Donasi
Donasi
Di wajahnya masih ada sedikit warna kebiruan walau bengkaknya sudah menghilang. Aku baru tahu bahwa dia mengalami cedera kaki saat berkelahi dengan Donny saat aku masuk sekolah senin lalu, yang membuatnya mengambil libur sekolah selama seminggu untuk memulihkan diri sambil mengurusi proses perdatanya dengan Donny.
Zen menoleh padaku dengan tatapan tak biasa, "Udah."
"Kaki kamu gimana?"
"Udah sembuh kok."
"Maaf ya aku telat tau kaki kamu cedera."
"Ga pa-pa."
Aku membereskan barang-barangku dan menoleh padanya yang masih menatapku karena sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu.
"Kalau kamu ketemu aku lebih dulu, aku bisa pastiin kamu bakal milih aku."
"Zen, let's not talk about this (kita ga perlu bahas ini)."
"Aku mau bilang itu aja kok."
Aku menghela napas, "Opa kecewa karena kamu bawa aku ngebut minggu lalu, tapi ga marah. Kamu masih diterima kalau mau ke rumah. Tadi pagi Opa bilang kamu harus lebih sering main catur biar bisa mikir lebih jernih."
Kurasa akan lebih baik menyampaikan yang sejujurnya padanya. Lagi pula tak akan ada bedanya untukku. Aku sudah memilih Astro.
"Bilang opa aku bakal nemenin main catur lagi nanti."
Aku hanya menatapnya tanpa menjawab. Dia mungkin saja cemburu saat melihat perlakuan Astro padaku di kantor polisi minggu lalu. Aku tak akan menyalahkannya karena merasa seperti itu. Sejak awal aku tahu dia memang tak akan mudah menyerah.
"Gimana sama Donny?" aku bertanya.
"Dia cuma kena hukuman setengah bulan masuk lembaga pemasyarakatan. Kayaknya keluarganya bantuin dia abis-abisan."
"Mm ... sorry, aku ga bisa bantu banyak soal itu."
"Ga pa-pa. Aku ngerti kalau kamu ga mau berurusan sama dia."
Aku memang dipanggil sebagai saksi untuk membantu kelancaran proses hukum Donny, tapi menolak untuk datang. Lagi pula aku sudah memberikan keterangan saat di interogasi di kantor polisi. Aku tak ingin melihat Donny lagi, walau secara tak sengaja.
Kami melewati hari seperti biasa, dengan banyak koordinasi dengan panitia AT Project lainnya. Walau semua orang yang bertemu Zen bertanya ada apa dengan wajahnya, Zen hanya menjawab bahwa dia baru saja bertemu teman lama.
Saat jam istirahat kedua, Zen menerima telepon bahwa proposal kami ke stasiun radio P diterima. Kabar itu langsung menyebar ke seluruh sekolah dan memberikan sebuah gerakan semangat. Semuanya berharap AT Project kali ini berjalan sukses.
Aku dan Astro masuk ke kelas muay thai pulang sekolah. Sejak bertemu Donny terakhir kali, aku bertekad untuk lebih baik dalam latihan karena aku tak akan tahu kapan saatnya aku membutuhkan kemampuan bela diri ini. Setidaknya akan lebih baik bersiap-siap jika suatu saat mungkin terjadi hal yang serupa.
Kami kembali ke sekolah setelah kelas muay thai untuk mengerjakan tanggung jawab sebagai panitia. Kami berkoordinasi dengan teman-teman yang lain untuk menentukan desain instalasi cahaya dan karya seni interaktif mana yang akan dipakai.
***
Aku dan Astro baru saja selesai sarapan di kantin saat Paolo dan Revi datang bergabung.
"What do you think about this (Gimana menurut kamu)?" Revi bertanya padaku sambil memamerkan sebuah jaket bermotif galaksi dengan tulisan "We are AT Project committee (kami adalam panitia AT Project)" di bagian punggung, dengan namaku, Mafaza Marzia, di dada sebelah kiri.
"Belum dinyalain lampunya. Kasih liat." ujar Paolo.
Revi menekan sebuah tombol yang tersembunyi di dalam saku sebelah kiri, lalu ada lampu berwarna warni menyala pada bagian tulisan di punggung dan dada. Akan terlihat cocok sekali untuk kami pakai saat hari H karena akan terlihat dalam gelap.
"Ini anti air." ujar Paolo.
Aku mengamit jaket itu dari tangan Revi dan memakainya. Aku meneliti setiap detailnya yang terlihat bagus sekali, dengan hoodie (penutup kepala) yang lebar. Aku menyukainya.
"Kenapa udah ada nama Faza?" Astro bertanya.
"Anggep aja sebagai bentuk restu dari kita kalau nanti Faza jadi istri bos kita." ujar Revi dengan senyum iseng.
"Acceptable (Alasannya boleh deh)." ujar Astro dengan senyum menggodanya yang biasa.
Aku hanya menggeleng perlahan. Sejak beberapa minggu yang lalu saat aku dan Astro datang ke basecamp pembuatan game mereka, mereka selalu bertingkah seperti ini. Aku akan mengabaikan pembahasan ini.
"Aku suka, tapi kalau mau bikin ini buat semua panitia, aku ga yakin bakal ada budgetnya." ujarku.
"Itu donasi dari kita karena game kita masuk playstore dan udah diinstall tiga ribu kali." ujar Revi.
Astro terkejut, "Kok ga laporan?"
"Ini niatnya sambil lapor." ujar Paolo.
"Game yang mana?"
Aku akan mengabaikan mereka lagi. Pembicaraan tentang game tak menarik perhatianku walau itu adalah buatan mereka sendiri. Aku lebih tertarik dengan bagaimana cara jaket ini dibuat.
Bel berbunyi, membuat kami harus bergegas ke kelas masing-masing. Aku memisahkan diri di persimpangan koridor lantai tiga, dengan jaket pemberian Revi di pelukanku. Aku segera memperlihatkannya pada Zen dan menjelaskan bahwa kami tak perlu membayar karena ada donatur baik hati yang bersedia memberi.
Aku tak akan menceritakan tentang proyek game Astro dan teman-temannya. Kurasa Astro akan lebih suka jika itu menjadi sebuah rahasia.
"This is great (Ini keren)." ujar Donna yang juga sedang memperhatikan jaketku yang sedang kupakai.
"Mereka bisa bikin buat diri mereka sendiri juga. Walau bukan panitia, tapi mereka bantu kan? Jadi boleh lah." ujar Zen.
"Nanti aku sampaiin ke mereka." ujarku dengan senyum lebar.
Dengan banyaknya kegiatan sekolah, kegiatan klub lukis, kegiatan di luar sekolah, serta kegiatan sebagai panitia, aku mulai berpikir, sepertinya memang tak ada yang tak mungkin dilakukan jika aku sudah berniat untuk melakukan sesuatu. Sepertinya niat itulah yang memberi jalan walau mungkin akan terlihat tak mungkin dijalani.
Beberapa bulan berlalu dengan cepat. Untukku, Astro dan teman-teman kami. Tiada hari tanpa membahas progres AT Project melalui aplikasi atau tatap muka. Hingga H-1 tiba.
"Panggung done. Instalasi done. Bintang tamu done. Koordinasi sama klub sekolah done. Konsumsi done. Stand bazar done. Ada lagi?" Zen bertanya sambil memberi ceklis pada catatannya.
Kami sedang berada di venue acara AT Project. Besok adalah hari acara akan diselenggarakan. Aku melirik jam di lenganku, pukul 20.12.
Kami menyewa sebuah gedung serbaguna yang memiliki ruangan indoor besar untuk memamerkan berbagai karya dari klub sekolah, tiga karya seni interaktif dan dua instalasi cahaya di berbagai tempat yang berbeda, serta berbagai stand bazar. Kami juga menaruh panggung berukuran sedang agar aman andai saja turun hujan. Bintang tamu dan pengunjung yang keberatan kehujanan akan kami pindahkan ke ruangan.
Ada lapangan outdoor tepat di luar gedung, dengan panggung yang besar. Kami akan menampilkan bintang tamu undangan di sini, dengan lima instalasi cahaya dan empat karya seni interaktif tersebar di berbagai sudut.
"Keamanan, petugas kesehatan sama pemadam kebakaran siap." ujar Reno.
"Benteng siap." ujar Toro.
Benteng yang dimaksud Toro adalah pos yang dibuat menggunakan rangkaian baja. Kami meletakkannya di depan pintu masuk, di tengah lapangan outdoor dan di dekat panggung.
Kami membuatnya setinggi lima meter agar bisa mengawasi semua pengunjung dari tempat yang aman gangguan. Tempat itu juga yang akan kami pakai untuk mengatur nyala instalasi cahaya dan karya seni interaktif.
"Okay, ada lagi?" Zen bertanya.
"Tinggal koordinasi besok aja sih kayaknya. Tiket kita juga udah ludes." ujar Naomi.
"Okay kalau gitu. Naomi koordinasi sama stasiun radio P. Donna sama bintang tamu. Siska bisa koordinasi sama klub sekolah buat acara ya. Beni besok stand by di belakang panggung sekalian awa enam orang buat jaga jangan sampai rusuh di sana." ujar Zen yang membuat semuanya mengangguk setuju.
"I"m so excited. Thank you udah ngijinin kita jadi tim buat ngatur instalasi walau ga masuk kepanitiaan." ujar Paolo.
"Kita seneng dapet banyak bantuan dari kalian. Besok kita ngumpul di sini jam sembilan. Acara kita emang mulai jam tiga sore, tapi tetep banyak yang harus disiapin. Besok bakal hectic banget, apalagi acara kita baru selesai jam sepuluh. Ga ada yang boleh sakit mendadak. Ngerti?" ujar Zen.
Semua setuju dengannya. Kami membubarkan diri setelah semua persiapan selesai. Kami harus tidur cukup malam ini untuk persiapan esok hari.
Besok adalah hari yang besar.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-