Donny
Donny
"Semoga kak Rio beneran bisa jebolin proposal kita. Keren banget kan kalau bisa kerja sama sama radio P. Proyek tahun ini pasti bakal sukses banget kalau beneran dapet." ujar Zen dengan suara pelan setelah keluar ruangan, tapi cukup jelas terdengar untuk kami bertiga.
Stasiun radio P memang stasiun radio yang memiliki nama besar. Sebelumnya kami kurang percaya diri untuk memberikan proposal pada stasuin radio ini karena tahun lalu proposal sekolah kami ditolak.
Aku melirik jam di lenganku, pukul 13.10. Jam makan siangku sudah terlewat dan perutku mulai terasa lapar, "Makan dulu yuk. Di mana aja boleh. Aku ga tau area sini soalnya."
"Aku mau langsung pulang, Za. Mau mabar (main game bersama)." ujar Beni sambil tersenyum.
"Aku traktir, Ben." ujarku sambil menatap Beni penuh arti. Kuharap dia tahu maksudku. Aku tak mungkin membiarkan diriku sendiri makan berdua bersama Zen.
"Kalau ditraktir aku ga nolak." ujar Beni yang entah benar-benar menerima karena traktiranku atau karena dia tahu aku membutuhkan bantuannya. Yang manapun tak masalah bagiku.
"Ke rumah makan pertigaan sana aja, ya? Ada banyak menu. Ga terlalu mahal juga." ujar Zen.
Aku hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun. Beberapa langkah sebelum sampai di meja resepsionis, aku menyadari keberadaan Donny dengan empat orang lain. Dia menatapku tajam, tapi aku bersikap seolah tak mengenalnya. Zen mengamit tanganku dan kami bertukar posisi saat berjalan hingga aku mendapatkan kesan sepertinya Zen mengenalnya.
"Udahan ketemu kak Rio nya, Dek?" resepsionis yang tadi mengantar kami bertanya saat kami mendekat.
"Udah, Kak. Makasih bantuannya. Kita pulang dulu." ujar Zen sambil menundukkan bahu dan mempercepat langkah keluar gedung.
"Kamu kenal Donny?" aku bertanya untuk memastikan dugaanku setelah sampai di luar. Aku tak ingin Donny mendengarku bertanya tentang dirinya pada Zen.
"Dia alumni SMP-ku. Kenapa sih kamu tuh selalu bermasalah sama orang-orang kayak dia?" Zen bertanya yang mungkin saja mengingat kejadian lomba robotik beberapa bulan lalu.
"Mereka yang nyari-nyari masalah. Aku ga ngapa-ngapain kok."
"Ngomongin apa sih kalian?" Beni bertanya.
"Hei!!" aku mendengar suara yang tak asing berteriak pada kami saat kami baru sampai parkiran.
"Ga usah diladenin, Ben. Jalan aja terus." ujarku saat menyadari Beni berhenti dan menoleh padanya.
Aku berjalan cepat ke arah motor Zen terparkir karena tak ingin terlibat apapun dengannya lagi. Lenganku bahkan masih terasa berdenyut mengganggu hingga saat ini.
"Denger ga sih kalau dipanggil?" Donny bertanya.
Aku menoleh ke arahnya. Dia dan seorang laki-laki mengikuti kami ke parkiran. Aku tak suka tatapan matanya. Lebih tak suka lagi saat aku mengingat lenganku yang pernah terluka karena sikap impulsifnya.
"Ada urusan apa?" Zen bertanya sambil memasang helm.
"Dari awal ketemu, kamu tuh emang udah songong ya? Aku ga suka sama sikap begitu." ujar Donny. Sepertinya kalimat itu ditujukan untukku.
"Bukannya sikap kamu yang kelewatan?" aku bertanya.
"Yang waktu itu buat ngasih kamu pelajaran." ujar Donny yang sepertinya tak ada sedikit pun rasa bersalah pada dirinya.
"Pelajaran apa? Aku ga pernah ngerasa ganggu kamu."
"Tapi kayaknya kamu belum bisa ambil pelajarannya karena terlalu bertingkah." ujar Donny dengan kilat di tatapan matanya. Aku tahu dia berbahaya.
Zen menyodorkan helm padaku, "Cepet pakai. Kita cabut sekarang."
Aku tahu Zen sedang berusaha membawaku keluar dari situasi itu, maka aku menurut dan menaiki motor Zen sambil memakai helm. Sedetik berlalu, Zen menyalakan motor dan kami menjauh dari mereka. Kami masih menunggu portal terbuka sebelum pergi, dengan Beni di belakang kami. Yang tak kuharapkan, Donny dan temannya menyusul mengendarai motor mereka masing-masing.
"Pegangan. Aku serius." ujar Zen.
Kurasa aku tak memiliki pilihan lain saat ini. Aku menaruh kedua tangan di pinggangnya dan dia langsung mengebut saat portal terbuka. Disusul oleh Beni.
"HEH, BERHENTI BANGS*T!" Donny berteriak.
"JAGAIN, BEN!!" teriak Zen.
"SH*T!! ASTRO BAKAL MURKA KALAU TAU!!" teriak Beni yang mengebut mengikuti kami.
Zen dan Beni mengebut di jalanan yang lengang. Membuat Donny dan temannya memiliki kesempatan menaikkan kecepatan. Kami beberapa kali hampir tersusul, tapi ternyata Zen dan Beni bisa mengatur kecepatan mereka lagi. Beni dengan sigap menutup jalan Donny dan temannya untuk menyusul Zen.
Situasi ini membuatku berpikir, apakah keempat orang ini pernah masuk arena balap? Apakah ... Astro juga? Mengingat selera motornya yang ....
Zen dan Beni menikung dengan tajam di belokan yang membuatku berharap Donny dan temannya terkecoh. Mereka memang sempat terkecoh, tapi mereka segera berbalik arah mengikuti kami walau tertinggal cukup jauh.
Kami beberapa kali melanggar lampu lalu lintas, juga diteriaki pejalan kaki. Untungnya kami tak menabrak siapapun sampai saat ini. Jantungku berdetak kencang sekali. Aku bahkan bisa membayangkan wajah marah Astro berkelebat di mataku.
Aah kenapa hal ini harus terjadi di saat Astro tak ada di sampingku?
Zen memberi isyaray pada Beni untuk berpencar di pertigaan, "MISAH BEN! ADA KANTOR POLISI DI SANA!"
Beni menuruti Zen, tapi tak ada penghalang untuk Donny menyusul kami sekarang. Dia dan temannya menambah kecepatannya.
"AAH SIAAL!!" ujar Zen tiba-tiba. Gerakan motornya melambat sekarang. Kurasa aku tahu kenapa dan ini bukan saat yang tepat.
Kami berhenti sesaat setelahnya. Zen memarkir motor dengan terpaksa. Kami turun dan melepas helm tepat saat Donny dan temannya melambat dan menghampiri kami.
Kanan kami hutan dan kiri kami deretan sawah. Tak ada yang bisa dimintai tolong saat ini karwna rute seperti ini biasanya sepi pengendara.
"SET*N! Ngapain kalian kabur?" Donny berteriak dan terlihat murka saat memukul jok motor Zen dengan kepalan tangan.
Aku dan Zen saling tatap. Kami tahu kami harus waspada. Ada orang gila yang sangat impulsif yang harus kami hadapi sekarang. Aku tahu dia bisa melakukan apapun yang dia inginkan tanpa berpikir apakah dia akan menyakiti kami atau dirinya sendiri.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-