tak pernah terlupakan oleh keduanya. Bagaimana saat jari jemari mereka saling menyentuh, saat tubuh mereka menyatu tenggelam di dalam keharuman busa sabun yang menutup tubuh keduanya.