Suara
Suara
Aku menggumam karena tak sanggup mengatakan apapun. Mataku masih terpejam, tubuhku masih terasa sakit dan rasanya ingin tidur saja.
"Jangan bikin suara begitu tengah malem. Ayo bangun."
Aku masih menggumam karena terlalu malas menjawab. Sebetulnya aku hanya ingin berkata 'sebentar lagi'.
"Rrgh, sial! Jangan bikin suara begitu! Ayo bangun."
"Sebentar lagi, Astro. Boleh?" aku memaksa diriku bicara.
"Kalau kamu udah jadi istriku aku biarin kamu tidur sampai pagi. Kamu ga perlu kerja. Aku aja. Sekarang belum, jadi kamu harus bangun."
Mendengarnya mengatakan "istriku" membuatku membuka mata. Entah kenapa kesadaranku tiba-tiba datang dan jantungku berdetak kencang.
Istrinya dia bilang? Jantungku masih baik-baik saja, bukan?
"Aku cuci muka dulu." ujarku sambil mematikan sambungan telepon.
Aku meraba dada dan mengamati irama detakannya selama beberapa lama. Sepertinya jantungku baik-baik saja. Aku beranjak ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan mengeringkannya dengan handuk. Kemudian duduk menghadap laptop, menyalakan wifi, membuka semua folder yang kubutuhkan dan menemukan pesan Astro.
Aku tahu dia membangunkanku jam satu sebetulnya hanya untuk membuatku terbiasa dengan jadwal tidur ini. Dia mungkin sudah terbangun satu jam lalu seperti biasanya.
Astro : Udah bangun?
Aku : Udah
Astro : Lain kali jangan bikin suara-suara begitu. Bikin kepalaku sakit
Aku : Suara apa?
Astro : Ga usah dibahas
Aku : Kan kamu yang bahas
Astro : Sekarang ga usah dibahas. Ayo kerja. Jam setengah tiga kamu udah harus tidur
Aku : Baik, Tuan Astro
Astro tak membalas pesanku lagi karena kami memang mengerjakan pekerjaan yang berbeda malam ini. Aku mengecek laporan dari akuntan Opa, sedangkan dia sedang mengerjakan entah apa.
Laporan dari akuntan Opa terlihat baik untukku. Ada kenaikan penjualan 5,1 % sepanjang tahun lalu di seluruh cabang dibanding tahun sebelumnya. Sepertinya aku harus membicarakan tentang kenaikan gaji karyawan pada Opa karena mereka bekerja dengan baik.
Aku melirik ke sudut layar laptop, pukul 02.11. Pekerjaanku sudah selesai. Kurasa aku akan berbincang dengan Astro sebelum tidur lagi.
Aku : Kamu udah nentuin mau kuliah di mana? Aku mau cari referensi
Astro : Kamu bisa ikut aku ke ITB. Di sana ada fakultas seni rupa & desain. Kamu juga bisa sekampus sama Mayang
Aku : Aku ga bisa ninggalin Opa sama Oma di sini
Astro : Trus apa rencana kamu?
Aku : Zen pernah nawarin ke UNNES. Kayaknya aku mau cari informasi ke sana dulu
Astro : Jangan sama Zen. Ikut aku aja
Aku : Aku ga bisa ninggalin Opa sama Oma, Astro. ITB jauh banget
Astro : Nanti aku ngomong sama Opa
Aku : Kamu mau ngomong apa?
Astro : Nanti aku kabarin. Kerjaan kamu udah selesai?
Aku : Udah
Astro : Istirahat lagi ya. Kamu ga boleh sakit. Aku sebentar lagi juga selesai. Nanti aku jemput
Aku : Okay. Nanti aku bikin sarapan
Astro : Thank you, Honey
Aku mengabaikan pesannya. Aku sudah menyadari dia memang hanya memanggilku 'honey' jika kami hanya berdua, tapi akan lebih baik jika dia menunggu hingga saatnya tiba.
***
"Kamu udah ngomong ke Opa soal ITB?" aku bertanya sambil mengeluarkan kotak sarapan dan menyodorkan satu pada Astro.
"Belum. Aku harus cari waktu pas suasana hati Opa lagi bagus kalau mau ngomong. Aku ga bisa ngomong buru-buru. Masih lama juga kan milih kuliah?" ujarnya sambil membuka kotak dan menyendok suapan pertama. "Enak."
Aku tersenyum mendengarnya. Jika aku ingin membandingkan, sebetulnya masakan buatannya lebih enak dari buatanku. Entah bagaimana, tapi sepertinya kemampuan memasaknya meningkat beberapa waktu belakangan ini.
"Badan kamu masih sakit?"
"Semalem masih sakit. Sekarang udah mendingan kok."
"Masih mandi pakai air anget kan?"
Aku menggumam mengiyakan dan menyelesaikan makanan dalam diam. Ada tujuh orang datang ke meja kami setelah selesai sarapan.
"They will help us with the light installation and interactive artwork (Mereka bakal bantu kita masang instalasi cahaya sama karya seni interaktif), tapi ga mau masuk jadi panitia." ujar Astro yang mencoba menjelaskan.
"Ooh, hai." ujarku dengan canggung.
Mereka memperkenalkan diri satu-persatu dan sepertinya mereka sudah mengenaliku lebih dulu.
"Bukannya kemarin udah ada empat orang ya?" aku bertanya pada Astro.
"Lebih banyak orang lebih bagus. Kerjaan jadi lebih efisien."
"Mm ... kenapa mereka dikenalin ke aku? Bukannya lebih masuk akal kalau dikenalinnya ke Zen aja?"
"Ga perlu. Kita nongolnya nanti kalau udah mau deket hari H. Kita cuma bantu masang sama kasih beberapa saran desain aja sih." ujar Bagas.
"Kita ga tertarik masuk kepanitiaan, ribet. Kita bantuin nanti aja kalau udah deket waktunya." ujar Revi.
"Ooh, okay. Semoga kalian tau harus gimana karena aku sama sekali ga ngerti. Nanti aku bantu kasih saran desain yang bagus." ujarku.
"Kasih bagian itu ke kita. Kita seneng bisa kerja sama bareng kamu." ujar Paolo.
"Gitu ya?" aku bertanya karena sama sekali tak mengerti kenapa mereka begitu antusias bekerja bersamaku.
"Lukisan kamu bagus banget. Sayang aku ga punya bakat. Kalau aku ada bakat ngelukis mungkin aku udah daftar jadi anggota klub lukis. Aku lebih punya bakat pegang mesin, jadi aku excited banget pas tau dari Astro kamu nyari orang buat bantu desain instalasi cahaya sama karya seni interaktif." ujar Paolo.
"Kalau gitu aku minta bantuan kalian ke depannya ya." ujarku yang entah bagaimana merasa lebih bersemangat melihat binar di mata mereka.
Kami melanjutkan diskusi tentang kemungkinan desain apa yang akan ditampilkan, tapi aku belum bisa memberi mereka gambarannya. Panitia masih berusaha mengajukan proposal pada Pak Sugeng dan mencari sponsor. Sedangkan desain tampilan akan disesuaikan dengan banyaknya dana yang masuk.
Kami beranjak dari kantin saat bel berbunyi. Aku dan Astro berjalan di belakang. Aku menoleh padanya yang sedang tersenyum padaku. Kuberikan sebuah senyuman yang sama sebagai rasa terima kasih karena dia selalu membantu.
"Excited?"
Aku hanya menggumam mengiyakan.
"Ga salah kan aku bawa mereka ke kamu?"
Aku mengangguk karena dia benar. Walau aku merasa aku seperti perpanjangan tangan antara mereka dan panitia AT Project, tapi berbincang dengan mereka memang menyenangkan.
Jika dibandingkan dengan proses belajar homeschooling yang biasa kujalani bertahun ke belakang, kurasa bersekolah memang memberi dampak tersendiri bagiku. Aku tak akan membandingkan keduanya mana yang lebih baik, karena keduanya memiliki dampak positif dengan cara yang berbeda. Aku menyukai keduanya.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-