AA MM
AA MM
"AKHIRNYA LIBURAAANN GUUYSS!! WOOHOOO!!" Reno berteriak disambut teriakan beberapa anak laki-laki disekitarnya. Bisa ditebak kelas ini akan gaduh dalam beberapa waktu ke depan.
"Berisik iih!" Donna yang duduk di depanku memprotes aksi Reno.
"Pas banget mau pingsan, eh dapet pertolongan hawa liburan." ujar Siska yang menghampiri Donna ke mejanya. Beberapa waktu ini Donna memang membawa sepeda ke sekolah, membuat mereka berangkat dan pulang sekolah bersama.
"Balik yuk ah." ujar Donna yang sepertinya merasa terganggu dengan sikap Siska juga.
Aku hanya tersenyum sambil membereskan barang-barangku.
"Aku duluan ya." ujar Donna sambil menenteng ranselnya dan mengamit lengan Siska untuk mengikutinya.
"Hati-hati."
Donna hanya melambaikan tangan tanpa menoleh padaku. Sepertinya suasana hatinya sedang buruk sekali.
Aku baru saja selesai membereskan barang-barangku saat melihat sosok Astro berjalan mendekat. Aku langsung mengamit ranselku dan menghampirinya.
"Pede banget nilai kamu bakal bagus ya?" Astro bertanya.
"Aku percaya diri sih. Kamu gimana?"
"Biasa aja tuh."
"Biasanya kamu aja nilai rata-rata sembilan ya?" ujarku yang mencoba menggodanya. "Mm ... mau main dulu?"
"Ke mana?"
"Aku ga punya ide. Mungkin kamu punya?"
Aku melirik jam di lenganku, pukul 10.25. Masih ada banyak waktu jika kami ingin melepas penat hari ini. Lagi pula opa tak akan keberatan selama kami pulang sebelum gelap.
"Kayaknya aku punya ide, tapi ganti baju dulu ya."
Aku mengangguk sesaat. Sejak mengetahui kebiasaan Astro yang selalu menaruh pakaian ganti di mobil, aku juga mengikutinya. Aku memang selalu membawa pakaian ganti jika sedang bepergian atas saran dari bunda bertahun lalu, tapi baru sebulan ini aku menaruh sepasang pakaian ganti di mobil Astro karena kami sering mengendarainya.
Kami berganti pakaian di toilet sebelum berangkat. Aku mengenakan celana panjang berwarna krem, dengan kaos berwarna salem dan kemeja lengan panjang berwarna hijau lumut. Gaya pakaianku yang biasa.
Saat aku kembali ke mobil, Astro sudah duduk di kursi kemudinya dengan celana selutut berwarna hijau tua dan kaos berwarna krem.
"Kita ga janjian kan naruh baju warna ini di mobil?" aku bertanya sesaat setelah duduk dan menyadari bahwa warna baju kami senada.
"Aku ngintip baju kamu dulu sih sebelum naruh punyaku." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Seriously?"
"Serius."
"We looks like a couple now (Kita jadi keliatan kayak pasangan sekarang)." aku mencoba protes.
"We are (Kan emang iya). Kamu aja yang nolak kenyataan kalau kita couple. Aku ga pernah keberatan." ujarnya dengan senyum menggodanya yang semakin lebih lebar.
Aku tak memiliki kalimat apapun untuk membalas kalimatnya karena kurasa dia benar, tapi aku merasa kesal karenanya. Terasa seperti aku yang sedang mengkhianatinya.
"Kita mau ke mana?" aku bertanya untuk mengalihkan pikiranku.
"You'll see (Nanti kamu liat)."
"Aku harus ijin opa dulu, kamu tau?"
"Opa ga akan keberatan kalau tau kamu sama aku."
Aku mencoba protes tapi lagi-lagi dia benar dan itu menambah kekesalanku. Astro menoleh dan mengernyitkan alis karena menyadari aku sedang menatapnya dengan tatapan sebal.
"Ekspresi apaan itu? Kan aku bener kalau opa ga akan keberatan."
"Yeah, right." aku menggumam dan mengalihkan pandanganku ke luar jendela.
Musik yang melantun dari channel radio P membantuku memperbaiki suasana hatiku. Aku menoleh pada Astro yang bergeming di belakang kemudinya dan memandanginya dalam diam.
"Anything you want to say (Kamu mau bilang sesuatu)?" Astro bertanya sambil menoleh sesaat padaku sebelum kembali fokus ke rute perjalanan kami.
"Aku belum pernah bilang ya kalau kamu ganteng?"
Astro menghentikan mobilnya tiba-tiba dan menoleh padaku dengan wajah yang merona merah. Dia menatapku dengan tatapan bingung dan tak percaya di saat yang sama.
"Bahaya tau!" aku memprotes tindakannya dan mengecek ke jendela belakang. "Untung di belakang ga ada orang."
"Lama-lama beneran bisa gila aku."
Aku yakin sekali aku mendengarnya mengatakannya. Aku menoleh padanya dan menemukannya sedang memeluk kemudi, menyembunyikan wajahnya di sela lengannya. Dia terlihat imut sekali.
Sepanjang yang bisa kuingat, aku memang jarang sekali memberinya pujian. Dialah yang lebih terbuka tentang hal-hal semacam itu. Reaksinya kali ini benar-benar di luar dugaanku.
"Aku baru tau kamu bisa juga ngerasa malu." ujarku dengan senyum di bibirku yang tak bisa kusembunyikan.
"Faza ... sejak kapan kamu belajar ngegombal begitu?" Astro menoleh padaku. Sepertinya dia mencoba protes, tapi ada senyum yang tak bisa disembunyikan di bibirnya.
"Aku ga ngegombal. Aku jujur kok." ujarku yang sedang menikmati ekspresi salah tingkahnya
Suara klakson di belakang kami membuat Astro mengalihkan pandangannya dariku dan kembali menyalakan mobilnya. Ada raut kesal di wajahnya saat mobil mulai bergerak kembali.
"Kamu ga boleh ngomong gitu lagi ya, Nona." ujar Astro sambil menoleh padaku sesaat.
"Kenapa? Aku udah nahan diri buat ga sentuh kamu sembarangan, trus aku harus nahan diri juga cuma buat ngasih kamu pujian?"
Astro terlihat dilema dan tak membalas kalimatku kali ini. Entah kenapa, sepertinya aku mulai memahami caranya membuat orang lain tak dapat menolaknya. Ini terasa menyenangkan.
Sejak aku kehilangan keluargaku bertahun-tahun lalu, aku memang mengalami perubahan kepribadian. Andai saja kejadian itu tak pernah ada, mungkin aku masih menjadi perempuan yang sangat terbuka dengan perasaan dan tindakanku. Seperti Astro.
Aku menjadi lebih tertutup sejak keluargaku meninggal saat itu dan merasa lebih baik jika aku menunjukkan lebih sedikit emosi pada orang lain. Terlebih pada orang yang baru kukenal. Bertahun-tahun bersama Astro sepertinya membuatku sedikit demi sedikit membuka diriku kembali.
Astro mengarahkan mobil masuk ke parkiran sebuah pusat perbelanjaan yang besar. Aku tahu pusat perbelanjaan ini baru dibuka karena iklannya ada di mana-mana. Pusat perbelanjaan dengan konsep wahana permainan dalam ruangan dipadu dengan supermarket dan restoran. Beberapa murid kelasku sempat membicarakannya beberapa hari yang lalu.
"Kita makan dulu ya. Mau makan apa?" Astro bertanya.
"Kamu aja yang milih mau makan apa. Aku suka selera kamu." ujarku yang mencoba menggodanya lagi.
"Hei itu kata-kataku."
Aku hanya memberinya senyumku yang manis. Dia terlihat salah tingkah, tapi tak mengatakan apapun. Menggodanya benar-benar menyenangkan. Terasa seperti saat aku dan Fara sedang menjahili Danar bertahun lalu.
Kami makan, bermain dan bersenang-senang dengan menaiki beberapa wahana. Kami juga membeli kebutuhan yang akan kami bawa besok saat study tour. Kami baru saja akan pulang saat aku melihat sebuah toko yang menjual baseball cap (topi) yang membuka jasa bordir kata sesuai keinginan.
Aku mengajak Astro memasuki toko itu. Aku memilih sebuah topi berwarna hijau lumut dan meminta dibuatkan bordir dengan inisial namaku "MM" di bagian crown (depan topi) dengan warna maroon, juga bordir nama lengkapku Mafaza Marzia dengan warna hijau lumut yang senada dengan warna topi di bagian samping.
"Kamu mau juga?" aku bertanya pada Astro saat dia memilih topi berwarna maroon, warna kesukaannya.
Astro hanya mengangguk. Dia meminta topi itu diberi inisial namanya "AA" di bagian crown dengan warna hijau lumut dan nama lengkapnya Astro Abhiyoga di bagian samping dengan warna maroon yang senada dengan warna topinya.
"Kamu niru ya?" ujarku untuk memprotesnya saat topi kami selesai dibordir.
Astro hanya memberiku senyum singkat dan meneliti hasil bordir yang terlihat bagus. Dia yang membayar topi kami dan mengajakku keluar toko.
Aku mengeluarkan topi kami dari paper bag dan membandingkannya. Topinya dan topiku terlihat mirip, hanya warna topi dan huruf inisial kami yang membuatnya terlihat berbeda. Aku mencoba memakai topi pilihanku dengan inisial namaku, tapi Astro mengambilnya.
"No, it's mine (Jangan, ini punyaku)." ujarnya sambil memakai topi berinisial namaku di kepalanya dan memakaikan topi berinisial namanya di kepalaku "That is yours (Itu punya kamu)."
Kurasa aku mengerti apa yang baru saja dilakukannya. Baru beberapa jam yang lalu dia berkata kami adalah pasangan dan dia tak merasa keberatan. Mungkin dia ingin menunjukkannya dengan terbuka.
We are a couple now (Kami memang pasangan), walaupun kami jelas tak menjalin hubungan yang bisa disebut pacar. Entah kenapa ini terasa aneh untukku. Bagaimana aku harus menjabarkannya?
Aku menatapnya di antara langkah kaki kami menuju parkiran, "Kamu tau ..."
Astro menoleh dan menatapku lekat.
"Kamu bener-bener ganteng."
"Dan kamu cantik. Bukannya kita cocok?" ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Sepertinya aku harus mencari cara lain untuk menggodanya. Memanggilnya tampan sudah tak membuatnya salah tingkah lagi rupanya.
=======
Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Btw, kalian bisa panggil aku -nou-