Penyerang Misterius
Penyerang Misterius
Luca mendengarkan ucapan Diana dalam diam. Sesekali ia mengangguk atau memberi respon kecil yang tidak terlalu berarti. Walaupun begitu, sebenarnya pikirannya tidak terfokus pada percakapan mereka. Pikirannya sedang terganggu oleh suatu hal yang lain.
Sudut matanya menangkap sosok Ecatarina. Wanita itu terus bergerak cepat seperti sedang tergesa-gesa membuat Luca tanpa sadar terdorong untuk memastikan apa yang sedang dilakukannya.
Berjarak beberapa meter darinya, terpisah oleh kerumunan tamu yang banyak, Ecatarina terus celingak-celinguk dan menguak kerumunan, sepertinya sedang mencari seseorang. Sebuah sosok tiba-tiba memasuki benak Luca dan ia segera mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
'Di mana Mihai?' pikirnya dengan dahi yang mengernyit dalam.
"Tuan? Ada apa?" Panggilan Diana menarik kembali fokus Luca.
Luca hanya menggeleng dan menggumamkan 'apa yang sedang kita bicarakan tadi?' secara ringan. Diana segera mengulang ucapannya tapi Luca tetap tidak begitu mendengarkannya. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan akan keberadaan Mihai.
'Tempat ini berbahaya. Bagaimana jika….' Pikirannya terhenti di situ kala tersadar bahwa ia tidak perlu mengkhawatirkan Mihai.
'Kau membencinya. Untuk apa memikirkannya?' pikirnya yang lebih mirip sebuah usaha untuk meyakinkan diri sendiri dibandingkan sebuah pernyataan yang tegas dan pasti.
Luca memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi. Namun, sesekali, bola matanya akan bergerak mengitari ruangan itu untuk mencari sosok yang seharusnya ia benci tersebut….
*****
"Sial!" Mihai menghentakkan kakinya pada tanah berumput lalu menghempaskan pantatnya pada kursi panjang taman yang bercat putih bersih.
Setelah memergoki Luca yang sedang berbincang asyik dengan gadis itu, Mihai berjalan keluar dari ballroom secepat kilat. Oleh karena ia tidak familiar dengan tata letak bangunan ini, ia menyusuri semua lorong yang ada dengan bantuan instingnya dan ketika ia tersadar, ia sudah keluar dari salah satu pintu menuju taman besar yang dipenuhi pepohonan dan bunga yang mulai bermekaran.
Bunga-bunga berwarna-warni dan semakin indah di bawah cahaya lembut lampu taman yang ditempatkan di berbagai sudut taman tersebut. Semilir angin malam yang sejuk membuat bunga-bunga itu bagaikan sedang menari bahagia, sangat kontras dengan suasana hati Mihai yang buruk. Begitu buruk hingga hanya dengan satu hentakan kakinya, sebuah jejak kaki dengan kedalaman 4 cm tercetak jelas pada tanah.
"Padahal dia sudah berjanji untuk tidak memperlihatkan hubungannya dengan orang lain kepadaku," gerutunya lagi.
Semakin banyak ia menggerutu, semakin marah dirinya dan semakin banyak umpatan yang ia keluarkan. Lama kelamaan, kemarahan itu berubah menjadi rasa sedih dan kemudian menjadi frustasi.
'Aku ingin pulang saja,' gumamnya dalam hati.
Srek!
Bunyi semak-semak yang bergesekan tertangkap telinga Mihai. Bunyi gesekan itu semakin keras dan kacau dan pada saat yang bersamaan, beberapa orang berpakaian hitam dengan setengah wajahnya yang juga tertutup oleh kain hitam meloncat keluar dari balik semak-semak taman dari berbagai arah. Orang-orang itu bergerak untuk menyerang Mihai dengan gerakan kaki dan tangan yang sangat cepat!
Mihai langsung meloncat berdiri dan bersiap untuk menangkis setiap serangan itu. "Siapa kalian?!" serunya seraya menahan salah satu tonjokan yang hendak menghantam pipi kanannya.
Namun, tidak ia sangka, tangan yang ia hadang itu tiba-tiba mengeluarkan energi sihir berupa api yang panas dan membakar. Mihai refleks melepaskan tangan itu dan mundur beberapa langkah.
Di belakangnya, dua orang sudah menunggu dengan energi sihir menyelimuti tangan dan senjata mereka. Mihai memaksa tubuhnya untuk berbalik di udara hingga ketika ia mendarat di tanah, ia telah berhadapan dengan dua orang itu dan Mihai segera menangkis serangan mereka.
Namun, jumlah mereka terlalu banyak untuk Mihai atasi.
Tiba-tiba, seseorang dari sosok itu menyandung kaki Mihai, membuat ia kehilangan keseimbangan. Tepat di belakang punggungnya, berdiri seseorang yang membawa tombak panjang. Tombak itu segara diarahkan tepat pada punggung Mihai sambil menyelimuti mata tombaknya dengan energi sihir, bersiap-siap untuk menusuk Mihai.
'Aku tidak akan bisa lari!' pikirnya seraya menutup matanya, menyiapkan hati dan tubuhnya untuk merasakan sakit yang akan ditorehkan oleh energi itu.
"Uaghh!"
"Hyaa!"
Sebuah tangan tiba-tiba menahan punggung Mihai dan jeritan-jeritan mulai terdengar dari sekeliling Mihai.
"Mundur! Mundur!" teriak salah satu dari penyerang misterius itu.
Mihai segera membuka matanya dan menemukan sosok-sosok itu yang sudah lari pergi dan menghilang ke dalam udara kosong.
Mihai mengerjap-ngerjap bingung. 'Apa yang telah terjadi?'
"Kau tidak apa-apa?" Pada waktu yang bersamaan, suara seorang pria yang jernih dan dalam terdengar dari belakang Mihai.
Menoleh, Mihai bisa melihat seorang pria jangkung berambut panjang biru muda yang sedang tersenyum lembut kepadanya. Pria itu memiliki tanduk incubus tapi sepasang matanya bukanlah merah gelap melainkan sepasang biru muda laut yang berbinar terang. Pada tangan kanannya, energi sihir berwarna kuning menyelimutinya.
Mihai terbelalak tidak percaya. 'Mengapa orang ini bisa menggunakan sihir di dalam penghalang ini?' Jika dipikir-pikir, orang-orang misterius yang menyerangnya tadi juga bisa menggunakan sihir walaupun energi yang dikeluarkan oleh orang-orang itu lebih lemah dibandingkan yang dimiliki pria asing ini.
Seperti dapat membaca pikiran Mihai, pria itu berbisik, "Aku mencuri alat yang digunakan para petugas agar bisa lepas dari efek penghalang di sini." Pria itu mengedipkan sebelah matanya dengan jahil, mengisyaratkan Mihai untuk menjaga rahasia ini.
Mihai hanya menggumamkan 'oh' dan mengangguk paham sambil kembali duduk. Otaknya masih berusaha mencerna semua kejadian tadi.
"Siapa orang-orang itu?" gumam pria tersebut lagi seraya duduk di kursi taman di samping Mihai, tidak terlihat akan segera pergi dari situ.
Mihai menggeleng. "Aku tidak tahu."
Pria itu mengelus dagunya penuh pertimbangan sebelum tiba-tiba berseru, "Ah!"
"Kau tahu sesuatu?"
"Aku lupa memperkenalkan diri! Namaku Steve Pavel, dan kau?" Steve dengan ramah menyodorkan tangannya pada Mihai.
Mihai juga tersadar bahwa ia belum berterima kasih sehingga ia segera menjabat sodoran tangan itu dan mengucapkan rasa terima kasihnya serta memperkenalkan siapa dirinya.
"Sedang apa kau di sini sendirian?" tanya Steve lagi.
Mihai tidak tahu harus menjawab apa dan hanya bisa menatap Steve dengan ekspresi penuh arti.
"Kau dari tadi menggerutu di sini bukan? Apakah ada masalah?" tanya Steve lagi yang ternyata telah tanpa sengaja melihat bagaimana Mihai terus mengumpat dan menggerutu mengenai sesuatu.
Mihai menggaruk tengkuknya sambil tersenyum pahit. "Aku menggerutukan seseorang brengsek yang sudah diberi hati malah minta jantung."
Steve mengerjap-ngerjap beberapa saat. Tiba-tiba ia tertawa geli.
"Mengapa kau tertawa?" tanya Mihai yang menjadi bingung.
Steve hanya menggeleng dan masih terus tertawa. Setelah itu, keduanya terus berbincang-bincang mengenai topik-topik yang tidak penting tapi hal ini berhasil membuat suasana hati Mihai menjadi lebih ringan.
Percakapan mereka tiba-tiba dipotong oleh sebuah seruan.
"Mihai! Ternyata kau ada di sini!" Itu adalah Ecatarina. Wanita itu segera mengomeli Mihai.
Mihai hanya bisa meminta maaf berkali-kali karena ia benar-benar lupa dengan peringatan Ecatarina setelah emosinya naik ke kepala akibat Luca tadi.
"Sudahlah Rina, tenanglah." Steve akhirnya membuka suara, berusaha mendinginkan suasana.
Baru saat itulah Ecatarina menyadari keberadaan Steve. "Mengapa kau ada di sini?"
"Eh? Ah … nanti aku cerita," ujar Steve setelah mempertimbangkan sesuatu.
"Kalian saling kenal?" tanya Mihai, tidak menyangka akan kebetulan seperti ini.
Sebelum Ecatarina menjawab, Steve sudah duluan mengangguk. "Teman lama," terangnya.
"Yah begitulah," setuju Ecatarina.
Ia melirik jam besar yang terpasang di salah satu sisi bangunan dan menemukan bahwa upacara telah dimulai untuk beberapa saat. "Ayo kita kembali!" Ecatarina segera menarik Mihai tanpa basa-basi.
Padahal Mihai berencana untuk berada di taman hingga akhir acara. Habisnya, ia tidak ingin melihat kemesraan Luca dengan kekasihnya lagi. Namun, Ecatarina tidak memberi kesempatan bagi Mihai untuk menolak. Pada akhirnya, ia hanya bisa pasrah dan mengikuti Ecatarina sementara Steve mengikuti di belakang mereka dengan senyum bahagia terlukis jelas di wajahnya.