Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Kusumohardjo



Kusumohardjo

  "Ibu udah denger kejadian di sekolah tadi dari staf yayasan." ibu membuka suara setelah melihat kami selesai mengatur napas kami.     

  Sepertinya ibu tahu bahwa Astro sudah memberitahuku tentang yayasan, karena tak repot-repot menginformasikan bahwa sekolah kami ada di bawah naungan yayasan miliknya.    

  "Gimana perasaan kamu, Faza?" alih-alih bertanya bagaimana kejadiannya, ibu memilih bertanya tentang bagaimana perasaanku. Hal ini membuatku terharu.    

  "Faza baik kok, Bu. Ga ngerasa lagi dibully juga sebenernya, karena Faza emang ga ngerasa bikin salah."    

  Ibu mengelus puncak kepalaku perlahan, "Ibu seneng Faza bisa mikir jernih. Biasanya perempuan gampang kebakar emosinya kalau disebut begitu."    

  Kurasa wajahku memerah saat ini. Aku bisa membayangkan bundaku yang mengatakannya padaku.    

  "Ibu kasih saran ke pak Sugeng lewat staf kalau Angel sebaiknya dikasih skorsing dua minggu, tapi Ibu ga tau apa blueprint robot yang kalian kerjain akan aman kalau liat gimana sikap impulsifnya Angel. Ibu bahkan ga yakin apa Angel akan tetap sekolah di sana nanti." ujar ibu.    

  "Nanti Astro kasih saran ke pembimbing buat rubah beberapa spesifikasinya. Mungkin masih sempet, masih ada sebulan." ujar Astro.    

  "Yang jadi masalah lain adalah keluarga Kusumohardjo. Keluarganya Angel." ayah membuka suara.     

  Beni sudah memberitahukan padaku bahwa keluarga Angel memang memiliki pengaruh. Walau aku tak tahu seberapa besar berpengaruhnya mereka dan apa hubungannya umpatan Angel dengan tindakan keluarganya.    

  "Mulai besok Faza dianter jemput pakai mobil aja ya." ujar ayah.     

  "Kenapa, Yah?" aku bertanya.    

  "Pakai sepeda agak rawan. Kalau pakai mobil kan ada Astro, lebih aman buat Faza. Nanti kalau emang Astro lagi ga bisa anter jemput, Faza bisa minta tolong pak Said atau pak Deri."    

  Aku berpikir lama sekali untuk mencerna kalimat ayah. Apakah ada yang akan mencelakaiku jika aku bersepeda? Aah atau memang itu maksudnya?     

  Aku mengangguk untuk menyetujui saran ayah. Kurasa tak ada salahnya berjaga-jaga.    

  "Astro ga usah mikirin hal-hal yang lain. Itu urusan Ayah sama Ibu." ujar ayah karena melihat sepertinya kepala anaknya masih dipenuhi banyak pikiran. "Kakek Arya juga ga komentar banyak kok."    

  Aah iya, bagaimana dengan opa?    

  "Opa belum tau. Sebaiknya Faza jaga ini jadi rahasia dulu." ujar ibu, seperti memahami isi kepalaku.     

  Aku mengangguk sebagai tanda setuju. Andai opa tahu, aku bisa membayangkan bagaimana suasana hatinya mempengaruhi kesehatannya. Mungkin memang lebih baik opa tak mengetahui hal ini sama sekali.    

  "Ada yang mau kalian tanya?" ibu bertanya. Aku dan Astro sama-sama menggelengkan kepala kami dalam diam.    

  "Kalau gitu Ayah sama Ibu berangkat ya. Ada meeting yang ketunda. Nanti kayaknya pulang agak malem. No more physical contact (Ga ada lagi kontak fisik) ya Astro, Faza. Tunggu sampai waktunya kalian diperbolehkan." ujar ayah yang membuatku terkejut.     

  Apakah ayah tahu tentang kejadian di tebing saat itu? Aku menoleh pada Astro yang sepertinya mengerti apa sedang yang kupikirkan.    

  "Aku yang ngasih tau." ujar Astro.    

  "Ayah sama Ibu ga keberatan kok kalian punya hubungan, tapi tolong jaga batasan. Ayah tau itu mungkin susah, tapi ... tolong diusahakan ya." ujar ayah sambil tersenyum padaku.    

  Astro terlihat menderita sekali saat mendengar ayahnya mengatakan hal itu walau menyetujuinya juga pada akhirnya, "Iya, Ayah."    

  "Mereka bisa jaga diri baik-baik kok. Astro sama Faza ga akan lakuin hal-hal yang begitu, Ayah." ibu menegur suaminya yang justru tersenyum semakin lebar.    

  Aku sama sekali tak mengerti dengan apa yang terjadi. Kedua orang tua Astro merestui hubunganku dengan anaknya yang bahkan disebut pacar pun bukan?    

  "Udah mepet waktunya, Bu. Kita harus berangkat sekarang." ujar ayah sambil mengamit tangan ibu, lalu mereka bangkit berdiri setelahnya.     

  Aku dan Astro juga bangkit untuk menyalami dan mencium tangan mereka karena memang kami sudah biasa melakukan itu. Lagi pula rasanya tak sopan jika kami tidak melakukannya.    

  "Inget janji kamu sama opa." ujar ayah saat Astro mencium tangannya. Astro hanya mengangguk.    

  "Jaga diri ya." ujar ibu sambil mengelus kepalaku sebelum mereka benar-benar pergi.    

  Astro menghempaskan tubuhnya di sofa dan menutup wajah dengan lengannya. Aku menyadarinya menghela napas beberapa kali. Dia terlihat lelah sekali.    

  Aku mengisi gelas miliknya dengan air dan menyentuh lengannya dengan ujung gelasnya. Astro melepas lengan dari wajahnya dan menerima gelas dari tanganku. Dia menghabiskan isinya dalam satu tarikan napas.    

  Aku duduk di sebelahnya, tapi memberi jarak yang cukup karena teringat nasehat ayahnya beberapa saat lalu, "You told them everything (Kamu kasih tau ayah sama ibu semuanya)?"    

  Astro mengangguk dan menatapku, "I hope you don't mind (Semoga kamu ga keberatan)."    

  Tiba-tiba saja rasanya otakku berhenti berpikir. Memalukan sekali mengingat kemarin dia memelukku dengan begitu intim. Rasanya detakan jantungku mulai kehilangan iramanya..    

  "Aku udah janji ga begitu lagi. Percaya sama aku."    

  Aku mengamit sebuah bantal sofa dan menutup wajahku dengannya. Aku tak ingin menatap mata laki-laki di sebelahku ini untuk sementara waktu. Astaga ... rasa malu ini tak hilang juga.    

  "Hei jangan nutupin muka begitu." aku mendengar Astro berbicara.     

  Uugh kurasa aku akan mengabaikannya. Aku bahkan tak tahu seberapa merah wajahku saat ini.    

  "Don't you think it's a good thing that they know about us sooner (Bukannya bagus kalau ayah sama ibu tau tentang kita lebih cepet)? Lagian ayah sama ibu sayang sama kamu." ujarnya yang sedang berusaha merayuku untuk menyetujui tindakannya.    

  Aku membuka bantal yang menutupi wajahku dan menghirup napas panjang untuk menenangkan diri. Kurasa Astro benar. Membiarkan hubungan kami diawasi orang yang jauh lebih dewasa mungkin adalah tindakan yang paling aman.     

  Aku tahu bagaimana Astro menahan dirinya saat memelukku kemarin. Andai saja tak ada janjinya dengan opa atau kesadarannya tentang nilai-nilai yang ditanamkan keluarganya, bukan tidak mungkin dia sudah melampiaskannya begitu saja.    

  "Kamu cantik banget." ujarnya tiba-tiba.     

  Aku menoleh ke arahnya dan mendapatinya sedang memandangiku lekat. Aku melempar bantal di tanganku ke wajahnya, hanya untuk mengalihkan pandangannya dariku.    

  "Stop it! Aku udah cukup malu tanpa kamu bilang begitu." ujarku dengan sebal, tapi Astro justru tertawa puas sekali.    

  Aah laki-laki ini benar-benar menyebalkan....    

  =======    

  Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..    

  Kalian bisa add akun FB ku : iamno    

  Atau follow akun IG @nouveliezte    

  Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..    

  Btw, kalian bisa panggil aku -nou-


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.