Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Genggaman



Genggaman

Astro membawa lobster ke samping kompor. Ternyata lobster itu sudah dibelah memanjang menjadi dua bagian. Dia hanya menambahkan olesan butter, bawang putih, lada dan sedikit daun peterseli di daging lobster sebelum memanggangnya di wajan. Tak sampai lima menit lobsternya matang dengan aroma yang sangat harum.     

"Tadi aku minta mbok Lela masakin tumis brokoli sama jamur. Sebentar aku ambilin." ujarnya sambil menaruh lobster di hadapanku.     

Aku hanya mengangguk. Walau aku akan menganggapnya curang karena tak menyiapkan masakannya sendiri, tapi aku tak akan mengeluh. Dia baru saja pulang dan menyempatkan diri memasakkan lobster pun sudah membuatku terharu.     

Astro kembali tak lama setelahnya. Dia mengisi meja dengan semangkuk tumis brokoli jamur, dua piring kosong, semangkuk nasi, seteko air dingin dan dua gelas di sisinya. Kami langsung makan dan menghabiskan makanan dalam waktu singkat. Harus kuakui, lobsternya enak sekali.     

"Thank you. Harusnya aku yang masak buat kamu. Kamu kan baru pulang." ujarku sambil menyandarkan punggung karena merasa kenyang.     

"Aku seneng masak buat kamu." ujarnya sambil menyandarkan punggung sepertiku.     

"Masakan kamu enak. Aku suka."     

Astro tak menanggapi kalimatku, tapi menatapku dalam diam cukup lama hingga terdengar suara telepon berbunyi. Itu adalah telepon rumahnya. Mbok Lela datang menghampiri kami tak lama setelahnya.     

"Mbak Faza, opa di rumah sakit." ujar Mbok Lela yang terlihat panik.     

"Kan emang lagi di rumah sakit, Mbok. Opa kan lagi check up." ujarku sambil menatap Mbok Lela dengan tatapan bingung.     

"Maksud saya, opanya Mbak Faza sekarang ada di IGD rumah sakit."     

Aku terkejut, "Apa? Kenapa?"     

"Pak Said ga bilang ada apa, tapi minta Mbak Faza ke sana sekarang."     

Aku meraba kantong celana untuk mencari handphone. Sepertinya handphoneku tertinggal di sebelah laptop di lantai dua. Aku segera beranjak menaiki tangga dan menemukan beberapa panggilan telepon dari nomor Oma dan Pak Said yang tak terjawab. Sial, aku hanya mengatur handphone ke mode getar.     

Aku mengecek pemberitahuan dan menemukan pesan dari Oma tertimbun di antara pesan lain : Opa mau operasi. Faza ke sini ya     

Jantungku berdetak panik. Aku tak ingin menduga-duga, tapi kabar Opa akan melakukan operasi membuatku berpikir tentang hal-hal buruk.     

"Beresin barang-barang kamu. Aku anter." ujar Astro yang berjalan sambil lalu ke kamarnya.     

Aku menuruti kata-katanya sambil terus berdoa agar Opa baik-baik saja. Membayangkan Opa berada di rumah sakit membuat kepalaku berdenyut mengganggu.     

Astro keluar kamar sambil memakai jaket, dengan handphone dan kunci mobil di tangannya. Dia mengajakku segera turun menuju mobil.     

"Titip rumah ya, Mbok." ujar Astro sebelum duduk ke kursi kemudinya.     

Mbok Lela mengangguk tanpa mengatakan apapun. Astro menyalakan mobil dan kami keluar dari garasi untuk berangkat ke rumah sakit.     

"Bisa lebih cepet?" aku memohon karena ingin segera sampai. Aku khawatir sekali.     

"Jangan panik. Nanti kamu ga bisa mikir jernih."     

"Tapi tadi pagi Opa baik-baik aja. Kan kamu juga ketemu. Gimana mungkin sekarang tiba-tiba mau operasi?"     

Sepertinya Astro mengerti kekhawatiranku karena aku baru mengatakan padanya bahwa Opa akan dioperasi. Dia memacu mobil lebih cepat. Ada kekhawatiran di tatapan matanya yang berusaha disembunyikan walau kami berkendara dalam diam.     

Dia langsung memarkir mobil sesampainya di rumah sakit. Sedangkan aku memakai ransel sambil berjalan cepat menuju meja resepsionis dan bergegas ke ruang operasi. Sesampainya di sana, Oma dan Pak Said sedang duduk di depan ruangan dengan wajah khawatir.     

Aku menyalami dan mencium tangan Oma yang terlihat lelah sekali. Baru sekarang aku berpikir bahwa Oma mungkin memiliki beban yang selama ini tak pernah kusadari.     

Oma mengelus kepala Astro setelah Astro selesai mencium tangannya, "Tadi opa jatuh dan langsung pingsan. Dokter bilang ada pembuluh darah yang beku di otak opa. Bantu Oma doa semoga operasinya lancar ya."     

"Ini salah saya, Mbak." Pak Said membuka suara walau terdengar ragu-ragu. "Tadi saya ga sengaja nyenggol mobil depan, soalnya dia berhenti mendadak. Yang punya mobil marah minta tanggung jawab. Bapak keluar buat bantu bayar kompensasi kalau emang ada yang rusak, tapi orangnya ga terima. Dia dorong bapak kasar banget sampai bapak jatuh."     

"Orangnya di mana sekarang?" aku bertanya dengan perasaan geram.     

"Orangnya langsung pergi pas liat bapak pingsan."     

"Bukan salah Said. Orang itu yang punya tata krama sama orang tua. Jangan nyalahin diri sendiri. Sekarang kita doa semoga operasi opa lancar." ujar Oma dengan suara bergetar.     

Kakiku terasa lemas sekali. Detakan jantungku tak bisa kukendalikan. Bertahun-tahun ini kami selalu menjaga agar Opa selalu berada di suasana hati yang tenang. Sekarang hanya karena sebuah insiden kecil yang seharusnya bisa dibicarakan baik-baik, mengharuskan Opa operasi mendadak seperti ini.     

Semahal itukah harga sebuah mobil hingga membuat seseorang begitu marah saat mobilnya terserempet dan membuatnya tak mampu berpikir dengan baik? Bahkan tak bisa menjaga sikap di depan seorang yang sudah tua?     

Astro mengamit ransel dari bahuku dan memberiku isyarat untuk duduk. Aku menurutinya. Sepertinya memang lebih baik jika aku menenangkan diri lebih dulu.     

"Oma mau pulang dulu sebentar. Mau ngambil beberapa berkas sama baju ganti. Faza sama Astro temenin opa ya. Kalau ada apa-apa kasih kabar ke Oma." ujar Oma.     

Kami hanya mengangguk. Kemudian Oma dan Pak Said pergi dengan langkah cepat.     

Aku menatap Astro. Aku tahu dia khawatir. Dia hanya berusaha tak memperlihatkannya padaku. Aku menepuk tempat duduk di sebelahku sebagai isyarat padanya untuk duduk.     

Astro menurutiku dan menaruh ranselku di sebelahnya yang lain. Aku menatapi tangannya yang sepertinya akan sangat membantuku menenangkan pikiran. Aku hanya tak sanggup meminta izin untuk menggenggamnya.     

"Boleh kok." ujarnya sambil mengamit tanganku dan menggenggamnya dengan lembut.     

Aku benar. Genggaman tangannya memang mampu membuatku merasa lebih tenang. Namun sekarang aku gamang karena kami seharusnya tak boleh saling bersentuhan.     

"Tapi cuma sebentar ya." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

"Thank you, Astro." ujarku sambil menggenggam tangannya lebih erat. Aku tak akan keberatan menggenggamnya walau hanya sebentar. Tangannya terasa hangat dan nyaman.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.