This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Pagi yang Baru



Pagi yang Baru

Tes…     

Tes….     

Bunyi tetes air terus tertangkap telinga Mihai, memaksanya membuka kelopak matanya yang berat.     

"?!"     

Matanya membulat lebar karena sekelilingnya hitam seluruhnya. Ia segera bangun dari posisi tidurnya dan menemukan dirinya yang entah sejak kapan telah terduduk di tengah ruangan hitam yang merupakan alam bawah sadarnya.     

'Mengapa aku bisa ada di sini?!'     

"Syukurlah…." Sebuah suara lembut tiba-tiba menggema.     

Tiba-tiba, di depan Mihai sudah terpampang tangga dan pintu batu yang terbelenggu dengan lima rantai longgar. Mulutnya ternganga lebar saking kagetnya. Lantaran, seharusnya pintu itu belum ada di sana sebelum suara lembut itu terdengar.     

Tes….     

Tes….     

Bunyi tetesan air kembali terdengar. Di saat yang bersamaan, sesuatu yang bercahaya mengalir jatuh menyusuri setiap anak tangga batu yang rapuh. Awalnya hanya satu tapi semakin lama semakin banyak. Itu ternyata merupakan butiran-butiran air dan butiran itu bersumber dari balik pintu batu yang terbuka.     

"Syukurlah semuanya kembali baik-baik saja…."     

Suara lembut itu kembali terdengar dari atas kepala Mihai membuat ia mendongak. Matanya langsung menangkap pintu batu yang setengah terbuka itu. Jika dilihat dengan seksama, terdapat sebuah sosok di baliknya, tapi Mihai tidak bisa melihatnya dengan jelas bagaikan ada sesuatu yang menghalanginya.     

"Hei! Kau siapa? Kau menangis?" tanya Mihai.     

Namun, bagaikan Mihai adalah udara kosong, sosok itu masih terus berbicara sendiri.     

"Tapi … dia melihatku lagi. Aku segera mengirimnya pergi tapi apa ini akan memperburuk semuanya lagi? Aku khawatir…."     

Mihai mengernyit dalam. 'Apa yang sedang ia bicarakan?!'     

Ia ingin menaiki tangga batu itu dan langsung berbicara hadap-hadapan dengan sosok aneh itu tapi baru saja ia berdiri, pijakannya tiba-tiba hilang dan segalanya menjadi hitam. Tubuhnya langsung terjun bebas.     

"WUAHH! AKU JATUH!!"     

Kedua tangannya terangkat tinggi, berusaha keras untuk menggapai sesuatu. Tiba-tiba, sesuatu yang dingin dan besar terasa di tangan kirinya sementara sesuatu yang hangat dan mungil terasa di tangan kanannya, menyentaknya kembali membuka mata.     

"Kau bermimpi buruk?" tanya Luca yang telah menggenggam erat tangan kiri Mihai.     

"Daa!!" seru Liviu yang terlihat cemas. Kedua tangan mungilnya berusaha menyelimuti seluruh tangan kanan Mihai tapi karena ukurannya yang kecil, ia hanya bisa menutupi sebagian dari jari jemari Mihai.     

Mihai mengerjap beberapa kali. "Aku…." Kesadarannya masih belum terkumpul seluruhnya.     

"Kau sepertinya bermimpi buruk. Butuh minum?" tawar Luca sambil mengusap kening Mihai yang basah oleh keringat.     

Mendengar kata minum dan anggukan dari Mihai sebagai jawabannya, Liviu terbang dengan penuh semangat menuju nakas dan berusaha mengangkat gelas berisi air putih hangat.     

Luca ingin membantu tapi Liviu menolak keras hingga memelototi ayahnya itu. "Da!" protesnya. Ia ingin berguna juga bagi papanya.     

Pada akhirnya, Luca hanya diam-diam menyalurkan sihirnya agar Liviu dapat membawa gelas itu dengan mudah.     

Mihai segera bangun dari posisi tidurnya dan menerima gelas itu dari tangan Liviu. "Terima kasih, Livi," ujarnya tulus seraya mengelus kepala putra kecilnya. Liviu berseru bahagia dan mendaratkan ciuman bertubi-tubi pada pipi Mihai hingga terasa geli.     

Setelah keadaannya telah tenang, Mihai baru menyadari bahwa ia sedang berada di dalam kamar Luca dan kejadian kemarin malam kembali terputar di dalam benaknya, membuat semburat merah muda menghiasi kedua pipinya. Diam-diam, ia melirik Luca yang duduk di tepi ranjang tepat di sampingnya, tidak berkata apa-apa tapi sepasang mata merah itu menatap lembut pada Mihai. Keduanya segera bertemu pandang.     

"Se—Selamat pagi," sapa Mihai gugup.     

'Apanya yang selamat pagi?! Emangnya kau karakter yang sopan?!' Kutuknya dalam hati. Namun, ketika mata mereka bertemu, jantungnya berdegup terlalu kencang hingga otaknya terasa akan konslet.     

Untungnya Luca tidak mengomentari keanehan Mihai dan membalas sapaannya tanpa ragu-ragu. Tangannya yang terulur menyapu helai rambut Mihai yang menempel pada kulit wajahnya dengan lembut. "Apa yang kau mimpikan?"     

"Eh? Mimpi?" Mihai sudah tidak ingat lagi.     

"Begitu," gumam Luca singkat.     

Ia bangun dari tempat tidur lalu….     

"Wuah! A—apa yang kau lakukan?!"     

Tanpa aba-aba, Luca menggendong Mihai ala bridal style. Mihai hampir tersedak ludahnya sendiri. "Tu—turunkan!" serunya seraya memberontak.     

Liviu juga ber-da sambil menepuk lengan ayahnya agar Luca mau melepaskan Mihai. Wajahnya sudah cemberut dan matanya menatap tajam penuh ancaman, mengira Luca kembali membuli Mihai lagi.     

"Jangan memberontak. Aku akan membawamu ke kamar mandi." Luca memperbaiki gendongannya agar Mihai tidak jatuh.     

Semakin Mihai memberontak, semakin kokoh tangan Luca menyelimuti tubuhnya. Wajah Mihai sudah merah padam.     

"A—aku bisa pergi sendiri!"     

"Kemarin aku memasuki belakangmu setelah sekian lama. Pasti masih sakit."     

Kata-kata Mihai tercekat. Mulutnya terus terbuka dan tertutup tapi tidak ada kata-kata yang bisa keluar. 'Me—mengapa dia bisa mengatakan kata-kata yang sememalukan itu?!' gerutunya dalam hati.     

Walaupun Mihai juga tipe yang terus terang dan hampir tidak tahu malu, tapi keterusterangan Luca benar-benar tidak baik bagi jantungnya.     

Mengambil kesempatan ini, Luca mempercepat langkahnya dan Mihai harus mengalami momen-momen yang lebih memalukan lagi di dalam kamar mandi – tentunya bukan hal yang mesum karena Liviu juga ikut mandi di dalam.     

Keluar dari kamar mandi, kepala Mihai sudah mengepulkan asap dengan seluruh tubuh yang memerah panas karena malu.     

"Ada apa denganmu?" tanya Luca, tidak paham mengapa Mihai menjadi seperti ini hanya karena ia membantu pria itu mandi.     

"Aku malu!"     

"Mengapa kau harus malu?" Mereka sudah melihat tubuh satu sama lain dan bahkan melakukan hal yang lebih intim, mengapa Mihai harus malu sekarang?     

Mihai jadi bingung harus bagaimana menjelaskannya karena ini pertama kalinya ia merasakan hal seperti ini. "Po—pokoknya peringati aku dulu kalau kau mau mandi bareng lagi jadi aku bisa menyiapkan hatiku!"     

Luca mengerjap dua kali lalu mengangguk kecil. Sudut bibirnya tanpa sadar terangkat karena melihat Mihai yang merah padam dengan telinga dan ekor yang berdiri tegak penuh siaga. Matanya yang biasanya dingin memancarkan sedikit kejahilan yang samar.     

*****     

"Kau yakin bisa keluar ke kota hari ini? Tidak sakit lagi? Kita bisa menundanya jika masih sakit." Luca menghujani Mihai dengan pertanyaan seraya berjalan menuju ruang makan. Matanya menatap bokong Mihai dengan penuh pertimbangan.     

Mihai kembali panas dingin oleh tatapan itu sehingga ia segera mendorong wajah Luca agar melihat ke arah lain. "Aku baik-baik saja!" gerutunya tapi di dalam lubuk hatinya yang terdalam, terdapat kebahagiaan karena dicemaskan oleh Luca.     

Tidak hanya itu, Mihai sedikit kagum oleh kecomelan Luca hari ini. Mungkin ini pertama kalinya Luca berbicara cukup panjang dalam percakapan santai seperti ini.     

Keduanya kembali duduk bersebelahan lagi selama sarapan pagi di ruang makan. Aura hangat menyelimuti mereka hingga mengundang kuluman senyum dari para pelayan.     

Liviu juga sangat bahagia karena akhirnya ia bisa sarapan pagi di atas pangkuan papanya lagi, bukan disuapi oleh Luca.     

"Daa!"     

___     

EXTRA:     

Liviu: Da! *sambil natapin sendok yang dipegang Mihai*     

Mihai: Hm? Ada apa Livi?     

Luca: *Lirik* Sepertinya dia ingin belajar cara menggunakan sendok.     

Liviu: Daa! *ngangguk-ngangguk senang*     

Mihai: *bersemangat dan terharu*     

Akhirnya Mihai menghabiskan sepanjang sarapan pagi itu mengajari Liviu cara menggunakan sendok. Ia juga dengan gigih menarik Luca membantunya mengajari Liviu dengan tujuan untuk mendekatkan hubungan ayah dan anak itu.     

Sampai di akhir sesi makan, Liviu sudah bisa memegang sendok dengan seluruh jari tangannya dan walaupun masih belepotan, setidaknya ia sudah bisa makan sendiri. Liviu sangat bangga dengan pencapaiannya itu dan segera memamerkannya kepada Daniel dan Daniela sebelum mereka melakukan perjalanan menuju kota.     

Di sisi lain, Luca yang sedang bersama Vasile untuk mengurus kereta kuda….     

Luca: Melihat perkembangan anak itu … bagaimana aku menggambarkannya. Sesuatu yang menyenangkan?     

Vasile terharu oleh perkembangan ini dan segera mencatat perkembangan sang tuan ke dalam catatan khususnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.