Nihil
Nihil
Aku melirik jam di sudut layar handphone, pukul 17.24. Mungkin Astro masih sibuk.
Aku membereskan peralatan membuat kue sebelum beranjak ke loteng. Aku ingin mencari apa saja yang bisa kutemukan yang bisa menjadi bukti otentik bahwa Opa adalah seorang agen rahasia. Loteng itu masih terlihat sama seperti terakhir kali aku melihatnya. Sepertinya Opa datang beberapa kali karena loteng ini terlihat cukup bersih.
Aku mulai menyusuri berbagai buku di lemari selama lebih dari setengah jam, tapi tak menemukan apapun. Aku berusaha meraba segala tempat yang terlihat mungkin memiliki tombol rahasia, tapi nihil. Aku duduk bersila di lantai dan menopang dagu dengan sebelah tangan, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Semuanya terlihat sama saja.
Handphone di sakuku bergetar. Aku mengamitnya dan menemukan pesan dari Astro.
Astro : Sorry aku sibuk banget. Aku baru sempet foto pakai topi dari kamu. Padahal aku pakai topinya seharian (mengirimkan foto dirinya sedang memakai topi schoolboy)
Aku memberinya panggilan video call, Astro menerimanya.
"Hai, Ganteng."
Ada rona merah menyebar di wajahnya dengan senyum malu-malu yang terlihat menggemaskan, "Hai, Cantik. Ngapain kamu di loteng? Ini udah hampir malem, kamu tau?"
"Aku lagi nyari bukti kalau Opa beneran agen rahasia."
Astro menatapku tak percaya, "Ga mungkin di simpen di sana."
Sepertinya Astro benar. Aku pun sudah memikirkan hal yang sama dan hanya ingin memuaskan rasa penasaranku saja.
"Kamu mau pulang?" aku bertanya karena Astro sedang mengemudi.
"Mau beli makanan dulu. Aku ga sempet masak belakangan ini."
"Kalau kamu di sini aku bisa masak buat kamu."
Astro menatapku sesaat sebelum kembali fokus ke rute perjalanannya, "Kalau kamu ikut aku kamu bisa masak buat aku."
Dia benar. Aku baru saja menemukan salah satu alasan kenapa Opa memintaku untuk ikut bersamanya. Atau mungkin itu hanya asumsiku saja.
"Besok aku bikinin kimbap sama tempura ya."
"Thank you, Honey."
Aku menggumam mengiyakan, "Kamu pakai topi begitu ke kampus bukannya malah narik perhatian?"
"Emang bikin ribut sih, tapi aku suka."
Aku menghela napas, "Dasar narsis."
Astro tertawa, "Aku suka topinya. Rasanya kayak aku lagi jalan bareng kamu ke mana-mana. Setiap ada yang nanya aku beli di mana aku bilang ini hadiah dari calon istriku."
"Bukannya kamu bilang mau rahasiain lamaran kamu ke aku?"
"Aku kan cuma bilang kalau aku dapet dari calon istri. Aku ga bilang kalau aku ngelamar kamu."
Aku menatapnya tak percaya, "Sama aja, Astro."
"Oh, sama aja ya?" ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa. Dia benar-benar menyebalkan. Dia tak mungkin tak tahu tentang itu. Sekarang dia membuatku bingung dengan apa yang sedang dia lakukan. "Aku bercanda, Honey. Ga ada yang berani nanya-nanya aku belakangan ini soalnya ada yang nyebar rumor katanya dia diintrogasi orang ga dikenal."
"Kyle maksud kamu?"
Astro menaikkan bahu, "Mungkin Jian atau Eboth?"
"Tapi aku masih dapet banyak pertanyaan hari ini."
"Nanti aku minta Rommy nyebar rumor di kampus kamu juga biar kamu ga diganggu."
Kurasa itu ide yang bagus. Walau aku tak tahu bagaimana efeknya. Apakah akan efektif atau justru menjadi bumerang untukku.
Sepertinya Astro sampai di sebuah restoran cepat saji yang memiliki spot drive thru. Dia memesan pizza, chicken wing dan salad, lalu mengalihkan tatapannya kembali padaku.
"Jangan makan itu terlalu sering, Astro."
"Kamu takut aku gendut kayak om-om kantoran?" dia bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Membayangkan tubuhnya berubah gemuk terasa lucu, "Ga sehat kalau kamu makan itu terlalu sering."
"Tenang aja, aku masih sexy kok. Aku bisa jaga badanku tetep berotot walau makan sembarangan." ujarnya sambil menggigit ujung bibirnya.
Kalimatnya membuatku mengingat ciuman kami dalam mimpiku dan membuat jantungku berdetak kencang. Kemudian Aku menyadari suasana di sekitarku mulai gelap.
Aku akan turun dan menyudahi pencarianku di loteng kali ini. Aku menuruni tangga dengan hati-hati dan menggeser lampu meja agar tangga loteng kembali naik, lalu keluar dari ruang baca dengan layar handphone masih memperlihatkan wajah Astro.
Terdengar seseorang bercakap-cakap dari ruang tamu. Aku mengarahkan langkah kaki ke sana dan menemukan Opa sedang berbincang dengan Zen. Aku menghentikan langkah tepat sebelum terlihat oleh keduanya. Aku menatap Astro di layar handphone, "Nanti aku video call lagi. Ada Zen."
"Ngapain?" Astro bertanya dengan alis mengernyit mengganggu.
Aku tahu dia tak menyukai keberadaan Zen di sekitarku, tapi sepertinya aku memang harus mengakhiri sambungan video call kami saat ini, "Aku ga tau. Nanti aku video call lagi ya. Hati-hati di jalan."
"Rrgh, fine."
"I love you, Astro."
Astro masih menatapku dengan tatapan tak rela, "Jangan lama-lama."
Aku tersenyum saat menyadari kegusarannya, "Tuan Astro ga boleh cemberut. Kalau cemberut nanti gantengnya ilang."
"Gantengku ga akan ilang cuma gara-gara cemberut, kamu tau?"
"Tapi lebih ganteng kalau senyum trus bilang 'I love you too, Honey'."
Astro menatapku tak percaya walau wajahnya merona merah sekali, "I love you too, Honey."
"Thank you." ujarku sambil tersenyum sebelum memutus sambungan video call. Aku menyimpan handphone ke saku sambil berjalan menghampiri Opa dan Zen di sofa. Ada dua surat undangan tergeletak di atas meja.
"Kak Liana ngundang kamu sama Opa ke acara nikahannya bulan depan. Sorry kakak ga bisa ikut. Dia udah berangkat ke Aussie lagi tadi." ujar Zen.
Aku duduk tepat di sebelah Opa dan menatap Opa untuk meminta saran.
"Opa usahakan datang, tapi Mafaza sepertinya akan mengundang banyak perhatian jika datang. Semoga Zen dan keluarga mengerti." ujar Opa pada Zen.
Aku merasa lega karena Opa mengatakannya dengan tegas pada Zen. Beban di hatiku terasa menghilang separuhnya.
"Ga pa-pa kok, Opa. Kakak tau soal kasus Astro jadi ga maksa Faza buat dateng, tapi kalau bener bisa nyempetin diri dateng, kakak pasti seneng banget." ujar Zen yang membuatku merasa buruk. Aku tahu kalimatnya benar.
"Nanti aku kabarin aku bisa dateng atau ga." ujarku.
"Kalau bisa dateng, kamu mau dikasih buket bunganya kakak biar kamu cepet nikah." ujar Zen dengan suara tercekat.
Sepertinya aku tahu apa yang berada di pikirannya.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-