Bodyguard
Bodyguard
Astro mengangguk untuk menjawabnya. Aku hanya diam karena baru tahu perusahaan milik Opa adalah yang terbesar. Bersuara dan memberitahu mereka tentang ketidaktahuanku akan memalukan sekali.
"Bukannya agen rahasia?" Paolo bertanya dengan suara pelan yang hampir berbisik.
Aku mendengarnya karena aku berjarak cukup dekat dengannya. Aku tak yakin apakah yang lain mendengarnya juga kecuali Astro dan Kak Sendy. Aku menatap Paolo cukup intens karena tak tahu apapun tentang hal ini.
"Oh, I shouldn't say that (Harusnya aku ga bilang soal itu)." ujar Paolo tiba-tiba.
Aku menatap Astro untuk meminta penjelasan. Dia pasti tahu sesuatu tentang ini. Dia hanya menatapku kembali, tapi tak mengatakan apapun.
"Bukannya satu-satunya anaknya meninggal bareng keluarganya bertahun-tahun lalu?" Viona bertanya yang membuat semua orang beralih menatapku. "Apa kamu ... sengaja disembunyiin?"
Aku tidak menanggapinya, tapi sepertinya itu adalah kalimat paling tepat untuk menjelaskan keadaanku. Aku tak akan mengeluh tentang kenyataan bahwa Opa berusaha menyembunyikanku dari orang lain. Aku tahu apapun yang Opa lakukan adalah untuk kebaikanku. Kebaikan dan jasa Opa untukku bertahun-tahun ini tak akan berubah hanya karena aku tahu sebuah kenyataan bahwa Opa menyembunyikanku.
"Pasti berat ya." ujar Xavier.
"It's okay. Aku baik-baik aja kok sekarang." ujarku sambil menatap Astro. Kuharap Astro mengerti aku sedang berterima kasih padanya. Astro hanya tersenyum dan mengelus jariku sebagai jawaban.
"Look at them. Envy banget ga sih liatnya?" ujar Hendry.
"Coba aja kamu liat mereka setiap hari. Cobaan berat buat jomblo kayak kita." ujar Paolo dengan senyum iseng.
"Mereka udah lebih dari enam tahun bareng. Ke mana-mana berdua dari dulu." ujar Denada sambil tersenyum.
"Serius?" Xavier bertanya dengan pupil melebar. Sepertinya dia terkejut sekali.
"Ga heran anak satu ini ga pernah nongol ya? Padahal di sosmed aktif terus." ujar Hendry.
"Ternyata kamu jadi bodyguard selama ini? Pantes aja tiap weekend ngilang terus." ujar Kak Sendy.
"Cantik banget sih." ujar Astro sambil menatapku seolah aku akan menghilang dalam satu kedipan mata jika dia melepas tatapannya.
Sepertinya wajahku memerah sekarang, "Bisa kita bahas yang lain aja?"
Percakapan ini membuatku semakin salah tingkah. Aku tahu ada berpuluh pasang mata yang sedang mengawasi. Aku cukup yakin mereka semua ikut mendengarkan percakapan hingga saat ini.
Aku melirik jam di lengan, pukul 12.56. Waktu cepat sekali berlalu. Aku bahkan melupakan jam makan siangku.
"Kamu laper?" Astro bertanya.
Viona melirik jam di lengannya dan segera bangkit seolah baru memahami sesuatu, "Sebentar ya."
"Kalian bareng selama itu, kenapa baru jadian tahun lalu? Ga mungkin jatuh cintanya tiba-tiba kan?" Henry bertanya.
"Kenapa ya?" Astro menatapku saat mengatakannya, membuatku tak bisa menyembunyikan senyum di bibirku. Aku tahu dia sedang berusaha menggodaku.
"Oh, stop it, you two (Berhenti kalian)! Bikin baper aja." ujar Kak Sendy sambil mendorong bahu Astro.
Dorongan di bahu Astro membuatnya mendekat ke arahku. Astro hampir mencium puncak kepalaku andai saja dia tak berhasil menahan tubuhnya. Napasnya menderu hangat di dahiku.
Aku mengalihkan wajah untuk menghindarinya, sedangkan Astro membenahi posisi duduknya. Hal seperti ini tak seharusnya terjadi sekarang.
Viona kembali tak lama setelahnya, dengan lima orang pramusaji yang membawa berbagai macam makanan di belakangnya dan menatanya di meja yang sudah disiapkan.
"Enjoy your meal, Guys." ujar Viona pada semua orang sebelum kembali ke kerumunan di sekitarku. "Aku ngelewatin apa barusan?"
"Mereka hampir ciuman." ujar Xavier seolah hal itu biasa saja untuknya.
"Ah, biasa kan ciuman. Kenapa deh? Kalian cari pacar juga makanya biar ga baper. Ayo makan."
Kerumunan di sekitarku membubarkan diri dengan cepat. Meninggalkan aku dan Astro yang masih saling menggenggam tangan.
"Kita ga bakal bisa makan kalau begini." ujarku dengan suara pelan sambil menatap tangan Astro yang terasa hangat di tanganku.
"Kita bisa kerja sama kayak yang terakhir di benteng itu. Kamu suapin aku dan aku bantu suapin kamu." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Aku menghela napas, "Kamu udah dapet yang kamu mau, Astro."
Aku menyadarinya sejak tadi bahwa genggaman tangannya adalah caranya menunjukkan pada semua orang bahwa kami adalah pasangan. Aku yakin aku tak salah mengartikannya sekarang.
"Smart enogh (Pinter)." ujarnya sambil mengajakku bangkit dengan tanganku masih berada di genggamannya. Dia membawaku ke deretan makanan yang sudah disiapkan, lalu memintaku memegang piring dan dialah yang menaruh makanan di atasnya, "Cukup?"
Aku hanya mengangguk karena tahu itu adalah porsi untukku. Kemudian kami berjalan menuju meja bundar tempat Denada dan teman-teman baruku berkumpul. Astro melepas tanganku setelah aku duduk dan kembali ke deretan makanan untuk mengambil sendiri makanannya.
"Dia selalu begini?" Viona bertanya padaku.
Aku menggeleng, "Ini yang kedua."
"Hmm, kamu harus tau kalau di sini banyak yang rela jadi budak cintanya Astro. Kamu harus hati-hati."
Denada memberiku tatapan penuh arti, "Aku pernah bilang kan?"
Tak lama, mereka memberitahuku siapa saja yang rela mengantri untuk Astro bila aku tak ada. Dari penjelasan mereka, setidaknya ada delapan orang di ruangan ini. Banyak yang tak tahu Astro akan datang hari ini, jika mereka semua tahu mungkin mereka akan datang dengan penampilan terbaiknya. Namun jumlah itu pun sudah membuat bulu halusku meremang karena mengingat hal yang bisa dilakukan oleh seorang Angel padaku. Membayangkan ada lebih banyak orang sepertinya membuatku kepalaku berdenyut mengganggu.
Kami melanjutkan hari dengan berbagi informasi. Mungkin aku akan mengajak Astro mengikuti pertemuan ini lagi jika dia tak merasa keberatan. Bukan berarti aku menyukai perkumpulan semacam ini. Aku hanya ingin menggali lebih banyak informasi.
Kami pamit pulang saat senja menjelang. Teman-teman baruku memintaku mengikuti akun instagram mereka. Ternyata mereka sudah mengikuti akun instagramku sejak akun itu dibuat, tapi aku mengabaikannya.
Aku memeluk lavender pemberian Astro tadi pagi selama perjalanan pulang. Aromanya yang menenangkan membuatku mengantuk.
"Kamu tau? Kayaknya aku mulai gila." Astro memecah keheningan di antara kami.
Aku menoleh untuk menatapnya, "Kenapa begitu?"
"Masa aku cemburu sama lavender?" ujarnya dengan alis mengernyit mengganggu.
Aku tak dapat menembunyikan senyum karena tahu dengan jelas apa maksudnya, "Kamu mau aku peluk?"
"Boleh?" Astro menatap mataku lekat selama beberapa detik sebelum kembali fokus ke rute perjalanan.
"Boleh."
Astro menghentikan laju mobil dan menatapku tak percaya.
"Nanti tiga tahun lagi, kalau kamu resmi jadi suamiku." ujarku sambil memberinya senyuman yang paling manis untuk menggodanya.
Astro mengacak rambut dilema sebelum menatapku kembali, "Awas ya kamu. Aku ga akan kasih kamu alasan buat nolak kalau kita udah nikah nanti."
Aku tersenyum lebih lebar. Dia menggemaskan sekali.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-