Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Gegabah



Gegabah

"Mafaza di sana dulu sementara. Tunggu Opa pulang." ujar Opa melalui panggilan video call. Aku, Astro dan Ibu sedang berkumpul di sofa di lantai dua pagi ini.     

"Iya, Opa." ujarku.     

"Kita publikasi aja kalau Astro sama Faza mau nikah, gimana, Yah?" Ibu bertanya.     

"Tunggu kita pulang dulu. Nanti kita bahas lagi di rumah. Opa masih ada agenda hari ini. Besok pagi kita pulang." ujar Ayah.     

Ibu menatapku dan Astro bergantian, "Kalian jangan ke mana-mana sampai besok."     

Kami mengangguk. Sepertinya kami memang tak memiliki pilihan lain.     

Semalam, kami berselancar di berbagai situs yang berbeda. Ada berita lain yang mengasumsikan akulah yang meminta Astro untuk melakukan konferensi pers kemarin karena menganggap Dissa sebagai selingkuhan. Bahkan ada berita di situs lain yang berkata akulah selingkuhan Astro.     

Sungguh sebuah ironi menurutku. Saat semua portal berita hanya menuliskan hal-hal menurut asumsi mereka saja, tanpa bertanya pada kami terlebih dulu untuk sekadar mencari konfirmasi.     

Kami memang memikirkan beberapa skenario, tapi sepertinya kami memang harus menunggu Ayah, Opa dan Oma pulang lebih dulu. Kami tak ingin gegabah dalam bertindak.     

Paolo dan yang lainnya sedang berusaha memberikan konfirmasi berbagai berita yang beredar. Kami meminta mereka untuk mengubah arus berita menjadi lebih netral.     

"Ibu jadi ke yayasan hari ini?" Ayah bertanya.     

"Jadi. Ibu ada tiga meeting hari ini. Ayah hati-hati di sana ya."     

"Kalian berdua, jangan macem-macem di rumah. Jangan nambahin kasus." ujar Ayah dengan tatapan mengancam.     

"Iya, Yah. Astro tau." ujar Astro.     

"Mafaza, jaga diri ya." ujar opa.     

Aku hanya sanggup mengangguk. Video call kami terputus setelah Ibu bercakap dengan Ayah mengenai pekerjaan. Kemudian Ibu segera pergi ke yayasan karena ada rapat tak dapat ditunda, hingga meninggalkanku dengan Astro berdua di sofa.     

"Sorry, Honey. Harusnya kamu ga usah bikin akun instagram." ujarnya sambil menatapku sendu.     

"Udah kejadian, Astro. Ga perlu minta maaf. Lagian akunnya juga udah private sekarang."     

Akun instagram-ku memang mendapatkan lebih banyak permintaan pengikut dari sebelumnya, tapi aku mengabaikan semuanya. Semua temanku yang menghubungi dan bertanya melalui aplikasi pesan, juga kuabaikan. Aku hanya membuka pesan dari grup Lavender untuk meminta maaf pada Denada dan Mayang karena aku harus membatalkan rencana ke Bandung.     

Aku bersyukur karena kepemilikan Lavender's Craft, toko kain Opa dan gerai toko peninggalan Ayah yang ada di tanganku bersifat rahasia. Hanya ada segelintir orang yang tahu tentangnya dan kurasa mereka bisa dipercaya.     

Aku hanya terlihat sebagai mahasiswi biasa di kalangan media. Walau mereka menemukan fakta aku bisa menyanyi dan melukis, kurasa itu hanya sebagai bumbu bagi mereka untuk mem-blow up informasi tentangku.     

Handphone yang kuletakkan di atas meja bergetar, aku mengambilnya. Ada panggilan video call dari Donna. Aku memperlihatkannya pada Astro dan meminta pendapat untuk menerima atau menolaknya. Astro mengangguk, maka aka aku menerimanya dan mengarahkan layar agar kami berdua bisa terlihat oleh Donna.     

"Aku liat berita kalian ada di mana-mana. Dissa ga hamil sama kamu kan, Astro?" Donna bertanya dengan suara lemah dan tatapan sayu. Mungkin dia sakit.     

"Nyentuh Faza aja butuh perjuangan. Mana mungkin aku hamilin perempuan?"     

"Trus berita tentang kalian berdua tunangan, bener?"     

Astro mengangguk, "Keep it a secret (Jaga jadi rahasia)."     

Air mata di pelupuk mata Donna tumpah, "Aku lega. Sorry ... aku ... lagi agak sensitif. Bagus kalau kalian bener tunangan. I'll keep it a secret (Aku akan jaga jadi rahasia)."     

"Kamu sakit, Don?" aku bertanya.     

Donna berusaha menghapus air mata yang mengalir semakin deras dengan lengan, "Sorry, aku ..."     

Aku tahu Donna tak sanggup melanjutkan kalimatnya, "Kamu ga perlu cerita kalau ga mau."     

"Ga kok. Sebenernya ... aku video call karena mau ngabarin, minggu depan ... mungkin ga bisa dateng ke konser Teana."     

"Kenapa? Mama kamu udah ngasih ijin kan?"     

Donna mengelap wajah yang terlihat lelah dan frustrasi, "Aku ... baru aja gugurin kandunganku. Aku nyesel banget. Kupikir kalau emang bener Dissa hamil dan gugurin kandungannya juga ...,"     

"Kamu ... hamil?"     

Donna menangis dilema. Aku menoleh untuk menatap Astro yang terlihat sangat terkejut, walau tak mengatakan apapun. Mungkin akan lebih baik jika aku menunggu Donna menyelesaikan tangisannya lebih dulu.     

Aku tak tahu bagaimana harus bersikap saat kabar ini muncul padaku. Andai saja Donna berada di dekatku sekarang, mungkin aku akan memeluknya untuk membuatnya merasa lebih tenang.     

"Dua bulan lalu aku party ke club sama temen baruku. Cuma buat seneng-seneng aja, tapi aku minum, trus ... aku ga inget apa-apa lagi. Bangun tidur aku udah di hotel. Trus ..." kalimat Donna terputus di sana. Sepertinya aku bisa menebak lanjutan ceritanya.     

"Donna." aku memanggilnya untuk mendapatkan perhatiannya kembali.     

"Jangan kayak aku, Faza. Please. Aku tau kamu ga mungkin lakuin tindakan bego kayak aku, tapi ... tolong ... jangan."     

Aku menoleh untuk menatap Astro yang ternyata sedang menatapku dengan tatapan yang sulit kumengerti.     

"Sorry, aku cuma mau ngabarin ga bisa dateng ke konser Teana. Aku ga bisa nelpon Teana langsung. Aku ... ga punya muka. Aku ga berani bilang ke dia kalau aku ... tolol banget."     

Aku menoleh ke layar handphone-ku kembali, "Kamu ga begitu, Don. Itu cuma kecelakaan."     

"Ga, Faza. Aku emang ... kotor. Astro tau kok, makanya dulu dia mati-matian nolak aku. Sorry ..., aku tutup ya. Please, Za, jangan kayak aku. Kalian berdua couple goal banget. Tolong jangan kayak aku."     

Sambungan video call kami terputus dan membuatku menatap layar handphone dengan canggung. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Aku tak mungkin pergi ke Thailand saat ini. Aku bahkan tak tahu di mana alamat tempat tinggal Donna.     

Astro meraih wajahku, membuatku menoleh padanya. Dia menatapku dengan tatapan khawatir yang jelas sekali, "Aku manggil kamu dari tadi."     

Aku bahkan tak mendengarnya memanggilku. Otakku terasa berhenti bekerja hingga tak tahu harus berkata apa.     

"Kamu tau apa yang orang lain pakai buat buktiin cinta mereka?"     

"Kamu tau?" aku bertanya bukan karena aku tak tahu, tapi karena aku tak yakin untuk menjawabnya. Aku takut dia akan memintanya dariku.     

"Kissing (Ciuman), making love (bercinta), kind of (semacem itu) ..."     

Jantungku berhenti berdetak mendengarnya mengatakannya dengan lancar tanpa cela. Aku tak tahu harus menanggapinya bagaimana.     

"I love you, Honey." ujarnya sambil mengelus bibirku dengan lembut. "Tunggu sampai kita nikah ya."     

Kurasa aku akan setuju saja padanya.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.