Kandang
Kandang
Kami sedang di dalam perjalanan ke rumah kakeknya, yang ternyata berada di kota sebelah. Perkiraan jaraknya sekitar dua setengah jam lebih dari area rumah dan kami sudah hampir dua jam di dalam mobil menuju ke sana.
Aku sedang mengalihkan tatapan ke jendela di sebelahku sambil memeluk boneka bantal kecil yang kubawa dari rumah untuk membuatku merasa nyaman karena aku hampir kehilangan cara untuk mengendalikan detak jantung sejak kemarin sore. Dalam diam kuraba cincin buatan Astro yang kusembunyikan di balik pakaian.
Aku tak sanggup menatap matanya dan tak mampu bicara. Aku bisa melihat pantulan sosoknya dari jendela dan dia terlihat tampan seperti biasa. Namun berdua dengannya seperti ini membuat jantungku berdetak semakin kencang.
"Ga tau." aku menjawab dengan jujur. Aku sungguh tak tahu kapan akan berhenti bersikap seperti ini. Hal ini terjadi begitu saja. Aku tak bisa mengendalikannya.
Aku tahu dia berkali-kali menoleh padaku dan berusaha membuat kontak mata sejak kemarin. Aku hanya tak sanggup menatapnya kembali. Aku terlalu malu setelah mendapatkan informasi mendadak bahwa kami bisa saja menikah hari ini.
Apa yang ada dipikiran Opa saat memutuskan untuk menikahkan kami secara tiba-tiba? Aku bersyukur ada Ayah yang menunda rencana itu dengan alasan yang bisa diterima akal sehat. Kalau tidak, mungkin kami sekarang sudah ..., memikirkan ini membuat jantungku berdetak semakin kencang.
"Masih lama ya?" aku bertanya hanya untuk mencegah diri dari menatap matanya. Mungkin bicara tanpa menatapnya seperti ini bisa menjadi solusi untuk sementara.
"Aku sengaja bikin lama karena kamu jarang ngomong dari kemarin."
Aku refleks menoleh ke arahnya yang mulai menyebalkan. Sial, dia menatap mataku.
Tunggu sebentar, kenapa mobil ini tiba-tiba berhenti?
"Aku juga kaget waktu tau kita bisa aja nikah hari ini." ujarnya dengan rona merah yang mulai menyebar di wajahnya.
Jantungku hampir saja berhenti berdetak mendengarnya mengatakan kalimat itu. Terlebih, melihat tatapannya yang menderita membuatku merasa bersalah.
"Tapi jangan ngehindarin aku begitu. Kamu bikin aku bingung harus gimana. Aku laki-laki dan di umurku yang sekarang aku emang susah ngontrol diri. Tolong jangan bikin ini makin susah buatku."
"I'm sorry. Aku ga bermaksud bikin kamu ngerasa begitu. Aku cuma ... tiba-tiba bingung."
Aah, kenapa kami berdua bersikap membingungkan?
Sebelum ini semuanya baik-baik saja. Kami bahkan akan saling menggoda jika ada kesempatan, tapi informasi menikah mendadak itu membuat kami bingung harus bersikap bagaimana.
"Bisa kita biarin yang kemarin lewat aja?" Astro bertanya.
Kurasa aku tak memiliki pilihan lain, maka aku mengangguk.
"Kamu harus nunggu cincin kamu aku ganti setelah proyekku selesai. Yang itu tolong dijaga baik-baik."
Aku masih meraba cincin darinya hingga saat ini dan kalimatnya membuatku salah tingkah. Sepertinya wajahku merona merah. Aku merasa malu sekali.
"Bisa kita jalan lagi? Keburu siang." ujarku yang berusaha mengalihkan pembicaraan.
Astro tidak menjawab. Dia hanya menatapiku seolah tak pernah melakukannya sebelum ini.
"Astro, ayo jalan." aku menegurnya karena tatapannya terasa lebih intens. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang.
"Kamu cantik." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Aku kan emang cantik." ujarku yang berusaha mengalihkan tatapan ke depan. Padahal sebetulnya pujiannya membuat jantungku berdetak kencang.
"Aku serius. Kamu harus lebih sering pakai rok kalau lagi jalan sama aku." ujarnya sambil kembali menyalakan mobil.
Aku memang memakai rok karena merasa akan terlihat lebih sopan untuk bertemu kakeknya. Rok sepanjang mata kaki ini kubeli bersama Mayang sebelum masuk sekolah, dengan motif bunga yang terlihat hangat dan tidak berlebihan. Aku bahkan baru ingat tak pernah memakainya sebelum ini.
"Aku berani minta kamu ke Opa karena liat kamu pakai rok waktu mau manggung. Aku ga tahan liat Zen di samping kamu begitu." ujarnya yang memaksaku menoleh padanya. "Kamu cantik banget, kamu tau? Aku ga heran kalau Zen berani nikung."
Aku tak pernah menceritakan pada Astro tentang Zen yang berniat menikungnya. Zen pernah mengatakannya padaku di bus sebelum kami berangkat ke taman buah. Bagaimana Astro bisa tahu?
"Kamu mau bilang kamu cemburu sama Zen pas kita manggung?" aku bertanya untuk memastikan dugaanku.
"Kamu cantik banget. Aku khawatir keduluan Zen kalau ga buru-buru minta kamu ke opa."
"Bukannya Opa bilang mau bebasin aku milih sendiri bahkan kalau proyeknya kamu ambil?"
"Tapi kamu milih aku kan." ujarnya sambil menatapku sesaat sebelum kembali fokus ke rute perjalanan. Ada senyum menggodanya yang biasa terkembang di bibirnya.
Dia benar. Akulah yang memilihnya. Aku menoleh padanya dengan senyum yang tak bisa kusembunyikan. Kurasa, sekarang kami baik-baik saja.
"Aku ga keberatan sih kalau kita nikah hari ini. Aku mau nagih kamu manggil aku 'honey'." ujarnya tiba-tiba.
"Astro!" ujarku yang berusaha memprotesnya karena jantungku terasa berhenti berdetak sesaat lalu, tapi melihat tatapan iseng di matanya membuatku tahu dia hanya sedang bercanda.
Aku memukulnya perlahan menggunakan boneka bantal yang sejak tadi kupeluk. Alih-alih menghindar, dia justru menerima pukulanku sambil tertawa. Aku menarik boneka bantal dan memeluknya kembali setelah beberapa kali pukulan. Masih ada sisa tawa di wajahnya. Dia tampan sekali dan sangat menyebalkan.
Namun bukan itu yang membuatku jatuh cinta padanya. Dia sudah menemaniku melewati masa rapuh dalam hidupku. Kurasa aku bisa menghabiskan waktuku bersamanya hingga kami tua, karena bersamanya aku tahu kami akan selalu baik-baik saja.
Kami melewati jalanan desa yang terlihat seperti jalanan biasa. Dengan rumah-rumah berdempet dan sesekali melewati hutan, sawah, jembatan dan sungai.
Astro menghentikan mobil di sebuah rumah sederhana yang diapit deretan pohon karet di sebelah kiri dan sebuah rumah sakit di sebelah kanannya. Ada seorang pria setengah baya membuka gerbang dari bambu saat melihat Astro mengangguk padanya.
"Kemarin aku udah minta buat siapin diri kan?" ujar Astro sesaat sebelum kami turun.
Aku mengangguk. Hal apa yang bisa terjadi di rumah sederhana seperti ini? Rumah Opa bahkan terlihat lebih baik walau bangunannya sudah tua.
Astro memberiku isyarat untuk berjalan di sisinya, aku menurutinya saja. Kami menundukkan bahu pada pria yang membukakan gerbang bambu sebelum masuk.
Rumah ini sederhana sekali. Hanya ada satu meja dan beberapa kursi kayu yang terlihat sudah tua. Tak ada siapapun di sini.
Astro mengajakku masuk ke ruangan yang lebih dalam, yang hanya ditutupi selembar kain untuk menghalau pandangan dari luar. Masih tak ada siapapun.
"Kita ga pa-pa masuk rumah Kakek begini? Aku kok ngerasa jadi kayak pencuri." aku berbisik saat kami sampai di sebuah ruangan yang terlihat seperti ruang makan, dengan meja kayu yang besar dan dua deret kursi kayu panjang di kedua sisinya.
"Pencuri?" ujar Astro yang hampir saja tertawa.
"Ya ... kita masuk rumah diem-diem gini?"
Astro menggeleng perlahan dan mengajakku masuk lebih dalam ke ruangan yang sepertinya adalah dapur. Dapur tua dengan beberapa tungku batu dan berbagai peralatan tradisional. Kaki kami menginjak tanah sekarang.
Aku melirik Astro yang tersenyum iseng padaku. Dia mengajakku keluar dari pintu dapur. Di depan kami ada beberapa kandang ayam dengan entah berapa lusin ayam berkeliaran. Ada deretan pohon karet tak jauh dari tempat kami berdiri.
"Kakek ga ada di sini. Rumahnya kosong." ujarku yang mulai merasa aneh.
"Emang ga di sini, Nona. Ikutin aku aja. Hati-hati kalau ga mau dipatok ayam." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-