Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Diam



Diam

  Aku sedang mengoles salep anti keloid untuk memudarkan luka bekas jahitan di lenganku. Sudah dua bulan lebih sejak kejadian itu, tapi bekas lukanya masih tetap ada.    

  Aku melihat Astro memasuki pintu toko dari ruanganku. Toko ini adalah ruko dua lantai yang kubeli sebulan lalu sebagai tempat membuat, menjual dan mengajari orang-orang yang memiliki minat membuat kerajinan tangan untuk belajar berkreasi.    

  Sebetulnya tak ada yang salah dengan membiarkan dua asistenku bekerja di rumah opa. Aku hanya merasa aku akan membutuhkan ruangan yang lebih lebar untuk bisa membagikan ilmu dasar kerajinan tangan pada orang-orang yang tertarik untuk belajar.    

  "Gimana hasilnya?" aku bertanya pada Astro saat dia duduk di hadapanku. Kami berada di ruangan khusus di balik kasir yang diberi kaca film, seperti toko kain di Anjungan.    

  Astro menggeleng perlahan, "Tiga orang yang bikin rusak dihukum satu setengah tahun, tapi tetep ga nemu benang merah ke Abidzar."    

  Kami sedang membicarakan kelanjutan kasus perusakan properti di resortnya. Aku pun tak mengerti kenapa kasus beberapa bulan lalu itu terasa sulit diselesaikan.    

  "Kakek Arya udah tau?" aku bertanya.    

  "Udah, kakek cuma bilang harus hati-hati. Karena kayaknya kasus ini udah ga bisa dibawa ke mana-mana lagi. Keliatannya Abidzar juga ga bikin langkah baru."    

  Aku melihat kegusaran di matanya. Hasil ini bukanlah hasil yang dia inginkan. Walau sepertinya sudah tak ada lagi yang bisa dilakukan.    

  "Kamu udah makan siang?" aku bertanya.     

  Astro hanya menggeleng dengan gusar.    

  "Ke atas yuk, aku masakin." ujarku sambil beranjak, Astro mengikuti.     

  Aku mengunci ruangan dan sempat berpapasan dengan Sari yang sedang melayani pelanggan, dia tersenyum pada kami sebelum kami menaiki tangga. Ada kulkas di dapur kecil di lantai dua ruko ini. Juga sebuah ruangan yang dipakai sebagai kamar oleh Putri.    

  Aku membiarkan Putri tinggal di ruko ini dari pada membiarkannya menyewa kamar kos. Lagi pula akan merepotkan dan memakan banyak waktu jika dia harus pulang pergi ke kampus dan ke ruko. Terlebih, aku merasa lebih aman karena toko ini ada yabg mengawasi.    

  Aku memasak nasi dengan menggunakan magic com agar praktis, hanya tinggal menunggunya matang. Lalu mengambil semangkuk ayam yang sudah kubumbui dengan saus yakiniku dari dalam kulkas, memotong bawang bombay dan paprika. Aku baru saja akan memanaskan wajan saat melihat Astro memotong beberapa sayuran.    

  "Mau bikin salad?" aku bertanya.    

  Astro hanya mengangguk sesaat dan kami sibuk menyiapkan makanan kami selama setengah jam. Tak ada yang bicara.     

  Aku memindahkan ayam yakiniku yang sudah matang ke satu piring yang sekiranya cukup untuk kami makan berdua. Aku membiarkan sisanya di wajan dan menutupnya.    

  Kami makan dalam diam. Mungkin keputusan hakim masih mempengaruhi suasana hati Astro hingga sekarang. Aku bisa mengerti kenapa hal itu membuatnya kecewa dan aku tahu ada sesuatu yang sedang dia pikirkan. Kurasa aku tak akan mengganggunya sekarang.    

  Aku baru saja membawa piring bekas makan kami ke wastafel saat mendengar langkah kaki menaiki tangga. Aku menoleh dan melihat Putri baru saja menginjakkan kaki di tangga paling atas.    

  "Oh aku pikir ga ada siapa-siapa." ujar Putri.    

  "Udah makan belum?" aku bertanya.    

  "Belum sih."    

  "Makan dulu ya, ajak Sari sekalian. Pasang papan close aja sebentar. Kita udah selesai kok."    

  Putri mengangguk dan kembali turun. Aku tahu dia baru saja kembali dari mengantar paket ke ekspedisi. Selama bekerja denganku, dia menolak kupanggil kakak. Jadi kami bertiga, aku, Sari, dan Putri benar-benar menganggap satu sama lain seperti teman dekat.    

  Dua minggu pertama mereka bekerja denganku, mereka terheran-heran dengan keberadaan Astro. Aku menjelaskan yang perlu kujelaskan pada mereka dan mereka menganggap Astro sebagai kekasihku walaupun aku berkali-kali menjelaskan bahwa kami tidak berpacaran. Namun sekarang aku terlalu malas meralat apapun anggapan mereka hingga aku membiarkannya begitu saja.    

  Astro masih diam, bahkan tak mengatakan apapun saat kami kembali ke ruanganku. Kurasa aku akan membiarkannya membenamkan diri dengan handphonenya selama aku bekerja.    

  Aku membuat beberapa pesanan dari instagram, facebook dan website dibantu Sari dan Putri. Kemampuan Sari sudah jauh lebih baik sekarang, walau masih harus banyak belajar. Aku meminta Putri mengajarinya dengan sabar karena Sari sebetulnya memiliki bakat alami.    

  "Besok ada kuliah?" aku bertanya pada Putri. Aku sedang duduk di kasir, baru saja selesai merekap semua penjualan dan pesanan dari sosial media.    

  "Besok kosong. Ada yang bisa kubantu?"    

  "Besok bikin laporan rekap stok barang ya. Sekalian sama persediaan material. Nanti email ke aku material apa aja yang udah mulai nipis biar aku pesenin."    

  "Mau sekalian aku list material baru yang kita butuhin? Kemarin ada yang pesen macrame tapi ada material yang kita belum punya. Aku butuh bulu yang mirip bulu merak albino."    

  "Boleh. Sekalian ajarin Sari bikin desain cincin yang baru, bisa?"    

  "Rencananya besok emang mau ngajarin Sari bikin itu sih."    

  "Okay kalau gitu. Aku titip toko ya. Jangan tutup terlalu malem."    

  Putri memberiku senyum untuk menanggapi. Aku tahu selama dia tinggal di sini dia hampir selalu menutup toko sekitar jam sembilan malam. Dia berkata itu sebagai kompensasi karena membiarkannya tinggal hingga tak perlu menyewa kamar kos, tapi aku khawatir jika hal itu mengganggu proses belajarnya. Bagaimanapun juga dia masih seorang mahasiswi.    

  Aku membiarkannya menyelesaikan pesanan yang akan dikirim melalui ekspedisi malam itu dan kembali masuk ke ruanganku. Aku mendapati Astro tertidur di sofa.     

  Aku duduk di lantai di hadapannya dan memutuskan untuk mengelus rambutnya sebentar. Kuharap dia tidak menyadarinya. Rasanya sudah lama sekali aku tak menyentuhnya karena kami saling menjaga batasan kami. Aku tahu pikirannya sedang penuh karena dia lebih banyak diam.     

  Sebetulnya bukan tanpa alasan aku membiarkannya berkutat dengan dirinya sendiri. Aku tahu pikiran yang penuh bisa lebih melelahkan dari pada beraktivitas seharian.    

  Astro membuka matanya saat aku baru saja menarik tanganku. Sial ... aku ketahuan.    

  "Sorry." ujarku sambil menarik tanganku.    

  Astro menatapku dengan tatapan tak ramah yang tak bisa kutebak. Apa yang sedang dia pikirkan sekarang?     

  "Kamu bisa share ke aku apapun yang kamu pikirin, Astro."    

  "Ga ada yang bagus di pikiranku sekarang. Jadi kamu ga perlu tau."    

  "Ada yang bisa aku bantu buat bikin kamu ngerasa lebih baik?"    

  "I need you to be safe (Aku butuh kamu aman)."    

  "I am safe (Aku aman kok)."    

  "Lebih aman dari ini." ujarnya sambil bangkit dari tidurnya dan duduk.     

  Aku bangkit dari lantai dan duduk di sebelahnya. Lalu menatapnya untuk meminta penjelasan.    

  "Mau kursus beladiri? Aku bisa lebih tenang ninggalin kamu kalau kamu bisa beladiri. Aku udah mulai sibuk, udah jarang bisa nemenin kamu." ujarnya.    

  Sebetulnya Astro masih sering menemaniku pergi kemanapun. Hanya di jumat sepulang sekolah, sabtu dan minggu tertentu dia akan pergi dan kami baru akan saling bertemu lagi saat dia menjemputku sekolah hari senin pagi.     

  Walau begitu, kurasa belajar beladiri bukanlah ide yang buruk. Terlebih setelah kejadian di lokasi lomba robotik saat Donny berhasil membuatku pingsan. Aku bisa mengerti jika Astro merasa khawatir padaku.    

  "Punya saran beladiri yang cocok buatku?" aku bertanya.    

  "Mau belajar Muay Thai? Kita bisa bikin jadwal kelas bareng pulang sekolah."    

  "Aku ga ngerti apa itu. Apa tadi?"    

  "Muay Thai. Kamu udah selesai sama kerjaan kamu? Kita bisa cari klub deket sini, mungkin ada yang lagi latihan. Nanti kamu bisa liat."    

  "Okay."    

  Kami beranjak meninggalkan toko dan mencari tahu tentang Muay Thai ke beberapa klub sebelum memutuskan akan mengikuti klub yang mana. Kurasa aku dan Astro memiliki selera yang sama, kami memilih klub yang tak jauh dari tugu.    

  Kami mengambil kelas sore di hari senin dan rabu sepulang sekolah. Kelas kami dimulai dua bulan lagi karena semua kelas di klub itu sudah penuh.    

  Setiap pertemuan berlangsung satu setengah jam dari jam setengah tiga sampai jam empat. Kurasa aku bisa melakukannya karena aku sudah memiliki dua orang asisten yang membantuku mengerjakan pesanan pelanggan. Lagi pula pekerjaan mengelola toko kain opa sudah terasa biasa.    

  Sepertinya suasana hati Astro membaik saat kami pulang. Aku sempat akan mengelus rambutnya lagi saat Astro sedang mengemudi, tapi Astro menghindari tanganku.    

  "Jangan begitu." ujarnya dengan tatapan tajam. Sepertinya dia merasa terganggu saat aku melakukannya.    

  "Aku cuma kangen." ujarku sungguh-sungguh.    

  Aku mengabaikan ekspresi bersalahnya dan mengalihkan pandanganku ke jendela di sebelahku. Aku menghela napasku perlahan. Berapa tahun lagi sampai aku boleh menyentuhnya lagi?    

  =======    

  Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..    

  Kalian bisa add akun FB ku : iamno    

  Atau follow akun IG @nouveliezte    

  Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..    

  Btw, kalian bisa panggil aku -nou-


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.