Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Kasir



Kasir

"Barang-barang yang bisa diselametin lagi dipindah ke mobil pesenan kamu. Aku masih nyortir yang lain yang mungkin bisa dibenerin." ujar Sari melalui sambungan telepon kami.     

Aku menggumam mengiyakan, "Sementara buka di cabang dulu ya. Kamu sama Giana aja yang jaga. Biar Gon sama Vinny libur dulu."     

"Okay. Aku minta maaf karena aku ga teliti. Kalau aja aku ..."     

"Ga usah dibahas. Bukan salah kamu. Aku justru berterimakasih ada kamu yang bantu beresin toko karena aku ga bisa bantu."     

Sari terdiam, entah kenapa. Aku memang memintanya membantu koordinasi orang-orang bantuan dari Opa. Aku tak mengizinkan Giana, Gon, juga Vinny untuk datang dan membantunya membereskan semua barang karena aku tak ingin mereka mengotak-atik sesuatu yang mungkin saja bisa menjadi petunjuk.     

"Aku mau istirahat dulu ya. Kalau ada apa-apa telpon atau video call aku."     

"Okay."     

Aku mematikan sambungan telepon kami dan menghela napas berat, lalu meletakkan handphone di meja makan. Tatapan mataku tertumpu pada jam di layar handphone, pukul 14.22.      

"Masih belum dimakan juga?" sebuah suara menegurku, membuatku menoleh padanya dan menggeleng. Dia menyentil dahiku dan duduk tepat di sebelahku. Dia menarik piring yang teronggok di hadapanku dan menyendok satu suapan, lalu menyodorkannya padaku.      

Alih-alih menerimanya aku justru membenamkan wajah di bahunya, "Aku ga mau makan."     

"Kamu udah nolak makan dari pagi. Sekarang kamu harus makan."     

"Ga mau." ujarku sambil memeluk lengannya erat. Ada bulir air mata merembes ke kaos yang dipakai olehnya. Ini adalah air mata pertama yang tumpah sejak aku melihat api memakan hasil kerja kerasku bertahun-tahun.     

Aku mendengar denting sendok yang diletakkan ke piring, lalu elusan lembut mendarat di kepalaku, juga sebuah pelukan hangat. Entah berapa lama dia berdiam diri sambil mengelus kepalaku hingga tangisku reda dan aku mampu mendongkak untuk menatapnya lagi. Ekspresinya tenang dan mantap. Aku bahkan baru saja berpikir dia terlihat seperti sesosok ayah yang sedang menunggu anaknya mengatakan sesuatu.     

"Kamu udah liat rekaman video di alat yang kamu pasang di toko?" aku bertanya sambil mengamit tangan kirinya yang terluka karena terbakar. Tangan itu sudah kubersihkan dan kuberi salep saat kami pulang, tapi masih kemerahan. Aku mengelus tepi lukanya perlahan dan hati-hati. Ini adalah bekas perjuangannya membantu pemadam kebakaran dan mengambil alat perekam di lantai dua.     

"Belum. Aku ke sini mau ngajak kamu liat karena aku baru selesai ekspor data. Aku pikir kalau aku tinggal kamu mau makan, ternyata malah bengong. Kalau kesambet gimana?"     

Aku memaksakan diri tersenyum, "Aku kan emang udah kesambet cinta kamu."     

Astro menyentil dahiku kencang, "Ngegombal ga tau waktu. Makan dulu, nanti kita liat video rekamannya. Kamu ga penasaran kenapa bisa ada kebakaran tengah malem, tapi ga ada siapa-siapa di toko? Setan ga bisa bakar toko, kamu tau?"     

"Aku tau." ujarku sambil menarik piring dan memasukkan satu suapan ke mulut.     

Astro menggelengkan kepala sambil menopang dagu dengan sebelah tangan di atas meja, "Kalau ketauan opa, aku bisa dianggep ga bisa jaga kamu, kamu tau?"     

Aku hanya mengangguk dengan mulut penuh. Aku tak berminat membahas kemungkinan Opa akan menganggap kami bersikap sembarangan, karena sebetulnya memang betul. Aku bahkan berusaha mengabaikan tanda tanya tak terucap saat menelepon Opa untuk meminta bantuan tadi pagi.     

Sebelum pagi benar-benar datang, yang kulakukan hanya memberi keterangan pada petugas pemadam dan polisi. Dari penjelasan mereka tadi pagi, mereka belum bisa mengambil kesimpulan apa yang mengakibatkan kebakaran di tengah malam saat tak ada seorangpun berada di dalam toko. Walau mereka memberitahuku bahwa kebakaran awal mungkin saja terjadi di sekitar komputer di belakang meja kasir karena kerusakan paling parah berada di sana dan mereka belum menghubungiku kembali.     

Saat hari beranjak siang yang kulakukan adalah memberi balasan pada semua pesan yang masuk ke handphoneku, pesan dari semua orang yang mengetahui kepemilikanku atas toko Lavender's Craft, kecuali Zen. Sepertinya dia benar-benar berniat menepati janjinya pada Astro.     

Sebetulnya aku beruntung karena hanya ada sedikit orang yang mengetahui kepemilikan toko Lavender's Craft itu ada di tanganku, karena ada media yang meliput puing bekas kebakaran tepat setelah aku pergi dari area ruko. Aku memang sudah meminta polisi dan petugas kebakaran merahasiakan apapun yang berhubungan denganku karena tak ingin memancing keributan baru. Bagaimanapun aku dan Astro sudah membuat beberapa berita beberapa bulan ke belakang.     

Aku mengangkut piring bekas makan dan mencucinya di wastafel, lalu kembali ke sisi Astro sambil memasukkan handphone yang tergeletak di meja ke dalam saku dan mengajaknya ke lantai dua dalam diam. Aku mengecup pipinya saat dia melepasku duduk di kursi di depan meja komputernya, untuk menghargainya karena tetap diam saat aku berkutat dengan pikiranku sepanjang waktu.     

Astro mengecup puncak kepalaku dan membuka sebuah folder, lalu video rekaman dari kamera yang dia sembunyikan kemarin terputar di komputer di hadapan kami. Kami berusaha memperhatikan setiap detail kecil sejak semua partner kerjaku lalu lalang di jam bekerja hingga mereka pulang dan tak terlihat lagi di rekaman.     

Ternyata Astro meletakkan kamera di tempat-tempat yang tak terjamah kamera CCTV toko. Seperti di bawah meja makan, di sudut kabinet dekat dengan tempat penyimpanan tabung gas, juga di sela lemari yang tak akan terdeteksi mata awam.     

Entah dari mana dia mendapatkan kamera berukuran kecil dan mampu merekam dalam gelap. Namun dia memang memiliki akses ke tim robotik dan dia bisa saja meminta Revi atau Paolo untuk membuatkannya kamera-kamera itu.     

Aku mengusahakan mata untuk tak berkedip sesering mungkin saat sedang memperhatikan rekaman atau aku mungkin saja akan kehilangan petunjuk. Saat tiba-tiba muncul sebuah ledakan dan api menyebar naik dari lantai satu, aku terkejut sekali. Tak ada siapapun di sana dan Astro benar dengan pernyataannya bahwa makhluk tak kasat mata tak mungkin memantik kebakaran.     

Aku meminta Astro memutar video lebih lambat dan mencoba melihat lebih seksama. Namun terasa ada yang terlewat dan tak terlihat dari rekaman video itu.     

Aku bergegas ke kamar dan mengambil laptop, lalu kembali duduk di depan meja komputer. Aku menyalakan laptop dan mencoba mencari rekaman CCTV di jam sebelum terjadi ledakan. Tepat beberapa detik sebelum ledakan terjadi, ada cahaya yang muncul di dekat kasir.     

Aku mengulang rekaman itu berkali-kali untuk mencoba mencari pemahaman. Semua alat di dekat kasir sebelum ledakan terjadi tak menyala, lalu cahaya itu datang dari mana?     

Aku mencoba memutar rekaman video sepanjang hari yang berada di dekat dengan kasir. Namun semua partner kerjaku memang hilir mudik dekat area itu dan ... tunggu sebentar ...     

Aku memutar ulang rekaman pukul 19.12. Vinny terlihat sedang merogoh sesuatu dari saku jaketnya sebelum beranjak pulang. Memang tak terlihat apa benda itu karena menutupi pendangan kamera, tapi aku cukup yakin dia meletakkan sesuatu.     

Aku mengeluarkan handphone dari saku dan menelepon Sari menggunakan mode speaker, "Kamu masih di toko?"     

"Masih. Aku masih nyortir barang. Maaf banget, Za, kayaknya cuma sedikit yang bisa diselametin."     

"Itu nanti aja. Aku mau kamu cari benda aneh yang ga biasa ada di toko, di sekitar kasir."     

"Benda aneh apa?"     

"Aku ga tau, tapi bendanya bisa ngeluarin cahaya. Kamu coba cari dulu ya."     

Sari terdiam lama sekali hingga membuatku gusar dan menoleh pada Astro. Dia terlihat sedang berpikir keras sambil terus mengulang rekaman video di hadapan kami.     

"Aku lagi nyari yang kamu maksud, tapi di sini berantakan banget. Aku bingung mulai dari mana." ujar Sari di ujung sambungan telepon kami.     

"Cari di bawah komputer."     

"Komputer kita meleleh, Za. Aku ga ngerti kenapa bisa begini."     

"Mbak nyari hape? Tadi saya liat ada hape yang udah rusak, mungkin punya karyawan sini. Sebentar saya bantu cariin kayaknya ada di sekitar sini. Tadi saya cuekin aja soalnya panik liat api nyebar khawatir ngerembet ke ruko sebelah." ujar sebuah suara entah siapa.     

"Brengs*k." desis Astro dengan geram sambil memukul meja.     

=======     

Happy Ied Qurban, readers ♡     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.