Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Abu-Abu



Abu-Abu

Kami baru kembali ke sekolah setelah menyelesaikan pertemuan muay thai. Astro mengajakku duduk di sebelah Beni, dengan Naomi duduk di sisi Beni yang lain. Aku mengenal Naomi di taman buah karena kami sekamar. Zen yang meminta seluruh anggota panitia datang ke ruang rapat yang berada tepat di sebelah ruang guru.     

"Hai, Faza." sapa Naomi.     

"Hai."     

"Dari mana kalian kok ga pakai seragam?" Beni bertanya.     

"Ada kelas Muay Thai." ujar Astro. Kami memang memakai celana training olahraga dan kaos yang lebih leluasa untuk kami pakai bergerak saat latihan.     

"Gila! Ikut kelas berdua? Di mana?"     

"Rahasia. Belum mulai nih?"     

Beni terlihat terganggu dengan jawaban Astro walau tak menanggapi lebih lanjut, "Zen lagi ketemu pak Dan. Bentar lagi mungkin. Bagi game baru yang kemarin dong, pajak jadian kalian berdua."     

"Besok deh. Sekarang ga bawa."     

Aku menggeleng melihat tingkah mereka. Tubuhku sudah lebih bisa beradaptasi dengan latihan muay thai hingga refleks tubuhku terasa lebih baik. Namun Astro berkata nanti malam mungkin tubuhku masih akan terasa nyeri.     

"Udah di sini aja?" Donna bertanya padaku saat memasuki ruangan. Ada Siska, Reno dan Toro di belakangnya.     

"Panitia dari kelas kita banyak ya?" aku bertanya.     

"Iya dong, kan bala bantuan buat kamu." ujar Toro.     

"Astro ga ketinggalan ya kalau ada Faza? Padahal kemarin ga ada tanda-tanda bakal ikut." ujar Siska.     

Astro hanya tersenyum sebagai jawaban. Sepertinya mungkin saat ini semua orang tahu bahwa Astro mengambil tanggung jawab sebagai panitia karena aku bersedia ikut.     

Ada dua puluh lima orang di ruangan ini saat semua anggota panitia berkumpul. Semuanya berasal dari kelas sepuluh dan sebelas. Kelas dua belas dilarang mengambil tanggung jawab menjadi panitia karena harus fokus mempersiapkan diri untuk kelulusan, tapi mereka bersedia membantu jika kami membutuhkan bantuan.     

Kami membahas tentang tema yang akan dipakai, jam acara dimulai dan acara selesai, lokasi acara, rencana menyebar proposal ke berbagai perusahaan untuk mendapat sponsorship, mencari stasiun radio yang bersedia menayangkan acara, membahas tentang keterlibatan klub sekolah, siapa saja bintang tamu yang akan kami undang dan pengamanan selama acara berlangsung.     

"Acara tahun ini beda sama tahun lalu. Tahun lalu kita bikin di area sekolah. Tahun ini kita dibebasin kalau mau nyewa lokasi asal dana dari sponsorshipnya cukup." ujar Zen.     

"Tahun lalu temanya apa ya?" aku bertanya karena sama sekali tak tahu.     

"Tahun lalu bikin tema cintai bumi. Jadi semuanya pakai bahan reuse (memakai kembali barang lama) dan recycle (mengubah barang lama menjadi barang baru)." ujar Naomi.     

"Tahun ini mau bikin apa?"     

"Itu gunanya kamu di sini. Kamu punya ide?" Zen bertanya.     

"Mm ... jujur aja sih, karena aku ga pernah ikut kepanitiaan acara semacem ini sebelumnya jadi aku sama sekali ga tau. Kalau ada dokumentasi acara sebelum ini aku mau liat dulu."     

"Ada kok di website sekolah. Bukan cuma tahun lalu aja, tapi tahun-tahun sebelumnya juga ada." ujar Reno yang segera mengeluarkan handphone, mengetik sesuatu dan menyodorkan handphonenya padaku.     

Aku mengamati banyak foto yang terpampang dengan penuh antusias. Acara yang begitu bagus bisa diciptakan dengan kerja sama antar murid. Aku harus mengakui, aku sangat terkesan     

"Aku punya ide sih, tapi aku ga tau gimana bikin ide itu jadi nyata. Ini cuma sekelebatan aja barusan jadi ga tau apa kalian bakal setuju atau ga." ujarku dengan jujur.     

"Gimana?" Donna bertanya.     

"Inget di lomba robotik lalu ada pameran instalasi cahaya sama karya seni interaktif? Kalau kita bisa bikin begitu pasti jadi keren banget, tapi aku sama sekali ga ngerti gimana cara bikinnya atau siapa yang aku kenal buat bikin semacem itu. Dan kita cuma bisa bikin acaranya malem kalau mau pakai tema itu."     

Semua orang saling pandang satu dan lainnya. Donna dan teman-temanku yang melihat pameran itu langsung menyanggupi ideku karena kami memang melihat pameran itu bersama. Ada yang terkejut, ada juga yang pesimis dan berkata itu terlalu berlebihan.     

"Kita bisa cari ide lain kok kalau emang ga setuju. Yang tadi itu tiba-tiba aja muncul di kepalaku karena aku liat di dokumentasi yang kayak gitu belum pernah ada. Aku juga ga kenal siapapun yang bisa bantu bikin ide itu jadi nyata." ujarku untuk menanggapi reaksi yang lain.     

"Kamu lupa kalau ada aku ya, Nona?" Astro bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Semua orang menatapnya dan sepertinya mereka mendapat jawaban yang kami semua butuhkan. Kami merancang acara dengan cepat setelah mendapatkan tema yang disetujui. Semuanya terorganisir dengan baik dan semua orang telah mendapat posisi masing-masing sebelum rapat selesai.     

Aku melirik jam di lengan, pukul 17.43. Aku dan Astro baru saja keluar dari gerbang sekolah untuk pulang. Aku menoleh padanya yang duduk di sebelahku, "Untung ada kamu."     

Astro menoleh sesaat sebelum kembali fokus ke rute, "Bukan. Untung ada kamu yang ngasih ide itu jadi Zen ga punya alasan buat ngeluarin aku dari kepanitiaan karena dia butuh aku. Kamu ga liat tadi ekspresinya gimana?"     

Aku menggeleng. Aku sama sekali tak memperhatikan ekspresi yang disebut olehnya karena aku terlalu antusias dengan bagaimana acara ini akan kami bangun.     

"Mukanya berubah warna jadi abu-abu." ujarnya sambil tertawa. Ada kemenangan dalam tawanya saat dia mengatakan kalimat itu dan aku tak mengerti kenapa hal itu membuatnya sangat senang.     

"Nanti makan dulu ya di rumah sebelum pulang. Kita harus makan tepat waktu kalau ga mau sakit." ujarku yang berusaha mengingatkannya bahwa kami membutuhkan tubuh kami tetap sehat.     

Astro mengangguk, "Nanti malem aku bangunin jam satu lagi. Kamu harus selesaiin laporan dari pak Simon. Jam sepuluh kamu udah harus tidur."     

Aku menggumam mengiyakan. Entah kenapa aku rindu suasana makan berdua dengannya di restoran miliknya, tapi aku tak mungkin meminta ke sana karena kesibukan kami sekarang.     

"Nona." Astro memanggilku.     

Aku hanya diam menunggunya melanjutkan kalimatnya.     

"Kalau kangen dinner sama aku bilang ya." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Astaga, apa-apaan itu? Aku baru saja memikirkannya beberapa detik yang lalu.     

"Kamu cenayang ya?"     

"Kalau mau sekarang juga boleh kok." ujarnya sambil tertawa.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.