Gila
Gila
Dia mengobservasi orang lain yang perilakunya akan ditiru. Termasuk bagaimana memulai, saat berproses, juga memperhatikan efek dari perilaku berdasarkan penjelasan yang diberikan orang lain pada dirinya.
Dari efek yang dia dapatkan dari orang lain, dia bisa mengetahui harapan atau ekspektasi orang lain pada dirinya. Contohnya saat dia ingin bersikap menyebalkan padaku, dia akan mencari tahu lebih dulu hal-hal apa saja yang akan membuatku merasa sebal. Dia akan mengamati efek dari perilaku menyebalkannya padaku, hingga bisa memanfaatkannya dan mengendalikan perilakuku sesuai dengan keinginannya.
Dia berkata bahwa dia bisa dengan sengaja meniru gestur dan ekspresi untuk menciptakan suatu efek, yang justru mengingatkanku pada saat dia berkali-kali berpura-pura tidur. Dulu aku sering tertipu olehnya, tapi sekarang sepertinya aku tahu kapan dia berbohong atau tidak dari satu gestur tubuhnya.
Pembicaraan ini terdengar mengerikan, tapi juga menakjubkan di saat yang sama. Aku tak tahu apakah aku akan mampu meniru orang lain seperti dirinya. Selama ini aku hanya menirunya tanpa menyadarinya karena sudah begitu terbiasa dengannya yang selalu berada di sekitarku.
"Kalau gitu, bukannya semua orang emang niru orang lain? Maksudku ... kita tau kita sedih karena pernah liat atau ngerasain orang lain sedih juga." ujarku sambil mengelus lengannya. Berbincang dengannya membuat kepalaku berdenyut karena ada begitu banyak informasi mengejutkan yang kudapatkan. Hingga dia memutuskan untuk membiarkanku berbaring di pangkuannya sementara dia duduk dan memijat pelipisku perlahan.
"Kan aku udah bilang, manusia emang punya bakat niru dari lahir. Bedanya aku lebih sering pakai bakat itu sesuai kemauanku."
Aku tahu dia benar. Betapa laki-laki ini begitu mengerikan.
"Kalau gitu ... semua orang juga bisa manipulasi kan? Kita juga tau kita bikin orang lain marah atau sebel karena kita liat efek sikap kita di orang lain. Aku bisa aja sengaja bikin kamu kesel, trus bikin kamu ga tahan sama sikapku karena pengen kamu ceraiin aku, misalnya."
Astro menyentil dahiku dan memberiku tatapan tajam, membuatku mengusap dahiku karena terasa sakit. Aku tahu dia tak menyukai kalimatku sesaat lalu.
"Jangan coba-coba bikin ulah begitu. Bukannya aku udah bilang aku ga bisa kalau bukan kamu yang nemenin aku sampai tua? Aku bahkan udah bilang aku mau satu liang kubur sama kamu. Kamu mau bikin aku gila ya?"
Entah bagaimana tapi dia membuatku merasa terharu. Dia benar-benar jinak padaku.
"Kamu kan emang udah gila tanpa aku bikin gila. Kamu malah nularin kegilaan kamu ke aku. Jahat."
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Bukannya kamu yang bilang kamu akan terima risikonya? Siapa suruh mau-maunya nunggu aku bertahun-tahun? Waktu aku punya kasus sama Cokro juga kamu tetep ga mundur."
Aku mengangkat kepala untuk mengecup bibirnya, "Karena aku cinta kamu."
Astro meraih tengkukku dan memelukku untuk menahan tubuhku tetap dekat dengannya, lalu mencumbu bibirku lama sekali. Entah bagaimana, tapi aku sudah mulai terbiasa mencumbunya sambil kami saling bertatapan.
"Ini yang bikin aku ga bisa kalau bukan kamu. Kalau aku pilih orang lain, dia pasti udah kabur karena ngerasa hidupnya menderita." ujarnya yang masih menahan tubuhku.
Aku meneliti ekspresinya dalam diam. Aku tahu dia mengatakannya dengan jujur dan tulus. Aku memang sempat berpikiran buruk padanya saat kasusnya dengan Dissa mencuat. Padahal dia sudah memintaku untuk percaya padanya, tapi aku memutuskan untuk memberi diriku sendiri kesempatan untuk mencari tahu fakta yang sebenarnya.
Mungkin jika aku gelap mata, aku tak akan repot-repot mencari tahu dan justru memutuskan semua hubunganku dengannya. Entah apakah penilaiannya terhadapku benar, tapi sejauh ini kami memang baik-baik saja.
Aku memeluk tengkuknya dan mengecup bibirnya, "Kamu menderita banget ya sebelum kita nikah? Kuliah di Surabaya tanpa aku, mondar mandir ke Lombok tiap bulan, kerjaan kamu juga banyak banget. Kamu juga harus nahan nafsu."
"Ngerti sekarang kenapa aku hack hape kamu sampai pasang kamera di mobil?"
Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Emang dasar kamu aja yang maniak. Maniak Mafaza Marzia."
Aku baru saja akan melepas tawa saat dia mencumbu bibirku penuh nafsu, hingga membuatku mempererat pelukanku di tengkuknya. Sial, jika dia bersikap seperti ini aku bisa saja kehilangan kendali. Aku berkali-kali ingin melepaskan diri darinya, tapi dia menahanku hingga merasa puas mencumbuku. Kami saling menatap dengan napas terengah dan wajah merona merah sekali karena suhu tubuh kami meningkat drastis.
"Aku ga pernah keberatan jadi maniak kamu dari dulu." ujarnya sambil mengelus bibirku.
Aku tahu dia benar. Coba lihat ada berapa banyak surat cinta yang dia tulis untukku. Juga berapa banyak dia berkorban waktu dan pengembangan diri untuk mendapatkan kepercayaan Opa demi mendapatkanku. Dia bahkan selalu mendahulukan waktu untuk menemaniku saat aku membutuhkannya di tengah berbagai pekerjaannya. Bagaimana mungkin aku tidak mencintainya?
"Kamu ga takut aku manfaatin ilmu kamu barusan buat bikin ulah jahat?"
Astro menatapku dalam diam sebelum menjawab, "Aku yang tarik kamu kalau kamu kelewat batas. Kamu tanggung jawabku sekarang."
Aku tersenyum manis, "Serius banget sih? Kamu kan tau aku ga mungkin begitu. Perempuan baik hati kayak aku ga mungkin begitu, kamu tau?"
Astro menatapku dengan tatapan mantap, "Mau tau yang serius dari cuma sekedar niru orang lain?"
Aku menatapnya dalam diam untuk menunggunya melanjutkan kalimatnya.
"Nanti aku kasih liat gimana caranya nyusupin subliminal message kalau kita pulang. Kebetulan aku mau ngerjain satu lagu buat Hendry."
Entah kenapa jantungku berdetak kencang. Aku tak tahu apakah pesan tersembunyi yang dia susupkan akan berefek baik atau buruk, tapi aku mengangguk.
Astro menyusupkan tangan ke dalam pakaianku dan mengelus punggungku perlahan, "Kalau kamu ga lagi 'dapet' aku bisa manjain kamu, kamu tau?"
Aku menatapnya tak percaya. Bisa-bisanya dia membahas ini setelah semua pembahasan kami tentang hal-hal masih sulit diterima akalku. Sepertinya aku akan mencoba bereksperimen dengannya sekarang.
Aku mengelus tengkuknya dan mengecup pipinya sambil berbisik, "Kamu bisa manjain aku. Aku tau kamu bawa buku kamasutra dari Denada. Kamu ga perlu ngode begitu lagi ke aku."
Astro mengecup tengkukku dan memeluk tubuhku lebih erat. Entah kenapa aku bisa membayangkan dia sedang tersenyum lebar sekali, "Kalau kamu nakal begini aku bisa apa?"
Aku mengecup pipinya dan menatap matanya yang terlihat puas sekali, seolah baru saja menemukan harta berharga. Aku mencumbu bibirnya dalam-dalam dan melepaskan diriku dari pelukannya dengan mudah. Kemudian melepas cumbuanku saat napas kami hampir putus, lalu beranjak turun dari tempat tidur saat dia sedang lengah dan berlari cepat sambil tersenyum lebar.
"Tahan sampai nanti malem ya. Aku ada jadwal ketemu perajin pagi ini." ujarku sambil menutup pintu kamar mandi dan menguncinya.
"Honey." terdengar suara Astro memanggilku.
"Sabar ya."
"Rgghh!!"
Sepertinya aku tahu bagaimana harus mengendalikannya.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-