Latte
Latte
Kami sedang duduk berhadapan di salah satu sudut gerai kopiku di dekat sekolah setelah kelas muay thai. Ditemani satu coffee latte, satu americano dan sepotong cake kurma yang rencananya akan kami makan berdua.
Aku sengaja mengajak Astro ke sini untuk melihat kinerja karyawan tanpa mereka mengetahuinya. Tak ada yang mengenaliku sebagai pemilik gerai kopi karena terlihat seperti anak SMA biasa. Ini menguntungkan karena selama satu jam duduk di sini, semuanya terlihat baik-baik saja.
"Ga minat. Kenapa?"
"Biar aku bisa tag kamu di instagram."
Aku terkejut, "Kamu upload fotoku?"
"Belum. Kamu kan ngelarang aku upload foto kamu. Aku masih pegang omonganku walau aku tau temen-temen kamu pernah upload. Termasuk Zen." ujarnya, dengan penekanan saat dia menyebut nama Zen.
Aku memang pernah melarangnya mengunggah fotoku. Walau sebetulnya aku sudah tak keberatan siapapun mengunggah fotoku sejak bulan agustus dua tahun lalu, karena aku tahu teman-temanku pasti sudah melakukannya.
Namun mungkin akan berbeda jika Astro yang mengunggahnya. Mengingat bertahun lalu Angel pernah mencariku hanya karena Astro pernah mengunggah satu fotoku dan berujung dengan Angel mencariku ke seluruh penjuru.
"Kamu mau nunjukin sama semua orang kalau kita couple?" aku bertanya untuk memastikan dugaanku.
Astro hanya menggumam mengiyakan. Entah bagaimana, tapi tatapan matanya yang berbinar.
"Harus?"
"Bukannya bagus kalau semua orang tau? Mereka jadi tau kalau aku punya kamu."
Aku masih tak mengerti dengan konsep memiliki semacam itu. Lagi pula aku belum menjadi miliknya dan kurasa aku sedang terlihat bodoh sekarang, "Aku ga ngerti."
"Asal kamu tau, aku masih nerima sekitar empat sampai lima kali ajakan ngedate tiap minggu. Itu ganggu banget. Kalau aku upload foto kamu mungkin mereka bakal pergi."
Informasi ini baru bagiku. Dia tak pernah menyebut apapun tentang siapa saja yang menyukainya atau menyatakan perasaan padanya. Walau Denada pernah menyebutkan mungkin akan ada puluhan orang yang siap mengantri untuknya, tapi aku tak pernah benar-benar memikirkannya.
"Atau mereka yang cari aku?" aku bertanya karena tak ingin menjadi target pencarian oleh siapapun hanya karena mereka menganggapku saingannya.
"Aku bisa upload yang muka kamu ga terlalu keliatan."
"Kamu punya?"
Dia mengeluarkan handphone, menekan tombol finger print dan memperlihatkan foto diriku sendiri di kelas muay thai beberapa jam lalu saat aku sedang berlatih menendang samsak. Dia mengambil fotoku dari belakang, hanya sedikit bagian wajahku yang terlihat.
"Kamu diem-diem ambil fotoku?" aku bertanya dan menatapnya tak percaya.
"Cuma itu kok." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Kamu ga foto aku aneh-aneh kan?" aku bertanya karena tak percaya dia hanya mengambil satu fotoku diam-diam. Seingatku kami juga jarang sekali berfoto bersama karena aku memang tak terlalu suka melakukannya.
Aku mengamit handphone miliknya dan mengecek berbagai foto di galerinya. Ada sekian ribu foto di galeri itu. Foto action figure, fotonya bersama keluarganya, robot-robot yang pernah dikerjakannya, fotonya bersama teman-temannya, beberapa foto kami yang aku memang tahu dia memang memfotonya, juga ada banyak sekali foto dirinya sendiri dan memang hanya fotoku dengan samsak itu yang dia ambil secara sembunyi-sembunyi.
"Dapet yang kamu cari?" dia bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa saat aku menurunkan handphone miliknya dengan perasaan lega. Dia menyebalkan sekali.
"Aku baru sadar kalau kamu narsis banget." ujarku saat mengingat ada banyak sekali foto dirinya sendiri.
Dia tertawa puas sekali.
Aku bermaksud menutup menu galeri dan akan mengembalikan handphonenya saat melihat diriku sendiri menatapku dari sana. Fotoku bertahun lalu saat sedang membuat sketsa di Pasar Bambu.
"Cantik ya?"
Aku tak bisa menyembunyikan senyum dari bibirku. Aku tak tahu dia masih menyimpan foto itu. Aku mengembalikan handphonenya dan meneguk coffe latte sebelum menyodorkan sebuah sendok padanya tanpa menatapnya. Aku ingin memakan cake kurma bersamanya, tapi malu untuk sekadar menatapnya.
"Kamu banyak berubah. Dulu dikit-dikit nangis." ujarnya setelah suapan cake pertamanya.
"Bagus kan? Kamu pasti capek kalau liat aku nangis terus." ujarku sambil memasukkan sepotong cake kurma ke mulutku.
"Aku berubah ga? Aku jadi tambah ganteng kan?"
"Kamu masih sama. Sama-sama nyebelin. Mm ... ga deh, lebih nyebelin." ujarku yang sengaja menggodanya.
Astro tertawa, "Sebenernya minggu depan aku ada pertemuan. Aku mau ngajak kamu."
"Pertemuan?" aku bertanya sambil menatapnya karena penasaran.
"Pertemuan bareng anak-anak kolega bisnis ayah. Denada juga ada di sana."
Apakah itu adalah pertemuan yang Danada pernah sebutkan padaku? Di tempat banyak anak-anak orang berpengaruh berkumpul?
"Denada pernah bilang kalau kamu ga pernah mau dateng. Kenapa sekarang mau dateng?" aku bertanya.
"Karena aku mau ngenalin kamu ke mereka."
"Kamu bener-bener mikir semua orang harus tau kalau kita couple ya?" aku bertanya. Aku tahu aku tak salah mengira kali ini. Untuk apa lagi dia mengajakku ke sana jika bukan untuk hal itu.
Astro menggumam mengiyakan, "Lebih cepet lebih bagus."
"Kenapa begitu?"
"Kemarin aku udah coba ngomong lagi ke opa soal kamu kuliah bareng aku di ITB. Opa tetep mau kamu di sini. Kita bakal LDR, kamu tau?"
Kurasa sekarang aku mengerti. Dengannya yang tak bisa leluasa menemaniku di sini, dia ingin semua orang tau bahwa kami saling memiliki. Dia sengaja melakukannya untuk menghindari pendapat bahwa kami masih sendiri.
"Aku ga yakin aku bisa ikut pertemuan semacem itu. Aku tau beberapa temen Denada dan selera mereka terlalu tinggi buatku. I don't think I can fit in (Aku ga yakin aku bisa membaur)."
Beberapa teman Denada yang pernah kutemui secara tak sengaja di rumahnya selalu berpenampilan branded, dengan make up sempurna dan terlihat high class. Kurasa aku tak akan bisa menyamai selera mereka karena aku lebih suka berpenampilan biasa saja. Penampilan yang membuatku merasa nyaman melakukan semua kegiatanku tanpa peduli dengan pendapat orang lain tentang berapa harga barang-barang yang kupakai.
"Aku juga sebenernya males ikut pertemuan begitu. Aku cuma mau dateng buat ngenalin kamu. Kita bisa pulang kapan aja kalau kamu mulai ngerasa ga nyaman. Gimana?"
"Apa yang harus aku lakuin di sana?"
"Cuma dateng dan ngobrol sebentar. Aku cuma butuh mereka tau kalau aku punya kamu. Itu aja."
"Di mana pertemuannya?"
"Di Restoran Ayu Kemuning."
"Selera kalian bener-bener tinggi ya?" aku bertanya sambil memasukkan sepotong cake kurma ke mulutku.
Aku tahu restoran itu adalah restoran kelas atas yang menyajikan makanan klasik khas Jawa dengan aksitektur restoran yang dibuat modern. Hanya orang tertentu yang biasanya melakukan reservasi di sana.
"Aku ga mungkin ke sana pakai bajuku yang biasa kan?"
"Kamu bisa kalau kamu mau."
"Seriously? Mereka bakal mikir apa ke kamu kalau kamu bawa perempuan pakai celana jeans belel sama kaos seadanya?"
"Aku ga peduli mereka mau mikir apa. Aku suka kamu yang begitu." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa. "Tapi kita bisa belanja ke butik dulu kalau kamu mau. Nanti aku bantu pilihin dress yang cocok."
"I knew it (Udah ketebak). Kamu udah ijin Opa mau ngajak aku ke sana?"
"Udah. Opa juga bilang kayaknya emang udah waktunya buat kamu."
"Maksudnya gimana?" aku bertanya karena sama sekali tak mengerti. Bukankah hal semacam ini tak ada hubungannya dengan Opa?
"Opa nyembunyiin kamu selama ini karena ga mau kamu ngerasa tertekan. Kalau kamu bilang ke mereka kamu adalah cucunya opa, mereka ga akan pernah berani macem-macem sama kamu."
"Dan kenapa begitu?"
Astro terdiam sebelum bicara, "Kamu bisa tanya sendiri ke opa."
"Ga bisa kamu aja yang ngasih tau?"
Astro menggeleng, "Kamu harus tau dari opa."
Aku lupa bahwa Opa juga sepertinya memiliki rahasia. Aku tak pernah bertanya hal-hal lain di luar kesehatan Opa, suasana hati Opa, juga pekerjaan dan bisnis yang harus kupelajari dari Opa.
Sepertinya sudah waktunya untukku bertanya hal lain. Seperti kenapa ada foto Opa memegang senapan bersama Kakek? Atau bagaimana Opa bisa menyelesaikan berbagai pekerjaan di usia lanjut seorang diri?
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-