Kopi
Kopi
Ujian kenaikan kelas berlalu dengan mudah untukku dan Astro. Rata-rata nilai kami sama, membuat kami menjadi murid dengan nilai tertinggi pertama dan kedua di angkatan kami. Astro menduduki peringkat pertama hanya karena namanya diawali dengan huruf A. Hal itu menjadi topik keisenganku padanya selama dua minggu. Andai saja namaku diawali dengan huruf A dan namanya diawali huruf M, aku yakin akulah yang akan menduduki peringkat pertama dan Astro peringkat kedua.
Astro pergi untuk mengerjakan proyeknya yang entah berada di mana setiap sebulan dua kali. Bahkan menghabiskan waktu liburan kenaikan kelas di sana. Aku beberapa kali menggodanya untuk pulang lebih cepat, tapi usahaku tidak berhasil. Sepertinya dia benar-benar berniat membuat proyeknya berjalan lebih cepat dari perkiraan Opa.
Kelas kami pindah ke lantai empat, di mana semua kelas dua belas berada. Aku menempati kelas bekas Kak Sendy dan memilih duduk di belakang dekat jendela, posisi yang sama dengan posisi dudukku saat masih di kelas sebelas. Dengan Donna, Tasya, dan Zen yang mengelilingiku, seperti di kelas sebelas dulu.
Bulan agustus sudah berlalu. Kelas kami memenangkan lomba dekorasi dengan mengusung tema perawat. Kami meminjam manekin tak terpakai milik orang tua Fani. Kami mendandani manekin sebagai pertugas kesehatan dan pesakitannya. Hal itu membuat kelas kami menjadi juara bertahan lomba dekorasi dua tahun berturut-turut.
"Pulang sekolah nanti ke coffee shop yuk. Ada yang baru buka di ruko baru. Jalan kaki bisa kok. Aku lagi suntuk banget. Lagian kita ga mungkin jalan-jalan pas bentar lagi ujian begini." ujar Donna saat kami baru saja selesai mengikuti pelajaran olahraga.
Coffee shop yang dimaksud Donna adalah cabang gerai kopi milikku. Iya, milikku.
Aku sudah berumur tujuh belas tahun sekarang dan telah mewarisi gerai itu secara legal. Aku juga sudah bisa menggunakan rekening yang Opa siapkan untukku beserta segala aset yang terhubung dengannya.
Astro memberiku pelajaran privat mengendarai mobil dengannya saat KTP-ku tiba. Dan, ya ... aku bisa mengendarai mobil sendiri sekarang, tapi Astro melarangku untuk membeli mobil. Dia berkata aku tak membutuhkan mobil saat ada dirinya yang bisa mengantarku ke manapun yang kuinginkan.
"Oh, iya bener. Katanya pastry di sana enak loh. Rekomendasi dari papa katanya ada carrot cake enak banget." ujar Tasya.
"Aku ikut deh. Kepalaku pusing dengerin mama ngomel terus nyuruh-nyuruh belajar. Padahal omelannya malah nambahin stress." ujar Zen. Dia tidak tahu tentang gerai kopi milikku. Aku meminta Opa tidak membicarakan tentang hal itu dengannya dalam berbagai sesi bermain catur mereka.
"Ikut, Za?" Siska bertanya.
"Aku ga ikut ya, ada kerjaan sama Astro. Lain kali kita bisa ke sana bareng." ujarku untuk memberi mereka alasan bekerja. Walau sebetulnya aku menggunakan alasan pekerjaan untuk bisa bersama Astro lebih lama hari ini.
"Kalian punya kerjaan apa sih? Perasaan kita ngurusin ujian aja udah pusing begini." ujar Reno yang sejak tadi tak bersuara.
"Beberapa kerjaan biasa aja kok." ujarku sambil menatap Zen dan memberinya isyarat untuk tak menceritakan apapun. Sepertinya dia mengerti.
"Tapi kamu sering bilang begitu. Jangan bilang kalian mau langsung nikah abis kita lulus?" Donna bertanya.
Seketika hening di antara kami. Aku masih terkejut dengan pertanyaan yang baru saja terlontar hingga tak sanggup mengeluarkan kalimat apapun.
"Bener?" Zen bertanya dengan tatapan menderita jelas terlihat di matanya.
"Ga kok. Cuma kerjaan biasa aja. Aku kan harus bantu opaku. Opa udah tua." ujarku. Sepertinya lebih baik jika aku menjelaskannya seperti ini, tanpa menyebut tentang apapun yang kukerjakan. Kuharap mereka mengerti.
Mereka sudah mengetahui fakta bahwa aku adalah seorang yatim piatu sejak lenganku terluka. Zen terpaksa menceritakan hal itu karena mereka memaksa untuk menghubungi keluargaku. Walau aku terkejut karena mengetahui hal itu saat kenaikan kelas semester lalu.
"Tapi kalau kalian beneran nikah, undang aku ya." ujar Donna.
Aku hanya menatap Donna dalam diam. Walau Siska dan Tasya sependapat dengannya. Hanya Zen yang masih menatapku dengan tatapan menderita.
***
"Kamu kenapa?" aku bertanya pada Astro setelah duduk di sebelahnya di teras belakang. Aku baru saja selesai mandi. Sikapnya tidak semurung ini saat kutinggalkan tadi.
"Opa ga setuju kamu ikut aku ke ITB. Opa ga mau kamu jauh dari oma." ujarnya dengan tatapan kesal.
Aku sudah lupa Astro pernah berkata akan berbicara pada Opa tentang tujuan kuliah kami. Mungkin dia baru saja membicarakan hal itu dengan Opa saat aku mandi.
"Aku bisa ke UNNES aja yang deket. Kamu tetep ke ITB."
"Tapi kamu bakal bareng sama Zen kalau kamu pilih UNNES." ujarnya dengan alis mengernyit mengganggu.
Aku tak memiliki kalimat apapun untuk bisa menenangkan dirinya saat ini. Aku pernah berkata pada Oma bahwa aku akan tetap tinggal di rumah ini berbulan-bulan yang lalu. Sepertinya Oma berharap aku akan menepatinya.
"Aku udah pilih kamu, Astro. Kamu ga perlu khawatir lagi soal Zen." ujarku pada akhirnya.
Aku tahu dia masih merasa keberatan dengan itu. Enam setengah tahun bersamanya, dia selalu berusaha ada di sampingku kapanpun aku membutuhkannya. Aku bisa mengerti jika hal ini berat baginya. Dengannya yang memilih ITB, kami akan berjarak enam jam perjalanan dengan mobil. Akan sangat boros jika dia pulang menggunakan pesawat walau aku tahu dia mampu melakukannya.
"Nanti aku coba ngomong lagi sama opa. Aku ga mau kamu deket-deket Zen."
"Tapi jangan maksa ya."
"Aku mau maksa. Kamu harus ikut aku, Faza."
"Emangnya kamu mau di-blacklist jadi calon suami cucu kesayangannya?"
Wajah Astro memucat setelah aku mengatakannya. Dia benar-benar terlihat berpikir keras saat ini. Kurasa aku tak akan mengganggunya dengan apapun yang ada dipikirannya sekarang.
"Gimana kalau kita nikah aja abis lulus?" pertanyaan itu datang tiba-tiba darinya.
Aku menatapnya terkejut dengan jantung terasa berhenti berdetak, "Emang proyek kamu udah selesai?"
"Rrgh, paling cepet sekitar tiga tahun lagi selesai. Itu kalau lancar."
Dilema mendatanginya kembali. Entah cara apa lagi yang sedang dipikirkannya. Aku sedang berkutat dengan pikiranku sendiri dan membayangkan aku hampir saja mati karena jantungku berhenti bekerja beberapa saat lalu.
"Atau kita ajak opa sama oma pindah ke Bandung?" Astro memberi ide. Entah dari mana dia mendapatkan ide seperti itu.
"Seriously?"
"Aku harus cari waktu lagi buat ngomong ini ke Opa. Opa mungkin mau diajak pindah."
"Opa sama Oma udah tua. Rumah ini berarti banyak buat mereka. Ngajak pindah ga segampang itu."
"Tapi kamu harus ikut aku."
"Aku ga harus ikut kamu, Astro."
Astro menatapku gamang, "Aku mau kamu ikut aku."
Aku menghela napas. Kurasa aku harus mengatakannya dengan jujur, "I am not yours, Astro (Aku bukan milik kamu, Astro). Not yet (Belum)."
Sepertinya pemahaman memasuki pikirannya, tapi dia menolak untuk menerima. Alisnya mengernyit mengganggu dan tatapannya berubah sendu.
"Aku seneng kalau bisa ikut kamu, tapi kalau aku ikut kamu dan bikin aku ninggalin Opa sama Oma di sini, mungkin aku ga akan bisa konsentrasi kuliah. Mereka udah tua dan mereka keluargaku satu-satunya. Kali ini, bisa kamu hargai keputusan Opa?"
Astro menatapku dilema, "Let me try it once more (Biar aku coba sekali lagi). Okay?"
Kurasa aku akan menyetujuinya saja untuk membuat suasana hatinya lebih baik walau aku tahu ini berat sekali untuknya, "Tapi ga boleh maksa ya."
Astro mengangguk dengan terpaksa. Entah alasan apa lagi yang sedang dia pikirkan untuk diberikan pada Opa nanti. Andai saja dia tidak berjanji genggaman tangannya malam saat acara puncak AT Project itu adalah yang terakhir sebelum waktunya, aku akan menggenggamnya saat ini untuk membuatnya merasa lebih baik.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-