Delapan
Delapan
Dengan permintaannya, kami selalu bersepeda setiap pagi. Astro akan menjemputku di deretan pohon karet jam lima pagi dan mengajakku berkeliling.
Delapan hari bersama Donna di rumah dihabiskan dengan banyak bercerita mengenai keluarganya, memasak, membuat kue, dan menemani Oma merajut. Yang paling Donna sukai sepertinya adalah saat Donna menghabiskan waktu berbincang dengan Oma.
Dari percakapan mereka, aku mendapatkan informasi bahwa Oma pernah tertembak di perut saat Bunda berumur satu tahun, yang membuat Oma tak mungkin hamil lagi. Namun Oma menolak bercerita lebih lengkap. Hal itu membuatku merasa aku harus lebih sering berbincang dengan Oma lain kali.
Aku mengantar Donna pergi ke bandara bersama Teana. Donna merasa terharu sekali karena Teana menyempatkan diri untuk datang. Ada Tasya, Siska dan Fani yang datang bersamaan di detik-detik terakhir keberangkatan Donna.
"Tante, nanti aku ada konser bulan oktober. Tante ijinin Donna dateng ya? Donna tamu VVIP-ku soalnya." ujar Teana pada mama Donna sebelum mereka menaiki pesawat.
"Nanti Faza yang anter-jemput Donna. Donna bisa nginep di rumah lagi." ujarku.
Mama Donna sepertinya tak tega untuk menolak hingga mengangguk pada akhirnya, "Nanti Tante titip Donna ya."
"Thank you, Mama." ujar Donna sambil memeluk mamanya dengan air mata mengalir yang entah karena terharu atau sedih harus berpisah dengan kami.
"Udah. Yuk waktunya kita berangkat."
"Hati-hati ya, Don. Nanti kabarin ya." ujarku sambil memeluk Donna.
"Thank you, Faza. Salam buat opa sama oma ya. Nanti aku main lagi." ujar Donna.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Kemudian melepas pelukanku.
"Aku tunggu di konserku ya." ujar Teana sambil memeluk Donna.
"Aku pasti dateng." ujar Donna.
Donna dan mamanya menjauh setelah berpelukan dengan Tasya, Siska dan Fani saat pengumuman terakhir untuk keberangkatan pesawat. Kami melambaikan tangan sampai mereka benar-benar menghilang dari pandangan.
"Kita saling kabar-kabarin ya walau udah misah kuliah. Sempetin waktu buat main bareng lagi." ujar Siska dan kami semua menyetujuinya.
Masih ada waktu untuk kami bersama hingga benar-benar berpisah. Pesta kelulusan kami masih di depan mata. Tak kurang dari satu bulan lagi.
***
Pengumuman kelulusan diumumkan melalui website sekolah. Semua murid di angkatan kami lulus dengan rata-rata sekolah lebih baik dari tahun sebelumnya. Nilaiku tiga poin di atas nilai Astro, yang membuatnya kesal sekali saat mengetahuinya.
Astro benar-benar mengajakku bertemu setiap hari dan menghabiskan hari berdua di rumah dengan bekerja bersama melalui laptop sejak pagi hingga malam. Terkadang dia menjemputku ke rumahnya pagi-pagi sekali dan selalu mengantarku pulang sebelum gelap.
Kami beberapa kali menghabiskan waktu di restoran miliknya dengan banyak berbincang dan bekerja. Kami juga menghabiskan waktu berkeliling di pusat perbelanjaan dan wahana permainan saat mulai bosan.
Aku mendengar beberapa kali ketukan di pintu kamar setelah berpakaian. Aku sengaja berpakaian lebih manis, dengan atasan rajut dan rok sepanjang betis karena Astro berencana mengajakku keluar entah ke mana. Aku membuka pintu dan menemukan Astro sedang menyandarkan tubuh pada kusen pintu.
Dia menoleh dan memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Pagi, Cantik. Kamu belum nyiapin kebaya buat dateng ke pesta kelulusan kita kan?"
"Kok tau?" aku bertanya sambil menutup pintu. Terkadang aku berpikir dia seperti cenayang. Entah bagaimana caranya dia bisa tahu tentang apapun.
"Oma yang bilang. Oma ngasih rekomendasi butik tadi. Nanti aku bantu kamu milih kebayanya ya." ujarnya sambil mengajakku mengikutinya ke ruang tamu.
Kami menemui Opa dan Oma untuk meminta izin berbelanja. Kami menyalami dan mencium tangan keduanya sebelum keluar, seperti yang biasa kami lakukan.
Saat sampai di halaman, aku mendapati sebuah mobil mini cooper terbaru berwarna maroon. Aku menoleh pada Astro dan baru saja akan bertanya apakah dia membeli mobil baru, tapi dia justru berjalan menghampiri mobil tanpa menoleh padaku.
Dia membuka pintu sebelah kemudi dan menungguku mendekat, "Ini hadiah buat kamu karena berhasil punya nilai lebih tinggi dari aku. Aku nyari warna hijau tapi ga ada. Adanya maroon. Jadi anggep aja kamu lagi jalan sama aku kalau kamu pakai mobil ini, tapi sekarang aku yang nyetir. Nanti kamu anter aku pulang. Okay?"
Aku menatapnya tak percaya, "Kamu ngasih aku mobil?"
Astro menggumam mengiyakan dan menatapku dengan senyum menggodanya yang biasa, "Aku calon suami yang baik hati kan?"
Aku menutup mulut untuk menahan keterkejutanku sendiri, lalu menatap Astro dan mobil di hadapanku bergantian. Sepertinya aku harus memastikannya sekali lagi, "Kamu serius?"
"Aku serius. Ayo naik."
Aku menurutinya dan duduk di samping kemudi yang masih memiliki aroma khas barang baru. Astro menutup pintu di sebelahku, lalu berjalan memutar dan duduk di kursi di balik kemudi.
"Kamu beneran ngasih mobil ini buat aku? Mobil ini kamu banget, Astro." aku bertanya sambil menatapi sosoknya yang terlihat cocok sekali duduk di sana.
"Bagus kan? Jadi kamu selalu ngerasa aku temenin ke manapun kamu pergi." ujarnya sambil menyalakan mobil dan memulai perjalanan.
Aku menatapnya terpana. Tahun lalu aku memang membayangkan siapapun perempuannya akan beruntung sekali, tapi mengalaminya sendiri benar-benar terasa berbeda. Aku merasa ini berlebihan sekali, tapi aku tahu dia tak akan suka jika aku menolak pemberiannya.
"Opa tau kamu beliin aku mobil?" aku langsung bertanya tepat setelah mendapatkan pemahaman ini.
"Aku udah bilang setelah nilai ujian kita keluar. Opa ngijinin, tapi opa bilang kalau mobil ini ga akan dianggap jadi mahar buat nikahin kamu." ujarnya dengan kekecewaan di matanya.
"Kamu ga perlu beliin ini buatku, Astro. Ini mahal banget." ujarku yang mengerti kenapa Opa terus terang berkata seperti itu agar dia tidak salah memahami situasi. Bagaimanapun mobil ini seharga satu unit rumah mewah bertingkat.
Astro menoleh padaku sesaat sebelum kembali fokus pada rute perjalanan, "Kamu mau nolak?"
"Aku tau kamu ga akan mau aku nolak ini. Aku cuma ngerasa ini berlebihan banget."
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Kalau gitu terima aja."
Aku berpikir lama sebelum menghela napaa, "Thank you. Ada sesuatu yang kamu mau dari aku? Kamu tau aku ga bisa nerima ini gitu aja."
"Aku mau kamu jaga diri baik-baik, Nona. Aku anggap mobil ini yang akan jagain kamu sampai kita nikah."
"Baik, Tuan Astro. Ada yang lain?"
Astro menoleh dengan sedikit rona merah di wajahnya, "Makan yang banyak. Aku ga keberatan kalau kamu gemuk sedikit."
Aku tahu apa maksudnya mengatakan itu. Aku hanya tak sanggup membalas kalimatnya.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-