Peony
Peony
Aku : Thank you, tapi aku bisa coba dandan sendiri kok. Lagian masih beberapa hari lagi jadi aku bisa coba latihan dulu
Denada : Aku ga sabar nunggu hari minggu. Kabarin aku ya nanti
Aku : Okay
Aku memasukkan handphone ke saku dan kembali berkutat dengan lukisan parkiran sepeda yang masih setengah jadi. Sesuai dengan saran Zen, klub lukis akan memberikan lukisan untuk perayaan kelulusan kami nanti.
Aku sudah bisa menerima kenyataan tentang rahasia yang Opa beritahu padaku beberapa hari lalu. Mungkin memang lebih baik jika aku mengetahuinya sekarang, saat aku sudah bisa mengendalikan diri.
Aku memutuskan akan ikut Astro hari minggu nanti. Aku akan melakukan permintaan Opa untuk mencoba melihat situasi, memberitahukan hubunganku dengan Astro, dan mungkin akan sedikit bersenang-senang dengan Denada karena Denada berencana mengajak Petra.
Akun instagramku memiliki hampir tiga ribu pengikut hanya dalam waktu beberapa hari. Aku mengikuti saran Astro untuk mengabaikan semua pemberitahuan yang masuk untuk sementara waktu.
"Bener-bener dibikin ya?" Zen bertanya.
Aku menoleh padanya. Sepertinya yang dimaksudkannya adalah lukisan yang sedang kubuat. Aku memang pernah memberitahunya bahwa aku menyukai spot parkiran sepeda.
"Kamu ga bikin?" aku bertanya karena aku tahu dia hanya berkeliling membantu yang lain sejak tadi.
"Aku bikin kok, tapi nanti kalau udah mepet. Sekarang mau bantuin yang lain dulu." ujarnya sambil menarik sebuah kursi dan duduk di sebelahku.
Aku hanya mengangguk untuk menanggapi kalimatnya dan melanjutkan aktivitas melukisku.
"Kenapa kamu tiba-tiba bikin akun instagram?" dia bertanya sambil membantuku memadukan beberapa warna.
"Astro yang minta."
Zen mendengkus pelan, "Dia mau publikasi ya?"
"Aku ga keberatan kok." ujarku yang sengaja mengatakannya karena melihat ada kesempatan untuk Zen menghentikan keputusannya yang ingin terus menungguku.
"Yeah, right."
Aku menoleh dan menatapnya, "Kamu baik, Zen. Kamu bisa kejar perempuan manapun yang kamu mau."
"Bukannya udah jelas? Aku mau kamu, jadi aku kejar kamu."
"Aku punya Astro."
"Kalian belum nikah, jadi aku masih punya kesempatan." ujarnya dengan senyum lebar.
"Kamu bercanda ya?"
"Aku serius."
Aku menatapnya tak percaya. Bagaimana bisa ada laki-laki yang sangat keras kepala? Aku menghela napas sebelum kembali berkutat dengan lukisanku. Aku tak akan membahas hal ini lebih lanjut karena akan percuma saja. Sudah jelas bagiku, dia tak akan menyerah.
***
Hampir setiap hari aku dan Denada melakukan sesi video call. Aku meminta Denada memberiku saran riasan wajah natural karena akan terasa memalukan jika aku datang ke pertemuan tanpa memoles wajahku. Gaun pemberian Astro yang mahal itu mungkin akan menjadi sia-sia jika aku tak mempersiapkan diri dengan baik.
Aku memilih Denada dibandingkan Donna karena Denada mengelola sebuah salon dengan izin mamanya. Salon itu berdiri tak lama setelah Denada lulus SMA tahun lalu. Denada bahkan tak melanjutkan kuliah dan fokus mempelajari segala hal tentang kecantikan demi dedikasinya.
Aku berhasil menemukan tampilan yang sesuai untuk wajahku setelah delapan kali mencoba. Denada menyukai hasil riasan buatanku dan berkata akan mencoba memberi warna lain jika kami bertemu kembali.
Dari dua gaun yang dipilih Astro untukku, aku memilih gaun dengan warna hijau lembut bernuansa bohemian. Dengan panjang menutup lutut beraksen renda, lengan panjang yang bisa digulung dengan detail kancing kayu dan luaran asimetris yang terlihat cantik.
Aku mengepang sebagian rambut di sisi kanan dan memasang aksesoris bunga peony berwarna pink lembut, lalu memakai sebuah tas selempang berwarna coklat di yang senada dengan flatshoes yang kupakai. Aku mematut diriku sendiri di cermin selama beberapa lama. Sepertinya penampilan ini cukup terlihat baik untuk pertemuan itu.
Aku keluar kamar untuk menemui Astro di dapur. Dia sudah memberiku pesan bahwa Opa memintanya sarapan sebelum saat aku baru saja selesai mandi.
"Jadi laki-laki enak ya? Jeans, kaos sama semi blazer aja cukup." ujarku pada Astro saat melihatnya sedang mencuci bekas piring makannya sendiri.
Astro menoleh ke arahku dan wajahnya merona merah sekali. Dia menatapku dari atas, ke bawah lalu kembali. Ada senyum lebar di bibirnya yang sepertinya tak akan pergi dalam waktu dekat, "Aku ga salah pilih kan?"
"Dressnya bagus. Aku suka kok, tapi harganya kelewat mahal."
Astro berjalan menghampiriku setelah mengelap tangan dengan handuk, "Bukan dressnya, Nona, tapi kamu. Aku ga salah pilih kamu."
Aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Melihatnya menatapku seperti itu membuatku salah tingkah, "Can you stop blushing (Bisa ga muka kamu ga merah begitu)?"
"Gimana ya? Abis kamu cantik banget." ujarnya dengan tangan terangkat dan hampir saja membenahi helaian rambutku.
Aku bergeser dan menatapnya tajam.
"Rrgh, bisa ga sih kita nikah aja sekarang?"
"Coba kamu bilang Ayah. Mungkin Ayah setuju." ujarku yang sengaja tersenyum manis untuk menggodanya.
"Aku cari mati kalau bahas itu lagi. Baru kemarin aku minta ayah buat nikahin kita kalau kita lulus nanti. Aku diajak sparing tinju sampai jam dua pagi, kamu tau?"
Aku tertawa. Aku tahu Ayah selalu menahannya untuk tak bersikap gegabah. Sparing dengannya berarti Ayah sedang memberinya pelajaran.
"Padahal mereka yang ngijinin kita nikah muda, tapi mereka juga yang ngulur-ngulur waktunya." desisnya dengan alis mengernyit mengganggu.
"Mereka cuma mau kita jadi lebih dewasa, Astro. Kan kamu yang bilang begitu. Jalan sekarang yuk. Nanti kesiangan."
Astro tak menanggapi kalimatku, tapi memimpinku ke ruang tamu untuk menemui Opa dan Oma. Kami meminta izin berangkat. Opa berpesan bahwa kami boleh pulang kapan saja saat kami mulai merasa tak nyaman.
Aku baru saja membuka pintu mobil saat menemukan satu buket besar bunga lavender dengan kartu bertuliskan tangan Astro : I love you, Mafaza Marzia
Jantungku berdetak kencang sekali. Aku tak bisa menyembunyikan senyum di bibirku saat menatap Astro di seberang sana. Dia baru saja membuka pintu dan duduk di kursi kemudinya.
"Thank you, Astro." ujarku sambil memeluk buket bunga dan duduk di sisinya.
"Can't you just say that you love me too (Ga bisa bilang kalau kamu juga cinta aku)?" ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Pernyataan semacem itu harus tulus dari hati, kamu tau?" aku sengaja mengatakannya untuk menggodanya.
"Just say it (Bilang aja kenapa sih)."
"I love you too, Astro."
Ada senyum yang lebar sekali di bibirnya saat aku mengatakan kalimat itu. Dia menyalakan mobil dan memulai perjalanan. Suasana hatinya terlihat baik sekali. Begitu juga denganku.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-