SEBUAH ANCAMAN
SEBUAH ANCAMAN
"Kalian bisa tersenyum sekarang, tapi lihat sebentar lagi. Kalian tidak akan bisa tersenyum lagi." ucap Ivan sambil memakai kaca hitamnya yang menutupi matanya yang memerah.
Setelah mengisi perut mereka Jeevan dan Gladys pergi ke pantai Kuta yang tidak jauh dari hotelnya sambil berpegangan tangan mereka menyusuri pantai yang terlihat sangat ramai dengan pengunjung.
"Apa kamu mau pasang tato, Glad?" tanya Jeevan sambil mengedarkan pandangannya melihat banyak beberapa orang yang sedang menggunakan jasa tato.
Gladys menggelengkan kepalanya dengan.
"Aku tidak menyukainya membuat kulitku menjadi tidak indah lagi." ucap Gladys seraya membetulkan topinya lebarnya.
Dengan saling berpegangan tangan Jeevan dan Gladys menyusuri pantai Kuta yang terlihat sangat indah sekali.
Sambil bermain air dan berkejaran Jeevan dan Gladys menghabiskan waktu mereka bersama di pantai Kuta hingga siang hari.
"Apa kamu lelah?" tanya Jeevan pada Gladys yang tampak duduk di pasir pantai sambil mengatur napasnya.
"Sedikit lelah, apa kamu lelah?" tanya Gladys balik bertanya sambil mengusap keringat di keningnya.
"Ini baru setengahnya saja belum seluruhnya kamu sudah merasa lelah. Kalau kamu lelah kita bisa kembali ke hotel, sore kita lanjutkan lagi jalan-jalan." ucap Jeevan sambil bangun dari tempatnya.
"Apa kita langsung ke hotel tanpa membersihkan badan kita di sini?" tanya Gladys sambil mengedarkan pandangannya mencari kamar mandi umum.
"Kita mandi di hotel saja lebih nyaman, kita bisa mandi bersama." ucap Jeevan sambil mengerlingkan matanya.
"Tapi aku mau buang air kecil, aku tidak bisa tahan mana bisa aku menahannya sampai di hotel?" tanya Gladys sambil memegang perutnya.
"Kamu bisa ke sana, di sana ada kamar mandi umum." ucap Jeevan sambil menunjuk kamar mandi umum yang cukup jauh dari tempatnya berada.
"Apa kamu tidak mau mengantarku?" tanya Gladys yang sedang mengamati sekelilingnya.
"Tentu saja aku akan menemani kamu karena aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu." ucap Jeevan kemudian mengulurkan tangannya agar Gladys bisa bangun dari duduknya.
"Apa kamu masih cemas dengan pesan yang dikirim sama Ivan?" Tanya Gladys masih melihat jelas kecemasan di wajah Jeevan.
"Tidak juga tapi aku lebih mencemaskan kamu, aku tidak terlalu mementingkan keselamatanku dibanding keselamatanmu." ucap Jeevan dengan tatapan dalam.
"Kamu sangat manis sekali kalau mengucapkan kata-kata itu, bukan aku saja yang mudah tersentuh. Tapi semua wanita yang mendengarnya pasti tersentuh." ucap Gladys sebuah senyuman.
"Ayo, aku antar. Kamu bilang tidak tahan buang air kecil tapi masih saja tidak berhenti kalau bicara." ucap Jeevan sambil tersenyum menggenggam tangan Gladys dan membawanya ke arah kamar mandi umum.
"Apa kamu juga tidak ingin buang air kecil?" tanya Gladys sebelum masuk ke kamar mandi.
"Bagi kaum pria buang air kecil di mana pun bisa, cepatlah masuk dan kita harus kembali ke hotel." ucap Jeevan sambil melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul dua belas siang.
"Kamu jangan ke mana-mana Jeev, tunggulah di sini." ucap Gladys kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Tidak berapa lama kemudian Gladys keluar dari kamar mandi dan mencari keberadaan Jeevan yang tidak ada tempatnya.
"Di mana Jeevan?? bukannya dia harus menunggu di sini?" tanya Gladys dalam hati dengan perasaan gelisah.
Dengan perasaan yang mulai cemas Gladys berkeliling di area luar kamar mandi mencari keberadaan Jeevan.
Perasaan Gladys semakin tak menentu karena tidak menemukan jejak atau bayangan Jeevan sama sekali.
"Jeevannn!! Jeevannn!! di mana kamu Jeev!!" teriak Gladys memanggil nama Jeevan sambil berlari kesana kemari mencari keberadaan Jeevan yang belum dia temukan.
"Ya Tuhan!! Kamu di mana Jeev? kamu di mana? Kenapa kamu tiba-tiba menghilang? apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Gladys sambil menoleh ke kiri ke kanan mencari Jeevan yang tidak dia temukan membuat Gladys seperti orang gila.
Sambil menangis Gladys masih mencari keberadaan Jeevan sambil memanggil namanya berulang-ulang sampai beberapa orang yang ada di sekelilingnya ikut bingung dan ada beberapa yang ikut mencari.
"Bagaimana bisa hilang orang sudah besar? pasti dia ada di sekitar sini juga." ucap salah satu orang mengomentari saat Gladys sedang mencari Jeevan ke sana kemari.
"Ya Tuhan!! di mana kamu Jeevan? apa yang harus aku lakukan sekarang? aku harus mencarimu di mana? apalagi sekarang sebentar lagi sore aku harus bagaimana?" tanya Gladys tidak tahu apa yang harus dia lakukan, kedua kakinya terasa lemas dan air matanya terasa kering untuk dibuat dia menangis.
Dengan rasa putus asa Gladys mengambil ponselnya menghubungi Nadia.
"Nadia...Nadia...kemarilah tolong aku... Nadia tolong aku... aku kehilangan Jeevan, Jeevan menghilang Nadia." ucap Gladys di sela-sela isak tangisnya.
"Ada apa Glad?? ada apa??? Kenapa dengan Jeevan bukankah Jeevan bersamamu?" tanya Nadia sangat terkejut dengan suara tangis Gladys yang tak berhenti.
"Beberapa jam yang lalu dia bersamaku, kita sudah mau kembali ke hotel. Dan aku minta diantar Jeevan ke kamar kecil di tempat umum. Tapi saat aku keluar Jeevan sudah tidak ada dan aku tidak tahu di mana perginya aku sudah mencari kemana-mana tapi aku tidak bisa menemukannya aku takut kalau Ivan menculik Jeevan." ucap Gladys dengan perasaan tak tak menentu.
"Kenapa kamu berpikir Ivan menculik Jeevan??" tanya Nadia sama sekali tak mengerti dengan apa yang dikatakan Gladys.
"Aku bicara seperti itu sebelum kita berangkat Jeevan mendapat pesan dari Ivan kalau Ivan menginginkannya. Jeevan merasa kalau Ivan ada di Bali karena dia melihat Jeevan." ucap Gladys menceritakan semuanya tentang pesan dari Ivan.
"Kalau kalian sudah tahu seperti itu kenapa keluar?? Kenapa tidak lapor polisi? kalian kan sudah tahu kalau Ivan sudah pernah menyelakai kalian dan dia juga ingin balas dendam pada kalian." ucap Nadia sama sekali tak mengerti apa yang dipikiran Gladys dan Jeevan.
"Aku sudah mengatakan pada Jeevan tapi Jeevan selalu saja membela Ivan tidak ingin mencelakai Ivan." ucap Gladys sambil mengusap air matanya.
"Sebaiknya sekarang kamu lapor polisi saja kalau memang Jeevan menghilang, tapi bagaimanapun kalau belum 24 jam mungkin laporan kamu tidak akan diterima. Kamu tunggu di hotel saja, aku dan Jonathan akan ke sana." ucap Nadia tidak tega membiarkan Gladys menangis sendirian.
"Nadia, bisakah Jonathan meminta tolong pada ke pihak kepolisian agar pihak kepolisian yang ada di sini bisa mencari keberadaan Jeevan, siapa tahu kalau Jonathan atau Tuan Amer bisa membantu mencari Jeevan." ucap Nadia dengan tatapan memohon.
"Iya...iya...Glad, kamu tenanglah sebaiknya kamu tetap di situ. Aku akan bilang sama Jonathan siapa tahu Jonathan bisa minta tolong untuk mencari Jeevan." ucap Nadia kemudian menutup panggilannya.
"Ya Tuhan!! bagaimana ini bisa terjadi lagi?! di mana Jonathan?? aku harus memberitahunya." ucap Nadia ikut panik dengan masalah Jeevan dan Gladys.
"Aku harus segera hubungi Jonathan menghubungi Jonathan yang sudah ada di kantor." ucap Nadia dengan perasaan cemas.
"Jo...Jo kamu ada di mana??" tanya Nadia dengan tatapan panik.
"Ada apa Nadia? kenapa kamu terlihat panik sekali?" tanya Jonathan ikut menjadi panik.
"Baru saja Gladys menghubungiku kalau Jeevan hilang dan tidak ditemukan. Saat ini Gladys menangis di sana sendirian. Kita harus ke sana membantunya. Sudah hampir empat jam lebih Gladys mencarinya. Cepatlah pulang kita harus ke sana sekarang." ucap Nadia sambil menggigit bibir bawahnya.
"Tenanglah Nadia, kamu harus tenang. Aku akan segera pulang setelah itu kamu bisa jelaskan semuanya." ucap Jonathan kemudian menghubungi Jean agar ikut dengannya.
Dengan Jean, Jonathan dan Nadia langsung berangkat ke Bali untuk mencari keberadaan Jeevan.
Dari orang-orang yang terdekat dengan Ammer sudah dimintai tolong oleh Jonathan untuk mencari keberadaan Jeevan.
Tiba di Bali, Jonathan dan Nadia juga Jean langsung pergi ke hotel di mana Gladys masih menangis.
"Apa kamu sudah mendapat kabar dari orang-orang sekitar? Mungkin ada yang menemukan Jeevan?" tanya Nadia pada Gladys yang hanya menangis menyesali apa yang sudah terjadi.
Gladys menggelengkan kepalanya tidak mendapatkan kabar sedikitpun atau menemukan jejak Jeevan.
"Dengarkan aku Glad, Jeevan menunggu kamu di luar kamar mandi harusnya ada orang yang melihatnya, entah penjaga kamar mandi kan ada? apa mereka tidak mengetahui kemana Jeevan pergi?" tanya Nadia pada Gladys yang hanya menangis sedih.
"Aku belum tanya pada mereka, tapi mereka juga tidak memberitahuku. Aku hanya mencari kemana-mana dengan dibantu beberapa orang yang peduli tapi jejak Jeevan tidak ada sama sekali." ucap Gladys sambil mengusap air matanya.
"Jo, Jean, apa kamu akan ke sana untuk memastikannya? Mungkin ada orang yang tahu ke mana Jeevan pergi." ucap Nadia pada Jonathan dan Jean.
"Tenanglah, kalian harus tenang biar kita berdua yang mencari ke sana." Ucap Jean kemudian mendorong kursi roda Jonathan keluar dari hotel dan kembali ke pantai Kuta untuk mencari keberadaan Jeevan yang belum ada kabar sama sekali
"Sekarang katakan padaku Glad, bagaimana pesan yang di terima Jeevan dari Ivan?" Tanya Nadia lagi dengan tatapan cemas
"Jeevan bilang kalau Ivan sudah tahu kalau Jeevan ada di Bali. Dan Ivan mengatakan dia masih menginginkan Jeevan, hanya itu yang Jeevan katakan padaku. Aku sudah bilang padanya kalau Ivan bukan orang baik dengan mengirim pesan seperti itu sudah membuat orang tidak nyaman." ucap Gladys sambil mengucap air matanya yang tidak berhenti mengalir.
"Sudah tenanglah, Semoga saja tidak terjadi sesuatu pada Jeevan." ucap Nadia sambil mengusap punggung tangan Gladys agar tetap tenang.
Hampir satu jam Nadia dan Gladys menunggu di hotel belum ada kabar juga dari Jonathan dan Jean.
Tidak lama kemudian terdengar suara ramai-ramai di luar ternyata jonathan dan Jean juga dua orang polisi yang datang.
"Ada apa ini? apakah Jeevan sudah bisa di selamatkan?" tanya Gladys menjadi panik saat ada polisi yang ikut bersama Jonathan dan Jean.
"Tenanglah Glad, Jeevan sudah ditemukan tapi sekarang dia ada di rumah sakit keadaannya sangat menyedihkan mungkin Ivan telah melakukan hal yang tidak senono pada Jeevan. Saat ini beberapa polisi sudah mengejar Ivan." ucap Jonathan memberikan penjelasan pada Gladys dan Nadia.
"Ya Tuhan!! Kenapa ini terjadi pada Jeevan." ucap Gladys dengan air mata berlinang kemudian pingsan tak sadarkan diri.
"Gladyssss!!! ya Tuhan !!" teriak Nadia segera mamapah Gladys dan membaringkannya di tempat tidur.
"Jo, Jean, sebaiknya kalian ke rumah sakit saja untuk melihat keadaan Jeevan, setelah itu apapun yang terjadi kabari aku. Aku akan memberitahu Gladys. Karena tidak mungkin saat ini Gladys kita ajak ke rumah sakit." ucap Nadia dengan wajah sangat cemas.
Jonathan dan Jean menganggukkan kepala kemudian mengikuti polisi yang akan membawanya ke rumah sakit di mana Jeevan ditemukan dalam keadaan luka-luka dan juga memar-memar di bagian area miliknya.
Setelah menunggu beberapa menit Gladys sadar dari pingsannya, Nadia melihat Gladys membuka matanya.
"Jeev... Jeevannn...Di mana kamu Jeev?!" panggil Gladys di tengah ketidaksadarannya.
"Tenanglah Glad, kamu harus tenang, kamu harus kuat." ucap Nadia sambil menggenggam tangan Gladys yang sangat dingin
"Jeevan, kenapa Jeevan? kenapa Nadia? kenapa harus dia?? dia tidak bersalah, hatinya sangat baik, tapi selalu disakiti oleh Ivan." ucap Gladys dengan suara tangis tertahan.
"Aku tahu, aku tahu itu Jeevan memang orangnya baik dan selalu mudah memaafkan. Mungkin ini sudah takdir Jeevan untuk mengalami hal seperti ini, semoga saja Ivan segera tertangkap dan mendapat hukumannya." ucap Nadia menenangkan hati Gladys.
"Antar aku ke rumah sakit Nadia, aku ingin bertemu Jeevan. Kasihan dia, baru saja dia bahagia sudah mengalami hal seperti ini." ucap Gladys masih belum berani memberitahu Ayahnya karena takut Ayahnya Jeevan mengalami hal yang tidak diinginkan.
"Tentu aku akan mengantarmu ke rumah sakit, kita bisa naik taksi ke sana." ucap Nadia sambil membantu Gladys bangun dari tidurnya.
Dengan dibantu Nadia, Gladys pergi ke rumah sakit naik taksi.
Sampai di rumah sakit Nadia dan Gladys keluar dari taksi dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah sakit mencari kamar Jeevan yang sudah diberitahu Jonathan.
"Itu Jean, sudah menunggu kita." ucap Nadia segera menggandeng tangan Gladys menemui Jean yang sudah menunggu di depan.
"Bagaimana keadaan Jeevan, Jean??" tanya Nadia dengan tatapan serius apalagi melihat wajah dan yang terlihat sedih.
"Aku tidak bisa mengatakan pada kalian, sebaiknya kalian melihatnya sendiri. Aku rasa Ivan benar-benar sudah menjadi orang gila hingga sampai melakukan seperti itu pada Jeevan." ucap Jean sambil mengusap wajahnya.
"Memang apa yang dilakukan Ivan pada Jeevan? sampai kamu bicara seperti itu Jean? katakan padaku apa yang terjadi pada Jeevan!!!" ucap Gladys dengan air mata mengalir deras.
"Maafkan aku, aku tidak bisa mengatakannya. Ikutlah denganku, agar kamu bisa melihat sendiri bagaimana keadaannya." ucap Jean kemudian menggandeng tangan Gladys dan membawanya ke kamar Jeevan.
Sampai di kamar Jeevan, Gladys dan Nadia sangat terkejut saat melihat wajah Jeevan terbalut perban juga beberapa kulit tubuhnya terbungkus perban putih.
Gladys berteriak keras berlari ke arah Jeevan yang terbaring tak berdaya.
"Jeev!! Jeev apa yang terjadi padamu Jeev??" ucap Gladys menangis histeris memeluk Jeevan.
"Jangan dipeluk Glad, itu pasti sangat sakit kulit Jeevan terkelupas semua seperti sayatan, jangan dipegang." ucap Jonathan yang sudah melihat foto saat pertama kali Jeevan ditemukan.
"Memang, memang kenapa dengan Jeevan? Kenapa harus dibalut beban seperti ini semua?" tanya Gladys tak mengerti bagaimana Ivan bisa tega seperti binatang pada Jeevan." ucap Gladys sambil menangis terisak-isak.
"Kalau kamu ingin tahu bagaimana Ivan melukai Jeevan kamu bisa melihat foto di ponselku ini. Tapi kalau kamu tidak ingin melihatnya jangan." ucap Jonathan pada Gladys.
"Berikan padaku biar aku melihatnya." ucap Gladys ingin tahu apa yang dialami Jeevan.
Dengan perasaan berat Jonathan memberikan foto yang dikirim oleh Polisi ke ponselnya pada Gladys.
Dengan tangan gemetar Gladys membuka ponsel Jonathan dan melihat beberapa foto Jeevan yang sedang tergeletak dengan banyak sayatan di kulit tubuhnya dan juga wajahnya, melihat hal itu Gladys menangis menjerit tidak tega melihat keadaan Jeevan, apalagi wajah Jeevan yang tampan menjadi sangat menggenaskan.
"Ini semua karena Ivan pria tidak tahu balas budi sama Jeevan, padahal Jeevan sudah berbaik hati memberikan dia kesempatan agar tidak ditangkap polisi. Tapi sekarang apa balasannya? dia malah membuat Jeevan seperti ini. Ini tidak adil bagi Jeevan." ucap Gladys di sela-sela isak tangisnya.
"Tenanglah glad, tenanglah. Saat ini Ivan sudah dalam kejaran polisi dan aku pastikan dia tidak akan bisa bebas seumur hidupnya karena sudah melukai Jeevan sampai seperti ini." ucap Jonathan menenangkan hati Gladys yang masih menangis tak henti-hentinya.
"Tolong Jo, jangan sampai Ivan meloloskan diri lagi. Tolong berikan hukuman yang setimpal buat Ivan. Apa yang dia lakukan pada Jeevan sangatlah kejam sangat tidak manusiawi. Bagaimana dia bisa tega melukai Jeevan seperti itu." ucap Gladys di sela-sela isak tangisnya.
"Aku tahu itu, aku pastikan padamu Ivan akan mendapatkan hukuman itu. Aku berjanji padamu." ucap Jonathan sambil memeluk Gladys agar tenang dan tidak menangis lagi.
Nadia melihat dan mendengar tangisan Gladys hanya bisa terdiam ikut merasakan kesedihan yang dialami Gladys.
"Drrrt... Drrrt... Drrrt"
Tiba-tiba terdengar suara ponsel Jonathan berbunyi berulang-ulang dengan cepat Jonathan menerimanya.
"Dengan Tuan Jonathan, kami dari pihak kepolisian memberitahukan kalau saudara Ivan yang telah melarikan diri sudah kita tangkap. Kalau ada waktu tolong untuk datang ke tempat untuk memberikan kesaksian atas korban yang bernama tuan Jeevan." ucap pihak kepolisian pada Jonathan yang didengar langsung oleh Jean dan Gladys karena Jonathan menyalahkan speakernya.
"Aku harus ke sana, tolong bawa aku ke sana Jo. Aku tidak akan membiarkan Ivan lolos dari hukuman penjara." ucap ucap Gladys tidak bisa lagi menahan emosinya.
"Jean, ikut aku ke kantor polisi kita akan ke sana untuk memastikan Ivan mendapatkan hukumannya." ucap Jonathan kemudian mendorong kursi rodanya keluar dari kamar Jeevan.
Mendengar kabar Ivan sudah ditangkap hati Gladys merasa lega walaupun rasa sakitnya masih belum terobati sebelum mengetahui Ivan dihukum yang setimpal atas perbuatannya.
"Kamu lihat sendiri, karena dia!! bagaimana keadaan Jeevan sekarang?? aku tidak bisa membayangkan saat Jeevan sadar dan melihat keadaannya seperti ini. Bagaimana dia bisa merasakan rasa sakit di seluruh kulit tubuhnya yang tersayat seperti itu." ucap Gladys sambil mengusap air matanya yang tak henti-hentinya mengalir.
"Tenanglah, semoga saja nanti ada jalan keluar. Mungkin bisa melakukan operasi kulit atau entah apalah yang terpenting Jeevan selamat dan kamu harus memastikan pada Dokter kalau Jeevan semua organnya masih dalam keadaan normal." ucap Nadia merasa takut kalau seorang Ivan akan melukai organ vital milik Jeevan.
"Kalau hal itu terjadi, aku tidak tahu bagaimana Jeevan bisa menghadapi hal tersebut. Pasti hatinya akan hancur karena tidak ada lagi yang bisa dia berikan untuk mewujudkan keinginan Ayahnya." ucap Gladys dengan perasaan sedih.
"Semoga hal itu tidak terjadi, percayalah kalau Tuhan masih menyayangi Jeevan dan menyelamatkan Jeevan dari kekejaman Ivan. Sekarang kamu jaga Jeevan dulu aku akan membeli minuman teh hangat untukmu." ucap Nadia sambil mengusap punggung Gladys kemudian meninggalkan ruangan Jeevan.
Setelah Nadia pergi Gladys mendekati Jeevan yang masih terbaring di tempat tidurnya dengan keadaan yang masih terbalut perubahan putih.
"Jeevan...Jeev, kamu dengar aku kan Jeev??" ucap Gladys sambil menangis mengusap pelan punggung tangan Jeevan yang tidak terbalut perban.
Dengan penuh perasaan dan air mata mengalir, Gladys mengecup punggung tangan Jeevan.
"Bangunlah Jeev." ucap Gladys dengan suara tangis tertahan.
"Kamu harus kuat Jeev, aku di sini untukmu." ucap Gladys dengan tatapan sedih melihat Jeevan yang masih tak sadarkan diri.
Melihat keadaan Jeevan yang sama sekali tak bergerak, hati Gladys semakin hancur karena baru saja mengalami kebahagiaan tiba-tiba kesedihan sudah datang lagi dan terus datang.
"Glad...Gladys..." tiba-tiba Gladys mendengar Jeevan memanggil namanya dengan suara pelan. Dengan cepat Gladys bangun dan berdiri melihat bibir dan kedua mata Jeevan yang sedikit bergerak.
"Kamu sudah sadar, kamu sudah bisa bicara? tenanglah, jangan lagi bicara. Aku ada di sini, aku akan menemanimu." ucap Gladys dengan air mata kembali mengalir deras di pipinya.
"Aku kenapa?? kenapa aku tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhku?" ucap Jeevan dengan suara hampir tak terdengar.
"Tidak apa-apa jeev, kamu tidak apa-apa. Tenanglah, kamu jangan bicara lagi. Semuanya akan baik-baik saja." ucap Gladys sambil menggenggam pelan tangan Jeevan yang tidak terbalut perban
"Aku kenapa? Apa yang terjadi padaku Glad? aku tidak ingat apa-apa." ucap Jeevan berusaha mengingat apa yang terjadi padanya.
"Kamu hanya terluka sedikit. Kamu tidak apa-apa, jangan cemas. Semuanya akan baik-baik saja, aku ada di sini tidak akan kemana-mana." ucap Gladys menenangkan hati Jeevan.
"Aku sudah ingat, aku sudah mengingatnya Ivan?? Ivan datang menemuiku, dan mengajakku pergi. Dia... dia sangat kejam sekali padaku." ucap Jeevan dengan menggerakkan sedikit kepalanya seolah-olah apa yang dia rasakan sangat menyakiti tubuhnya dan hatinya.
"Iya.. aku tahu itu, tenanglah. Ivan sudah ditangkap, dia akan membayar semua apa yang dia lakukan padamu. Apa yang dia lakukan sangatlah kejam, aku tidak akan membiarkan Ivan bebas begitu saja. Dia harus mendapatkan hukuman seperti yang kamu rasakan saat ini." ucap Gladys sambil menggenggam tangan Jeevan dan mengecupnya berulang-ulang.
"Ivan telah melukai Glad, dia tidak mendengarkan aku...dia hanya ingin memisahkan aku darimu." ucap Jeevan dengan suara hampir tak mendengar.