This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Kekacauan menuju Kenikmatan (1)



Kekacauan menuju Kenikmatan (1)

'Sialan pak tua itu!' Gheorghe keluar dari ballroom dan melampiaskan amarahnya dengan menendang salah satu pohon yang tertanam kokoh di taman. Jika tidak ada banyak tamu yang datang, ia sudah berlari ke podium dan meluncurkan tonjokan kuat kepada tetua peyot itu.     

Tidak hanya ini saja, bawahannya yang ia tugaskan untuk menangkap Mihai juga gagal melaksanakan tugasnya!     

"Sial! Tidak ada yang berjalan sesuai rencana!" Gheorghe mendaratkan satu tendangan lagi pada batang pohon.     

"Benar sekali, Suamiku juga sangat kesal akan hal ini." Tiba-tiba suara seorang wanita terdengar diikuti dengan kemunculan Anna Stoica beberapa meter di belakang Gheorghe.     

Gheorghe terlonjak kaget. Lantaran, ia tidak mendeteksi hawa keberadaan wanita itu hingga ia berbicara. 'Wanita ini!' Gheorghe menaikkan pengawasannya.     

Anna pura-pura tidak menyadari ketegangan pria itu dan masih tersenyum lembut yang santai. "Aku membawa pesan dari Suamiku. Dia bilang—"     

"Tidak perlu berakting. Aku tahu kau yang memegang kuasa penuh atas semua ini dan Illiu hanya salah satu bidak caturmu." Gheorghe menyela dengan cepat. Sebenarnya ia belum yakin sepenuhnya karena ia belum memiliki bukti, tapi dari pengamatannya selama ini, ia bisa mengetahui bahwa Illiu tidak secerdas dan selicik itu untuk bisa menyusun rencana yang begitu rumit. Wanita di hadapannya ini, istri dari Illiu, lebih cocok menjadi otak dari semua rencana ini.     

Anna tidak terlihat terkejut. Dalam sekejap, senyum lembutnya berubah licik. "Aku akan mengikuti nasihatmu." Nada suaranya lembut tapi membuat orang yang mendengarnya merinding.     

Gheorghe tanpa sadar menelan ludahnya. Ia bisa menduga kelicikan wanita ini tapi sepertinya keseraman wanita ini melebihi ekspektasinya.     

"Aku akan mengurus masalah kepala kaum yang baru, jangan khawatir. Kau bisa percaya padaku. Sebagai gantinya, berfokuslah untuk menangkap Asaka Mihai dan bunuh dia!"     

*****     

Kereta kuda bergerak pelan menyusuri jalanan hutan kembali ke kediaman. Mihai yang duduk di samping Luca bergerak-gerak tidak tenang. Jantungnya masih berdebar kuat dan setiap kali ia mengingat pengakuan Luca, ia semakin tidak bisa menatap ke arah pria itu.     

Di sisi lain, otak Luca telah dipenuhi oleh hal lain.     

'Mengapa orang-orang asing itu menyerang Mihai? Waktu di bioskop juga, ada dua orang yang datang untuk menculiknya. Apa Mihai membuat seseorang dendam kepadanya?' Luca merasa itu mungkin saja terjadi melihat gaya Mihai yang berandalan. Namun, tidak memungkiri terdapatnya alasan lain.     

Beberapa saat yang lalu, sebelum mereka melakukan perjalanan pulang, Steve menceritakan mengenai penyerangan yang dialami Mihai. Untung saja Steve sedang berjalan-jalan di luar ruangan ballroom untuk mencari udara segar, jika tidak, dilihat dari jumlah yang menyerang Mihai itu, kemungkinan besar Mihai akan berhasil dibawa pergi.     

Luca mengetuk-ngetuk dagunya penuh pertimbangan. Ia ingin mengirim seseorang untuk menyelidiki hal ini tapi Ecatarina, Albert, dan Lonel harus mengurus keperluan rumah sementara yang lainnya belum pulang. Akan tetapi, ia juga tidak bisa menunda penyelidikan ini karena ia tidak tahu tingkat bahaya dari para penyerang itu. Jika mereka menargetkan nyawa Mihai, walaupun Mihai tidak bisa mati, memikirkan bahwa akan ada luka di tubuh Mihai saja ia tidak ingin.     

'Apa aku saja yang pergi mencari tahu….' Tapi kalau begitu, selama ia pergi, ia tidak bisa bertemu dengan keluarganya dan melindungi mereka. Padahal, baru saja ia memperbaiki hubungan mereka dan ia ingin menebus waktu yang hilang selama dua minggu ini karena kebodohannya.     

"Tuan, kita sudah sampai." Suara Ecatarina menggema dari area luar kereta.     

Luca langsung membuka pintu dan mengulurkan tangannya kepada Mihai. Mihai tersentak kecil melihat itu dan ragu-ragu menerima uluran tangan itu.     

Aliran energi yang dahsyat langsung mengalir ke tangan Luca ketika Mihai menggenggam tangannya. Jika Luca tidak pandai mengendalikannya, mungkin tangannya sudah akan mengeluarkan darah.     

"Apa yang membuatmu begitu tidak tenang?" tanya Luca bingung. Energi yang begitu kasar dan tidak teratur itu masih terus berusaha memasuki dirinya. Tidak heran jika benda-benda yang dipegang Mihai terkadang bisa rusak parah.     

"Eh?" Otak Mihai sudah kacau karena genggaman tangan mereka sehingga ia tidak bisa memahami isi pertanyaan Luca.     

"Tenanglah. Tarik napas dalam-dalam." Luca menyadari bahwa Mihai sedang kacau walaupun ia tidak tahu alasannya. Jadi, ia tidak mengorek lebih dalam dan hanya memberi masukan.     

Mihai mengangguk dan mulai melakukannya. Sedikit demi sedikit, energi itu menjadi lebih tenang.     

Keduanya memasuki kediaman dan sesosok mungil segera meluncur dengan kecepatan tinggi ke perut Mihai. Mihai yang terlambat menahan sosok itu mundur beberapa langkah dengan mengeluarkan keluhan aneh.     

"Daaa!!!" Sosok mungil itu adalah Liviu yang sedang terbang dalam kecepatan tinggi. Air mata menggantung di sudut mata lebarnya, begitu senang akhirnya bertemu kembali dengan papa kesayangannya.     

"Livi, kau belum tidur?" Mihai mengangkat putranya dan memasukkannya kembali ke dalam pelukan.     

"Daa!" Liviu menggeleng kuat. Ia tidak mungkin bisa tidur ketika terpisah dari papanya.     

Mihai melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 11 malam. "Ini sudah malam. Ayo kita kembali ke kamar dan tidur!"     

"Daa!"     

Mihai mengucapkan selamat malam kepada Luca yang langsung mendapat pandangan ingin tahu dari Liviu. Pandangannya menanyakan dengan jelas 'kapan kalian berbaikan?'.     

Luca memberi isyarat kepada putranya melalui pandangan mata bahwa ia akan menceritakan semuanya nanti seraya menarik lengan Mihai, menahannya pergi. "Mulai hari ini, tidurlah di kamarku."     

"Eh?" Belum sempat Mihai bisa mencerna maksudnya, ia sudah ditarik ke lantai atas dan ketika ia tersadar, ia sudah berdiri di dalam kamar pribadi Luca.     

Aroma khas mint bercampur bedak bayi yang tersebar di dalam ruangan luas itu segera memasuki hidung Mihai. Suhu tubuhnya kembali naik membuat wajahnya memerah.     

Sementara itu, Luca berjalan menuju lemarinya dan melemparkan handuk dan jubah mandi kepada Mihai. "Bersihkan dirimu dulu," ujarnya lalu berjalan mendekati Mihai dan mengambil Liviu dari pelukan.     

"Daaa!!!" Liviu langsung meronta tapi Luca tidak menghiraukannya.     

Dengan santai, Luca menidurkan Liviu di dalam tempat tidur. "Tidurlah. Sudah malam," gumamnya seraya menepuk-nepuk tubuh Liviu.     

Di saat yang sama, Mihai sudah masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintu tanpa mengatakan apa pun. Melihat itu, Liviu cemberut tapi pada akhirnya, ia menurut dan memejamkan mata.     

*****     

'ARGGGHHH!!' Mihai meneggelamkan wajahnya ke dalam air dan meniupnya hingga membentuk gelembung-gelembung air di permukaan.     

'Apa dia akan … aghhhhh!!' Otak Mihai penuh dengan pikiran mesum sejak Luca mengatakan 'bersihkan dirimu dulu', benar-benar melupakan fakta bahwa Liviu juga ada di dalam kamar sehingga mereka tidak mungkin melakukannya.     

'Bagaimana ini?! Aku belum siap! Tapi … aku mau melakukannya!' Mihai menggelengkan kepalanya dengan kuat di dalam air, penuh dilemma. Bagian bawah tubuhnya mulai tidak tenang dan jika ada rangsangan sedikit saja, benda di tengah kakinya pasti langsung aktif.     

Setelah bergumul begitu lama di dalam air mandi yang dingin – ia dengan linglungnya mengisi bathtub dengan air dingin – berusaha menenangkan dirinya dan benda di bawahnya, ia kembali mengangkat wajahnya untuk menarik napas lagi tapi semua pergerakannya terhenti di tengah jalan.     

"Mengapa kau mengisinya dengan air dingin? Ini sudah malam dan cuaca masih dingin. Kau bisa sakit."     

Entah sejak kapan, Luca sudah berdiri di samping bathtub hanya dengan berbalut handuk di pinggang. Tubuh six pack-nya yang kokoh dan seksi membakar mata Mihai.     

"WUAAHH! KENAPA KAU TIBA-TIBA ADA DI SINI?!"     

*****     

Beberapa saat yang lalu di dalam kamar….     

Liviu dengan cepat tertidur pulas di bawah tepukan lembut Luca. Ia dengan hati-hati bangun dari posisi duduknya dan mengambil handuk untuk mandi.     

Luca berpikir tidak ada masalah untuk mandi bersama Mihai. Mereka juga sudah suami istri jadi akhirnya ia melepaskan pakaiannya dan dengan balutan handuk di pinggang, ia langsung masuk ke dalam kamar mandi.     

Keheranan menyergapi dirinya. Kamar mandi itu tidak memiliki hawa hangat sama sekali dan ketika ia mengecek bathtub, airnya tidak mengepulkan asap apa pun yang berarti itu adalah air dingin. Selain itu, entah mengapa, Mihai memasukkan wajahnya ke dalam air.     

Luca berpikir bahwa Mihai mungkin ingin membasuh wajahnya secara keseluruhan dengan memasukkan wajahnya itu tapi ia masih tidak paham mengapa Mihai mandi air dingin di saat cuaca masih belum begitu hangat. Apalagi ini sudah mau tengah malam.     

Tiba-tiba, Mihai mengangkat wajahnya dan menggunakan kesempatan itu, Luca bertanya, "Mengapa kau mengisinya dengan air dingin? Ini sudah malam dan cuaca masih dingin. Kau bisa sakit."     

Mata Mihai terbebalalak lebar.     

Peringatan langsung memenuhi otak Luca. 'Dia akan berteriak,' pikirnya refleks menutup telinganya sebelum menjadi korban.     

"WUAAHH! KENAPA KAU TIBA-TIBA ADA DI SINI?!"     

Mihai meloncat berdiri dari bathtub. Akibat terlalu terburu-buru, kakinya tidak siap menginjak dasar bathtub yang licin, ia langsung tergelincir. Tangannya segera menggapai apa pun di dekatnya sementara Luca juga langsung bergerak untuk menangkap Mihai.     

Sialnya, yang berhasil di pegang oleh tangan nakal Mihai adalah keran air untuk mengisi bathtub. Oleh karena emosinya yang tidak teratur, energi aneh itu langsung membuat keran air terlepas dan aliran air deras meluncur dengan kuat menghantam punggung Mihai lalu tersebar ke segala arah.     

Bagaikan hujan, air mengucur ke seluruh tempat, membasahi seluruh sudut kamar mandi….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.