Proyek
Proyek
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
=======
Aku melirik jam di dinding kamar, pukul 13.42. Aku sedang membaca sebuah novel yang kupinjam dari Mayang saat aku ingat belum menerima pesan apapun dari Astro hari ini hingga memutuskan untuk memberinya pesan lebih dulu.
Aku : Kamu udah makan siang?
Astro : Belum, sebentar lagi
Aku : Makan dulu. Kamu kan udah janji makan tepat waktu
Astro : Baik, Nona
Aku : Serius, Astro. Aku ga mau kamu sakit
Astro membaca pesanku, tapi tak membalasnya. Mungkin dia sedang mencari makanan. Atau apakah dia memasak sendiri?
Sudah seminggu lebih sejak dia pergi mengerjakan proyeknya yang entah apa dan entah berada di mana. Dia tak bersedia memberitahuku apapun. Aku hanya tahu bahwa mungkin saja proyeknya berada di luar kota. Walau seminggu lebih ini aku banyak menghabiskan waktu mengurusi toko kain dan toko Lavender's Craft, tapi terasa aneh karena tak ada dia yang menemani. Kami memang saling memberi kabar lewat pesan, tapi hanya di waktu tertentu karena sepertinya dia jarang memegang handphone.
Aku mengalihkan tatapan ke novel milik Mayang. Novel ini merupakan serial detektif yang beberapa bulan lalu Mama Denada belikan untuknya sebagai buah tangan. Novel yang menarik menurutku, dengan latar belakang dunia yang berbeda dan mampu membuatku berpikir mungkin dunia ini bukanlah satu-satunya dunia yang ada. Aku tenggelam di dalam cerita fiksi itu dan baru mengalihkan tatapan dari buku saat Astro membalas pesanku hampir satu jam kemudian.
Astro : Aku udah makan. Mau lanjutin kerjaan dulu. Nanti malem aku kabarin
Aku : Thank you
Aku menghela napas. Sepertinya aku mulai bosan.
Aku memberi kertas pembatas pada halaman terakhir yang kubaca dan meletakkan novel itu di meja. Aku mengamit handphone dan membawanya sebelum ke luar kamar.
Ada suara sayup orang berbincang di ruang tamu, aku menghampirinya dan menemukan Zen sedang bermain catur bersama Opa. Aku tahu hampir dua hari sekali Zen datang sejak kami libur sekolah untuk menemani Opa bermain. Entah apakah Opa yang memintanya atau Zen yang menawarkan diri.
Aku tak pernah tertarik dengan aktivitas bermain catur sebelumnya hingga tak pernah memperhatikan saat Opa memainkannya bersama Astro atau Zen. Namun aku memiliki banyak waktu hari ini dan sepertinya aku akan menonton permainan mereka sebentar.
"Mafaza sudah bangun?" Opa bertanya padaku sambil memberi satu langkah maju pada biduknya, tapi aku tak tahu biduk apakah itu.
"Faza ga tidur kok Opa. Cuma lagi baca novel di kamar." ujarku sambil duduk tepat di sebelah Opa.
Opa mengangguk pelan, "Zen harus main sama Astro lain kali. Astro mainnya bagus sekali. Minggu lalu Opa kalah dua kali."
"Lain kali Zen coba main sama Astro kalau dia ga sibuk." ujar Zen yang terlihat terkejut. Astro menang bukanlah hal yang baru untukku, tapi sepertinya dia merasa terintimidasi karena Opa berkata Opa kalah dua kali dari Astro.
Dia tak tahu apapun tentang hubunganku dengan Astro selain dari kami adalah pasangan, atau mungkin kekasih menurut pemahamannya. Sepertinya dia juga tak tahu bahwa Opa secara khusus memberi Astro sebuah proyek untuk dikerjakan, sebagai ganti atas kesediaan Opa mempercayakanku pada Astro nantinya. Namun karena dia berkata dengan percaya diri bahwa dia tak akan menyerah, maka aku akan membiarkannya melakukan apapun yang dia inginkan.
Aku pun sebetulnya tahu bahwa bermain catur bersama Opa adalah salah satu caranya mendekatkan diri pada keluarga ini, yang aku tak mengerti adalah kenapa Opa membiarkannya bersikap seperti itu. Aku tahu Opa pasti mengerti alasan Zen bersedia menyempatkan waktu untuk datang menemaninya bermain catur adalah untuk mendekatiku, walau selama ini Zen tak pernah menunjukkan ketertarikan padaku atau meminta berbincang berdua denganku saat di rumah.
"Opa dengar Zen pintar melukis. Nanti mau kuliah ambil jurusan seni?" Opa bertanya.
"Iya, Opa. Zen udah ngincer UNNES. Semoga dapet." ujar Zen sambil mengarahkan sebuah biduknya.
"Mafaza ada niat ke sana juga?"
"Faza belum mikirin, Opa, tapi nanti Faza coba cari tau dulu."
"Ikut aja, Za. Bagus kok. Deket juga dari sini."
"Aku cari referensi dulu, Zen. Masih lama juga. Kan kita baru kelas sebelas. Ujian masih tahun depan."
Aku memang belum memikirkan ingin kuliah jurusan apa dan ke mana. Sepertinya sudah waktunya untukku mencari tahu. Aku memang menyukai seni rupa, tapi aku juga mempertimbangkan akan mengambil jurusan bisnis untuk memperdalam pengetahuanku karena akan ada dua bisnis yang harus kujalankan dalam waktu dekat.
"Faza ke belakang dulu ya, Opa." ujarku dan baru beranjak setelah Opa mengangguk.
Menonton Opa dan Zen bermain catur ternyata tidak terlalu menarik hingga membuatku berniat ke dapur untuk mencari camilan. Aku baru saja mengambil semangkuk puding saat melihat sosok Oma dari jendela yang sedang duduk di teras belakang. Aku menghampiri Oma dan mendapati Oma sedang merajut sesuatu.
"Faza baru tau Oma bisa ngerajut." ujarku sambil duduk.
"Oma baru belajar karena bosen di rumah ga ada aktivitas lain." Oma menjawab dengan senyum lembut.
"Oma mau bikin apa?"
"Oma mau coba bikin syal. Nanti syalnya buat Faza."
"Beneran, Oma?"
Oma tak mengucapkan apapun, tapi mengangguk perlahan. Walau Oma berkata baru belajar merajut, kurasa rajutannya cukup bagus. Terlihat rapi walau gerak tangannya lambat, atau mungkin sedang menikmati momen merajutnya hingga tak ingin buru-buru.
"Faza tau kenapa bunda dulu milih ngajarin kalian homeschooling?" pertanyaan itu datang dari Oma secara tiba-tiba. Aku tahu kalian yang dimaksud Oma adalah aku dan adik-adikku.
"Faza ga tau. Mungkin karena Bunda seneng main sama kita?" aku menjawab asal saja karena tak tahu apa alasan Bunda yang sebenarnya.
Oma menatapku sejenak sebelum kembali pada rajutannya, "Mungkin itu juga. Yang Oma tau, bunda protektif banget sama kalian sampai semuanya dikerjain sendiri. Ga percaya sama orang lain buat bantu."
"Tapi Bunda terbukti bisa ngerjain semuanya." ujarku karena teringat Bunda selalu bergerak setiap hari untuk mengerjakan apapun yang bisa dikerjakan seolah tak pernah lelah.
Oma menoleh padaku dan tersenyum, "Tapi itu bikin orang lain jadi jaga jarak. Termasuk Oma."
"Faza ga ngerti." ujarku lalu memasukkan sesendok puding ke dalam mulut.
"Sebagai seorang nenek, Oma juga mau sekali-sekali ngurus cucu, tapi bunda malah pindah jauh. Oma jadi bisa ketemu kalian cuma beberapa kali aja setahun."
Mungkinkah Oma sedang mengenang masa lalu?
Aku masih tak mengerti maksud Oma, tapi aku tak perlu membantahnya. Mungkin selama ini Oma merasa kesepian karena Bunda adalah anak satu-satunya yang pergi jauh setelah menikah dan berkeluarga.
"Kalau Faza sama Astro nanti nikah, jangan jauh-jauh pindahnya ya." ujar Oma tiba-tiba.
Aku baru saja menelan pudingku saat itu. Andai saja aku masih mengunyahnya mungkin aku sudah menyemburkan beberapa potongan puding karena terkejut.
Aku menatap Oma gamang. Bagaimana mungkin Oma mengatakan hal seperti itu? Memangnya sudah tersiar kabar bahwa kami akan menikah? Bukankah Astro masih harus mengurusi proyeknya dengan Opa lebih dulu?
"Oma udah tua, Faza. Oma cuma khawatir nanti Oma lupa buat bilang ke Faza kalau mau pindah rumah yang deket sini aja."
"Oma jangan bilang begitu. Faza mau di rumah ini aja kalau nanti Faza nikah. Faza mau nemenin Oma sama Opa di sini."
"Emangnya Faza udah ngobrolin itu sama Astro?"
Aku menggeleng perlahan. Aku belum membicarakan apapun tentang kehidupan setelah menikah dengan Astro. Lagi pula, bagaimana mungkin? Aku saja baru mengetahui proyek yang dikerjakan Astro adalah bentuk usahanya untuk mendapatkanku sebagai istrinya minggu lalu.
Sebentar ..., istrinya?
Aah, kata-kata itu tiba-tiba membuatku malu.
"Oma kok bilang gitu? Kayak tau Faza bakal nikah sama Astro?" aku bertanya hanya untuk memastikan keingintahuanku. Opa memberi proyek pada Astro untuk dikerjakan, mana mungkin Oma tidak mengetahuinya? Hanya saja, aku ingin mendengarnya langsung dari Oma.
Oma menghentikan gerakan tangannya dan menoleh ke arahku, "Minggu lalu sebelum Astro berangkat, Astro udah bilang kalau Faza tau proyeknya bareng Opa. Astro ga bohong kan?"
Minggu lalu Astro memang menemaniku sehari penuh sebelum berangkat dan sempat bercakap dengan Opa dan Oma saat aku mandi. Apakah itu yang dibicarakannya? Dipikir bagaimanapun dia memang selalu memberitahu Opa dan Oma tentang segala hal. Namun kenapa dia menyimpan banyak rahasia padaku?
Aku menggeleng perlahan, "Faza cuma tau Astro punya proyek sama Opa, tapi ga tau apa proyeknya. Oma bisa kasih tau Faza?"
"Oma ga bisa kasih tau Faza sekarang. Belum waktunya." ujar Oma sambil menepuk lututku.
"Mm ..., Faza boleh nanya?"
Oma mengangguk, tapi tak mengatakan apapun.
"Kenapa Opa kasih Astro proyek? Faza kan ga pernah bilang kalau Faza suka sama Astro. Kalau ternyata Faza suka sama orang lain, gimana?"
"Proyek itu dikasih ke Astro karena Astro minta Faza jadi calon istri ke opa. Opa mau liat seberapa serius usaha Astro. Opa ga pernah janjiin Faza ke Astro kok. Opa bilang dengan jelas kalau opa mau bebasin Faza yang milih sendiri. Astro juga ga keberatan sama syarat dari opa, tapi ternyata Faza suka sama Astro kan? Astro jadi semangat banget ngerjain proyeknya."
Aku ingat Astro memang mengucapkan kalimat bahwa aku bukanlah miliknya minggu lalu dan dia akan tetap menghormati keputusanku andai aku memilih orang lain.
"Sebenernya Oma seneng kalau bisa sering ngobrol begini sama Faza. Kita ngobrol lebih sering lagi ya lain kali." ujar Oma dengan senyum lebar.
Andai saja tak ada keriput dan tanda-tanda usia lanjut lainnya, Oma pasti terlihat cantik sekali. Aku bahkan bisa membayangkan wajah Bunda ternyata lebih mirip Oma.
=======
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-