Pintu yang Membeku (1)
Pintu yang Membeku (1)
Luca menyadari aliran energi kasar yang sesekali teralir pada tangan itu. "Tenangkan dirimu. Aliran energinya menjadi kasar lagi."
Mendengar itu, telinga Mihai menunduk semakin dalam. "Luka di bahumu, karena energi ini juga, kan?"
Luca mengangguk singkat. Cakaran itu tidak akan begitu dalam jika energi ini tidak ikut berperan. Apalagi, emosi Mihai tidaklah stabil saat mereka melakukan kegiatan intim tadi, jadi wajar jika aliran energi itu tiba-tiba menjadi kasar dan tanpa sadar tersalurkan kepada Luca dan merobek kulitnya.
Mihai menggigit bagian bawah bibirnya. Telapak tangannya tanpa sadar terkepal dan aliran energi yang kasar bergerak dengan cepat hingga di ujung jarinya. Jika Luca tidak menetralkan energi itu, kulit tangannya yang masih menggenggam tangan Mihai akan robek dan mengeluarkan darah.
Mihai sepertinya menyadari bahwa ia hampir melukai Luca lagi dan rasa frustasi di dalam dirinya semakin meningkat.
"Tenangkan dirimu," ujar Luca lagi, nadanya melembut. Ia bisa merasakan gelombang kasar yang semakin banyak teralir ke tangan Mihai.
Walaupun masih sangat frustasi, Mihai mengikuti ucapan Luca dan menarik napas dalam-dalam. Liviu juga terbang mendekati tangan keduanya yang terjalin dan ikut meletakkan tangan mungilnya di sana.
"Apa tidak ada cara lain untuk mengendalikannya?" tanya Mihai setelah kembali tenang.
Jika cara satu-satunya adalah dengan mengendalikan emosinya, Mihai takut ia akan merusak segalanya sebelum ia berhasil mengendalikan emosinya. Ia butuh cara yang lebih ampuh agar ia tidak lagi melukai orang tercintanya seperti ini.
Luca mengelus tangan Mihai. Matanya mengamati setiap inci tangan Mihai sambil mempertimbangkan sesuatu.
"Tutup matamu," pintanya tiba-tiba kepada Mihai.
"Untuk apa?"
"Aku akan membawamu ke dalam alam bawah sadarmu. Kita akan mencari sumber dari energi ini. Jika kita tahu sumbernya, akan lebih mudah untuk mencari jalan keluarnya."
Cahaya penuh harapan terpancar dari sepasang mata Mihai. Ia mengangguk dengan penuh semangat dan menutup matanya tanpa basa-basi lagi.
"Da!" Liviu mengangkat lengan mungilnya, menyerukan keinginannya untuk ikut.
Luca mengangguk. "Letakkan tanganmu di atas tangan kami dan tutup matamu juga."
Udara di sekitar berhembus lembut, memainkan rambut dan pakaian mereka. Lingkaran sihir yang bercahaya lembut muncul di bawah ketiganya diikuti dengan terbentuknya penghalang untuk mencegah seseorang mengganggu mereka.
Mihai tidak lagi merasakan tempat tidur di bawahnya. Tubuhnya menjadi ringan dan melayang-layang.
Tes
Bunyi tetesan air tertangkap telinganya. Matanya terbuka mendapati sekelilingnya yang hitam sepanjang mata memandang. Tidak ada lagi jejak kamar tidur yang mereka tempati sebelumnya.
"Ini … alam bawah sadarku?" gumam Mihai sedikit kagum dan sedikit heran. Ia berdiri dari posisi berlututnya dan mendapati gelombang-gelombang air di bawah kakinya.
"Benar," jawab Luca yang berdiri di samping Mihai.
Liviu, dengan mata berbinar terang, terbang ke sana kemari penuh dengan rasa penasaran. Ia hampir terbang pergi untuk mengeksplor lebih jauh lagi tempat ini jika Mihai tidak memperingatinya untuk tidak pergi sembarangan.
Mihai mengamati tempat itu. Ruangan hitam yang tak terbatas dan lantai air yang kokoh. Bayangan ketiganya terpantul dengan jelas pada permukaan lantai air yang jernih.
"Aku pernah masuk ke tempat ini…." Mihai bergumam sambil mengangguk yakin. Ini adalah tempat di mana ia menemukan pintu batu yang terborgol itu.
Ternyata itu merupakan alam bawah sadarnya! Mihai sedikit kagum dengan kenyataan tersebut. Ia tidak pernah membayangkan akan memiliki pengalaman yang begitu ajaib selama masa hidupnya. Tidak hanya itu, ia juga heran mengapa ia dapat memasuki tempat ini secara tiba-tiba. 'Apa karena aku mati saat itu?' Namun, pada kematian pertamanya, ia hanya kehilangan kesadaran dan tiba-tiba terbangun kembali.
Luca mengernyit samar. "Kapan kau memasuki tempat ini?"
Mihai menceritakan semua yang ia alami sebelum memasuki tempat ini dan apa yang ia temukan di dalam tempat ini sebelumnya.
"Gerbang dengan rantai…." Luca terlihat mempertimbangkan sesuatu yang rumit karena kernyitan di dahinya menjadi semakin kentara.
Mihai mengangguk membenarkan gumaman itu. Di saat yang bersamaan, bunyi setetes air tertangkap telinganya.
Benaknya memainkan kembali bunyi tetesan air yang sama, yang ia dengar ketika memasuki tempat ini sebelumnya.
"Ah! Ketika aku mengikuti arah bunyi tetesan air itu, aku menemukan gerbang itu. Ayo! Aku akan membawamu ke sana." Mihai mulai melangkah menuju pada bunyi tetesan air itu. Seperti yang terjadi sebelumnya, walaupun tidak ada tanda apa pun di sepanjang jalan, Mihai sangat yakin bahwa apa yang ia cari berada di ujung jalan yang ia tempuh sekarang.
Ia begitu fokus hingga tidak menyadari kernyitan yang semakin dalam di kening Luca. Pria itu sesekali memejamkan matanya lalu kembali terbuka. Sepasang matanya memancarkan kebingungan dan keheranan. Tidak hanya dirinya, Liviu juga memperlihatkan kebingungan yang sama.
"Kau mendengar tetesan air?" tanya Luca akhirnya sambil mengikuti Mihai di belakang.
"Iya! Dengar! Tadi ada setetes lagi."
Luca dan Liviu hanya bisa mengernyit. Mereka tidak mendengar apa pun.
Hanya saja, Luca tidak menanyakannya karena tempat-tempat seperti alam bawah sadar sangatlah penuh misteri.
Luca ingat ketika ia menjelajahi alam bawah sadarnya, ia juga mendengar bunyi hembusan angin. Akan tetapi, ia tidak tahu jalan menuju sumber itu dan setelah menjelajahi tempa itu cukup lama, ia tetap tidak menemukan apa pun selain ruangan tak terbatas berwarna hitam dan lantai cermin yang memantulkan bayangannya dengan sangat jelas.
Ia menduga apa yang didengar Mihai mirip dengan bunyi hembusan angin yang ia dengar dan sepertinya bunyi tersebut hanya bisa didengar oleh pemilik alam bawah sadar itu.
"Eh? Pintunya … membeku?" seruan bingung Mihai menarik Luca kembali dari pikirannya.
Di hadapan mereka, terdapat sebuah pintu batu yang membeku. Berbeda dari yang Mhai ceritakan, tidak ada tangga batu yang mengarah ke pintu tersebut. Sebaliknya, tali-tali berwarna perak dan emas memanjang dari area pintu menuju berbagai arah – tidak ada yang dapat melihat ujung dari semua tali-tali itu.
Mereka berjalan mendekati pintu batu dan menemukan ribuan lubang kecil tersebar di seluruh area pintu tersebut. Setiap tali panjang tadi terhubung dengan lubang-lubang tersebut dan sesekali, percikan listrik kecil menyelimuti beberapa tali di sana.
Mihai sangat kebingungan. Pemandangan ini berbeda jauh dari yang ia lihat sebelumnya. Bahkan, bentuk pintu batunya sedikit berbeda.
"Apakah aku salah mengambil jalan?"
Mihai merasa tidak begitu kenyataannya. Lagi pula, instingnya mengatakan bahwa jalan yang ia tempuh telah benar dan ia juga mengikuti sumber tetesan air seperti yang ia lakukan sebelumnya.
Sementara itu, Luca sudah memiliki beberapa dugaan. Tangannya menepuk bahu Mihai dengan lembut. "Tenanglah. Seharusnya kau tidak salah."
"Maksudmu?"