This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Mempelajari Hal Baru



Mempelajari Hal Baru

Kereta kuda berhenti ketika mereka sudah hampir mencapai pintu masuk pusat kota. Oleh karena keramaian dan Luca tidak ingin menarik perhatian, mereka segera turun dan berjalan kaki. Kali ini, Luca tidak menyamarkan identitas kaum mereka tapi ia tetap mengubah penampilannya dengan menurunkan poni dan style pakaiannya menjadi kasual. Tidak hanya itu, Luca juga menyelimuti mereka dengan mantra sihir yang dapat menurunkan hawa keberadaan mereka, jadi bahkan mereka berpakaian senyentrik apa pun, jika tidak terjadi sesuatu diluar keinginan mereka, tidak akan ada yang tertarik dengan mereka bahkan untuk melirik sekalipun.     

"Kau membawa jarum yang diberikan Lonel kan?" tanya Luca memastikan kembali.     

Mihai mengangguk sebagai jawaban. Lonel telah memberikannya jarum kecil yang dilumuri obat pelumpuh dan mengajarkannya cara menggunakannya sebelum mereka naik kereta kuda. "Untuk apa kau memberikanku itu?"     

"Untuk perlindungan diri."     

"Apa ada suatu bahaya yang akan terjadi?"     

Luca diam sejenak sebelum menjawab, "Hanya untuk jaga-jaga."     

Insting Mihai mengatakan dengan yakin bahwa memang ada sesuatu yang membahayakan sekarang setelah mendengar jawaban Luca. "Baiklah. Ceritakan padaku detailnya jika kau sudah bisa mengatakannya," pesannya karena ia menyadari bahwa ada suatu alasan yang membuat Luca tidak bersedia menceritakannya sekarang.     

"Da!" setuju Liviu di dalam pelukan Mihai.     

Ketika mereka sampai di pusat kota, para pelayan yang juga ikut karena harus membeli keperluan masing-masing segera memisahkan diri dari ketiganya.     

Tanpa basa-basi, Luca membawa Mihai menuju toko ponsel. "Pilihlah yang kau suka," pesannya singkat. Ia tidak begitu paham dengan teknologi terbaru seperti ini jadi ia tidak tahu yang mana yang berkualitas baik.     

Hal ini juga yang membuat komunikasi dalam pemerintahan kaum incubus masih menggunakan metode surat menyurat. Masih terlalu banyak golongan tua seperti dirinya yang sedikit kesulitan mempelajari teknologi baru.     

Mihai memilih sebuah ponsel yang bukan versi terbaru tapi juga tidak ketinggalan jaman karena harganya yang lebih murah. Lagipula, asalkan ia bisa menggunakannya untuk berkomunikasi dengan keluarganya, ia tidak membutuhkan fitur lainnya lagi jadi ia tidak tergiur dengan fitur kamera cantik yang ditawarkan oleh versi terbaru.     

Sepeninggalnya dari toko ponsel, Luca membawa Mihai menuju café kecil yang menyediakan makanan ringan. Luca memesan kopi sementara Mihai memesan segelas teh dan susu untuk putranya.     

Mihai mengeluarkan ponsel barunya dan mulai memasukkan nomor ponsel anggota keluarganya yang sudah ia ingat di luar kepala. "Berapa nomormu?" tanyanya kepada Luca.     

Luca yang sedang menyeruput kopi seraya membenarkan posisi duduk Liviu di pangkuannya – Mihai ingin hubungan keduanya semakin erat jadi menyerahkan Liviu ke dalam pelukan Luca di pertengahan jalan – mengernyit samar. "Nomor apa?"     

"Da!" seru Liviu yang seperti mengatakan 'masa itu saja tidak tahu!'. Mulutnya sedikit cemberut karena lagi-lagi harus berada di dalam pelukan ayahnya itu tapi rasa keberatannya sudah berkurang dan seiring berjalannya waktu, ia akan nyaman juga. Ia hanya masih sedikit gengsi untuk menerima Luca.     

"Nomor ponselmu."     

"Aku tidak punya ponsel."     

"Eh? Seharusnya kau ikut beli juga tadi!"     

Luca menggeleng pelan. "Aku tidak paham cara menggunakannya. Lagi pula, jika aku ingin berkomunikasi, aku bisa menggunakan sihir."     

Memang pada dasarnya, Luca memberikan persetujuannya terhadap produk bernama ponsel itu karena dalam proposalnya, dikatakan ponsel ini akan berguna dalam mempermudah komunikasi antar anggota kaum yang tidak memiliki sihir. Walaupun alat untuk mengisi kembali energi ponsel itu masih menggunakan sihir tapi Keluarga Udrea berhasil mendesain sebuah alat pengisi energi yang sudah menyimpan energi sihir di dalamnya dan bisa diisi ulang lagi dengan mudah.     

"Begitu … mau belajar? Aku bisa ajari!" tawar Mihai. Matanya berbinar penuh semangat.     

"Da!" seru Liviu seraya mengangkat tangannya setinggi mungkin. Ia menawarkan dirinya juga untuk mengajarkan Luca dengan penuh kebanggaan.     

Melihat binaran itu, Luca tidak sampai hati untuk menolak. 'Tidak ada salahnya belajar hal baru juga', pikirnya akhirnya.     

Di luar dugaan Luca, mempelajari hal-hal baru ini benar-benar sulit. Ia harus mengetahui prinsip dasar dari setiap simbol yang digunakan oleh benda bernama ponsel itu.     

Baru setelah ia memahami prinsip dasar itu, Luca dapat menggunakan ponsel dengan lebih lancar dan tidak lagi tanpa sengaja memencet benda-benda aneh di layarnya hingga membuat layar ponsel itu hitam seluruhnya dan berhenti bekerja.     

Mihai sampai tertawa terbahak-bahak karena kekikukan Luca.     

"Puas?" sindir Luca yang sedikit jengkel.     

"Puas banget. Aduh! Perutku sakit!"     

"Daa!!"     

Papa dan anak itu tertawa begitu keras hingga harus memegang perut mereka yang sakit.     

Luca mendengus tapi sudut bibirnya tetap terangkat sedikit. Walaupun ia jengkel, hal ini juga yang menjadi motivasinya untuk menguasai cara penggunaan ponsel itu.     

Melihat kepolosan dan kebahagiaan keduanya, kejengkelan itu langsung terhapus bersih.     

Setelah puas tertawa, baru akhirnya Luca mengingatkan tujuan mereka membeli ponsel.     

"Oh ya! Aku akan menghubungi Papaku. Kau ingin berbicara dengannya juga kan?" tanyanya memastikan kepada Luca yang dijawab dengan anggukan tegas.     

Mihai menunggu sambungan telepon diangkat.     

"Ya?" Suara Ioan terdengar dari balik sambungan.     

"Papa? Ini Mihai dan ini nomor baruku!"     

"Mihai? Ada apa?"     

"Itu. Apa Papa bisa datang ke tempatku sekarang? Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu. Ah! dan ada Luca juga."     

Tidak ada yang menjawab untuk sementara waktu.     

"Hmm … Tuan Luca? Mengapa dia mau berbicara denganku? Dan … di mana?"     

"Itu…." Mihai tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya lagipula ia juga masih tidak begitu paham detailnya. "Aku sekarang sedang berada di café di pusat kota. Mungkin Papa bisa—"     

"Aku datang lagi, Io Sayang!!"     

Tiba-tiba panggilan seorang pria menyela perkataan Mihai. Suaranya penuh dengan alunan riang yang sedikit menggelikan hingga Mihai merasa bulu kuduknya berdiri.     

Kekacauan mulai terdengar dari balik ponsel. Seperti ada yang menendang sesuatu dan ada yang pecah atau rusak. Kemudian, teriakan papanya menggelegar hingga Luca yang duduk di seberang Mihai pun bisa mendengarnya.     

Luca mengernyit samar. "Apa yang terjadi?"     

Mihai menggeleng. Ia sendiri juga bingung. "Papa? Papa?" Ia terus memanggil Ioan tapi pria yang dipanggilnya masih mengomel.     

Sesekali suara seorang pria yang rasanya familiar di telinga Mihai ikut terdengar membalas omelan Ioan. Selang beberapa waktu, Mihai bahkan bisa mendengar suara Viorel yang awalnya malas dan akhirnya ikut meninggi.     

"Kak Vio?! Oi! KAK VIO!" Mihai sudah meninggikan suaranya hingga beberapa pengunjung memelototinya tapi keadaan di seberang sambungan begitu kacau hingga suaranya tidak terdengar.     

Di sisi lain, Luca kembali menyeruput kopinya dengan santai. Ia mengulurkan tangannya pada Mihai, meminta ponsel itu diberikan kepadanya.     

Mihai menatapnya penuh tanda tanya tapi Luca hanya mengangguk meyakinkan. Pandangan matanya seperti mengatakan 'percayakan saja padaku'.     

Luca mengambil ponsel itu lalu meletakkannya pada telinganya. Telapak tangannya sedikit bercahaya dan ketika ia membuka suara, ucapannya terdengar sangat jelas di seberang sambungan telepon hingga terasa menggema langsung ke dalam otak mereka.     

"Berhentilah mengacau, Steve."     

"?!"     

Steve yang sudah penuh debu dan bekas sol sepatu karena diinjak istri dan putra keduanya hanya bisa menggaruk tengkuknya sambil terkekeh bodoh. "Mengapa kau tahu aku ada di sini, Luca?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.