This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Berpikir Keras Bukanlah Gayaku!



Berpikir Keras Bukanlah Gayaku!

Dentangan jam bergema ke seluruh penjuru kediaman besar itu, menunjukkan bahwa sudah tengah malam….     

Mihai membalikkan tubuhnya untuk kesekian kalinya dengan gerakan selembut mungkin agar tidak membangunkan Liviu yang telah tertidur pulas di sampingnya. Padahal kelopak matanya sudah sangat berat tapi otak dan hatinya tidak membiarkan ia tertidur.     

Lantaran, masalahnya dengan Luca masih belum selesai!     

Semakin ia memikirkannya semakin ia merasa bahwa ia telah menyia-nyiakan waktunya sepanjang hari ini dalam pikiran tak berujung yang tidak berguna sama sekali!     

Memang ia sempat takut untuk mendengarkan pemikiran dan penolakan Luca terhadap perasaannya jadi ia menjadi seorang pengecut. Namun, semakin larutnya hari, ia semakin sadar bahwa cara ini tidak tepat. Seberapa kerasnya ia berpikir dan bergulat dengan pemikirannya sendiri, ia tidak akan pernah tahu pikiran Luca yang sebenarnya. Apa yang ada di otaknya hanyalah speskulasi dan ia membuat dirinya pusing karena semua speskulasi yang kebenarannya diragukan. Tidak hanya membuat otak dan hatinya sakit, berpikir keras juga bukanlah gaya Mihai!     

'Benar! Lebih bagus aku langsung membicarakannya secara empat mata dengan Luca.'     

Mihai menepuk jidatnya, mengutuk kebodohannya di dalam hati.     

Walaupun keinginan untuk menjadi pengecut masih menempel di sudut hatinya, ia tidak lagi menghiraukannya dan segera bangun untuk menuju kamar Luca.     

'Apapun hasilnya, aku akan menerimanya!' tekadnya seraya melangkah lebar menuju kamar Luca.     

Namun, ketika ia mencapai pintu kamar pria itu, keberaniannya menciut.     

'Tidak Mihai! Kau harus menyelesaikan masalahnya sekarang juga!' Pikirannya mengingatkan ketika ia sudah mulai memikirkan untuk kembali ke kamarnya dan memikirkan kembali keputusannya.     

Setelah menarik napas dalam beberapa kali, ia akhirnya mengulurkan tangannya untuk mengetuk pintu itu – tangannya sedikit gemetaran. Namun, sebelum ia berhasil mengetuk, bunyi gesekan halaman buku tertangkap telinganya.     

Kedua telinganya langsung berdiri tegak dan bergerak-gerak, mencari sumber bunyi itu. Tidak butuh waktu lama, bunyi yang hampir identik kembali terdengar.     

Biasanya Mihai tidak akan bisa mendengar bunyi seperti ini secara jelas. Namun, karena hari sudah larut dan kediaman menjadi sepi layaknya rumah angker, pergerakan sekecil apa pun menjadi sangat mudah untuk di dengar oleh telinga half-beast yang tajam.     

Entah mengapa, instingnya mengatakan bahwa Luca berada di sumber bunyi itu dan kakinya sudah mulai melangkah menuju sumber tersebut….     

*****     

Liliane menopang dagunya dengan kedua tangan seraya menghela napas panjang. Sikunya ia letakkan di meja baca perpustakaan, tepat di sebelah putranya yang sedang membalik halaman buku tebal di tangannya.     

Mata Luca, yang sedang fokus membaca buku tersebut, sesekali tertutup tapi kembali dibuka lebar secara paksa. Namun, beberapa saat kemudian, hal yang sama akan kembali terjadi, begitu terus hingga Liliane tidak bisa lagi menghitung jumlahnya.     

"Oh ayolah! Cepatlah tidur, Putra Sayangku! Jelas-jelas kau sudah sangat ngantuk!" seru Liliane kesal bercampur cemas.     

Tentunya Luca tidak memberikan respon apa pun karena ia tidak bisa melihat maupun mendengar Liliane. Hal ini membuat sang ibu semakin frustasi.     

'Dasar! Kau yang memutuskan untuk memperlakukannya dengan dingin dan sekarang, hanya karena dia juga ikut menjadi dingin, kau malah melarikan diri dengan menyibukkan dirimu untuk menghindari pemikiran tentangnya!' batin Liliane yang murni tebakan tapi cukup akurat karena ia sangat mengenal pribadi putranya.     

Walaupun begitu, putranya yang sedang dipermasalahkan, sama sekali tidak sadar dengan apa yang sedang terjadi di dalam dirinya. Ia memang tidak ingin memikirkan tentang Mihai tapi pikiran mengenai pria itu terus menghantuinya jadi ia berusaha memfokuskan dirinya pada buku hingga ia bahkan tidak menyadari dentangan lonceng jam kediamannya. Namun, apa yang menjadi penyebab pikirannya itu tidak pernah Luca ketahui.     

Tentunya usahanya ini tidak sepenuhnya berhasil. Otaknya tiba-tiba begitu kreatif hingga setiap kata yang ia baca bisa ia sambungkan dengan Mihai dengan cara yang unik. Bahkan kata-kata yang begitu jauh dari karakteristik Mihai seperti kata 'lembut' sekalipun bisa ia sambungkan dengan bibir Mihai membuat ia mengutuk di dalam hati.     

Semakin ia membaca, semakin banyak Mihai di dalam otaknya!     

"Haa…." Luca melemparkan buku yang ia baca itu dengan pasrah. Ia ingin tidur saja tapi ketika ia memejamkan matanya sebentar, otaknya akan memutar lebih banyak hal tentang Mihai – lebih dari ketika ia membaca buku!     

'Ada apa denganku hari ini?'     

Perlu diketahui, setelah ribuan tahun kehilangan perasaaannya, ia sangat pandai dalam mengatur pikirannya karena otaknya merupakan senjata satu-satunya miliknya yang bisa diandalkan dalam mengatur segala urusan, baik itu urusan pribadi maupun urusan pemerintahan. Tentunya, ia juga sangat percaya diri dengan kemampuannya ini.     

Sekarang, dihadapkan dengan kesulitan seperti ini, ia benar-benar kebingungan. Jika otaknya bahkan tidak bisa ia kendalikan lagi, ia tidak tahu apakah ia bisa berfungsi dengan baik dalam kehidupannya di masa depan. Bahkan mungkin ia bisa menjadi orang gila!     

Tidak tahan dengan otaknya yang semakin tidak terkendali, Luca ingin mengambil buku lain untuk mengalihkan pikirannya ketika pintu perpustakaan tiba-tiba terbuka.     

Luca hampir yakin otaknya benar-benar akan rusak karena sialnya yang membuka pintu adalah Mihai – orang yang paling tidak ingin ia lihat sekarang!     

Tepat sosok itu memasuki matanya, otak Luca dipenuhi dengan berbagai adegan dari masa lalu dan masa sekarang – bercampur menjadi satu kesatuan yang kacau. Namun, di atas segalanya, kebencian yang ia rasakan di masa lalunya – sebelum ia benar-benar kehilangan perasaannya dan menjalani kehidupan yang datar – adalah yang terkuat dari semuanya dan adegan-adegan yang menyakitkan itu kembali terputar. Bahkan, Luca yang sekarang pun masih tidak bisa mengendalikan dirinya dalam menghadapi kesengsaraan itu hingga rasa darah memenuhi rongga mulutnya.     

Mihai – tidak menyangka akan benar-benar menemukan Luca di sini sekaligus bingung mengapa pria itu masih di dalam perpustakaan – sedikit salah tingkah. Ia menggaruk pipinya yang tidak gatal sambil mencari cara untuk memulai pembicaraan.     

Setelah hening sejenak….     

"A—apa yang kau lakukan selarut ini di perpustakaan?" tanyanya akhirnya.     

Hening kembali….     

Luca tidak memiliki niat untuk menjawab. Pikirannya kembali dipenuhi dengan kebencian terhadap mixed blood yang ia yakini merupakan identitas asli Mihai. Tangannya terkepal erat hingga kuku-kuku yang menancap dalam memberikan rasa sakit – memperlihatkan betapa kuatnya Luca mengepalkan tangan karena tubuh Luca tidak begitu peka terhadap rasa sakit seiring semakin panjangnya masa hidupnya.     

Mihai juga merasakan aura tidak bersahabat dari Luca membuat ia semakin gelisah. Beberapa kali ia berniat untuk lari lagi tapi ia sudah membulatkan tekadnya dan bukan Mihai namanya jika ia kembali menjadi pengecut!     

Memantapkan hati dan pikirannya – sebenarnya pikirannya kacau dan ia hanya ingin meyakinkan dirinya bahwa pikirannya sudah mantap dan jernih – Mihai melangkah lebar mendekati Luca dan….     

BAM!     

Kedua tangannya memukul meja baca perpustakaan dengan kuat – cukup kuat untuk menghasilkan bunyi tapi tidak sekuat tenaga hingga akan merusak meja itu – seperti memperlihatkan kebulatan tekadnya itu. ia berdehem kecil karena tenggorokannya tiba-tiba terasa kering. Tubuhnya sedikit gemetar tapi ia menahannya agar tidak mempengaruhi kemantapan suaranya.     

"Maafkan aku karena sudah mengingkari janji dan mulai mencintaimu! Aku tahu kau tidak suka itu tapi kita bisa membicarakannya baik-baik!"     

"..."     

Luca masih tidak memberikan jawaban.     

Mihai semakin frustasi. Ia ingin membujuk Luca lagi tapi terhenti ketika pandangannya bertemu dengan sepasang mata merah gelap yang sedikit melebar. Keduanya bertatapan sejenak tanpa ada yang berkata-kata, sibuk dengan pikiran masing-masing.     

"Eh?" Akhirnya, Luca bisa memaksakan mulutnya untuk menggumamkan sesuatu.     

"Mm?" Mihai juga ikut bergumam bingung, tidak paham dengan jalan pikiran Luca tapi instingnya mengatakan ada sesuatu yang salah dan ia segera mendapat jawabannya.     

"Kau … mencintaiku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.