This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Kehangatan Telapak Tangan Mungil



Kehangatan Telapak Tangan Mungil

Putra Emilia adalah mixed blood … perpaduan antara incubus dan half-beast spesies rubah….     

Mendengar itu, Emilia menjerit histeris dan kembali pingsan. Ketika ia kembali tersadar, ia hanya menggumamkan, "Tidak … tidak…," seperti kaset rusak dan ketika bayi itu memasuki pandangannya, ia akan menjerit histeris dan menolak keberadaan bayi itu – seringkali, ia akan mengumpat dan mengutuk keras serta menginginkan kematian bagi dirinya sendiri hingga Luca harus membawa bayi kecil itu keluar dari dalam rumah, jauh dari jangkauan pandangan Emilia.     

Melihat respon Emilia yang luar biasa itu, entah mengapa, Luca merasa melihat Yuki yang menegang dan memucat. Namun, Luca terlalu sibuk menangani Emilia sehingga ia tidak terlalu ambil pusing.     

Pada hari kelahiran bayi itu, Yuki memberikan tawaran kepada Luca. Bayi mixed blood ini pasti akan dimusnahkan oleh klan rubah apalagi bayi hina ini merupakan keturunan dari tuan muda klan mereka yang agung dan suci.     

"Kau bersedia merawat bayi gadis ini dengan baik … bukankah begitu?" tanya Yuki dengan hati-hati. Ia terlihat seperti sedang mengukur sesuatu dari Luca.     

Namun, Luca tidak menyadarinya. Ketika ia mendengar bahwa bayi ini adalah mixed blood, ia merasakan sesuatu hancur di dalam dirinya. Emilia pasti tidak akan baik-baik saja mengingat betapa bencinya ia dengan makhluk campuran ini. Namun, bayi ini tetap sebuah hidup yang dilahirkan oleh gadis tercintanya dan ia telah berjanji akan merawat keduanya apa pun yang terjadi.     

'Emilia sangat penyayang. Sedikit demi sedikit, ia pasti bisa menerima bayi ini…,' pikirnya seraya menatap bayi kecil yang ada di dalam gendongannya. Bayi kecil yang tertidur pulas itu memiliki tanduk hitam pendek dan sepasang telinga rubah berbulu coklat. Tubuhnya terbungkus kain tebal untuk menjaganya dari sengatan udara awal musim dingin yang cukup menggigil.     

"Aku akan merawatnya seperti putraku sendiri," tekad Luca.     

"Kalau begitu, tinggallah di sini. Aku akan memasang penghalang yang bisa menyesatkan mereka yang berusaha mendatangi rumah ini. Beri tahu aku orang-orang yang kau ijinkan untuk mengunjungi kalian sehingga aku bisa memberikan pengecualian bagi mereka. Untuk bayi ini, aku akan mengabarkan bahwa bayi yang lahir telah mati karena kurang nutrisi."     

Luca tertegun. Alisnya mengernyit dalam dan tatapan matanya memancarkan kebingungan yang jelas. 'Mengapa petinggi klan rubah yang penuh dengan harga diri ini memberiku bantuan untuk menyembunyikan bayi ini?'     

Menyadari keheranan lawan biacaranya, Yuki berdehem kecil dan berucap, "Aku tidak memiliki kebencian terhadap kaum campuran ini dan tidak memiliki hobi untuk membunuh bayi sekecil ini."     

Luca masih mengernyit dalam. Lantaran, ia tidak bisa mempercayai orang ini. Lagi pula, ia melihat sendiri perlakuan Yuki terhadap keluarga yang tertangkap melahirkan mixed blood.     

Akan tetapi, ia harus melindungi Emilia. Jika gadis itu ketahuan telah melahirkan mixed blood, nyawa Emilia pasti akan direnggut. Luca tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.     

Walaupun masih penuh kecurigaan, akhirnya Luca menerima bantuan dari Yuki. Ia hanya perlu lebih waspada dan memastikan Yuki tidak akan mengingkari janjinya itu.     

Begitulah akhirnya, Luca dan Emilia keluar dari kediaman majikan mereka dan hidup mandiri di dalam sebuah hutan terbuang di area kiri Gunung Luito.     

Hal yang harus dilakukan Luca sangatlah banyak, dari memperbaiki rumah reyot yang menjadi tempat tinggal mereka hingga mencari sumber makanan. Untungnya hutan ini, walaupun tidak terurus, memiliki sumber daya makanan yang melimpah. Tidak seperti yang dirumorkan, walaupun sesekali lolongan makhluk misterius terdengar tapi tidak ada sosok apa pun yang muncul dan menyerang mereka. Segalanya berjalan dengan cukup lancar kecuali satu hal….     

"TIDAK! TIDAK! SINGKIRKAN BAYI ITU! TIDAKKK!"     

Luca yang sedang memasak segera meninggalkan seluruh kegiatannya itu dan berlari memasuki rumah. Sudah seminggu sejak Emilia melahirkan bayi itu. Setiap pagi, dengan harapan bahwa Emilia mulai menerima keberadaan bayi itu, ia meninggalkan keduanya di dalam ruangan yang sama, tapi sia-sia. Setiap kali bayi itu memasuki pandangan Emilia, gadis itu akan menjerit seperti orang gila.     

"Emilia, tenanglah … ini anakmu, kau ingat? Cobalah gen—"     

"TIDAK! SINGKIRKAN! SINGKIRKAN!!"     

Luca selalu membujuk gadis itu dengan lembut untuk menerima putranya tapi bagaikan Luca tidak ada di situ, ia hanya menjerit dan melempar apa pun yang ada di sekelilingnya ke arah bayi itu. Pada akhirnya, Luca hanya bisa meninggalkan bayi itu di teras rumah dan kembali masuk untuk menenangkan Emilia hingga gadis itu kembali tidur.     

"Hah…." Luca merasakan beban yang sangat berat di tubuhnya. Helaan napas yang telah ia tahan dari tadi segera keluar dari mulutnya ketika ia keluar dari rumah dan menutup pintu, melampiaskan kelelahannya secara fisik maupun mental.     

"Aa…." Bayi kecil itu tiba-tiba berseru.     

Ketika luca melirik ke arahnya, ia segera bertemu pandang dengan sepasang mata bulat berwarna kuning-keemasan yang juga memandanginya lekat-lekat. Entah apa yang dipikirkan bayi itu tapi kedua lengan pendeknya terulur ke atas, seperti berusaha menggapai sesuatu dan mulutnya terus menyerukan 'aa!' tanpa henti.     

Luca tidak bisa menghentikan dirinya untuk merasa kesal. Sedikit kebencian ikut terpancar dari pandangan matanya. Namun, ia tetap mendekati bayi itu walaupun sambil menggerutu, "Ibumu menjadi seperti orang gila sementara kau masih hidup dengan begitu polosnya, tanpa beban sedikit pun. Hah … andai saja kau tidak la—"     

Luca tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena tiba-tiba, ketika ia membungkuk untuk menggendong anak itu dari lantai kayu yang dingin, kedua tangan mungil yang dari tadi menggapai udara kosong langsung tertempel di kedua pipinya. Kedua tangan itu dengan susah payah terus mendorong pipi Luca berkali-kali.     

"Aaa! Aa!" serunya terus menerus, sepertinya ingin menyampaikan sesuatu, tapi tentunya Luca tidak memahami satu pun hal yang ingin disampaikan bayi kecil yang belum bisa berbicara itu.     

"Apa yang kau lakukan?" Luca berusaha menghentikan bayi itu dari menekan-nekan wajahnya.     

Tentunya bayi itu tidak menyerah. Kedua alis rontoknya mengernyit dalam dan ia masih terus menekan kedua pipi Luca ke arah atas membuat area di sekitar bibir Luca ikut terangkat.     

Butuh waktu beberapa menit bagi Luca untuk akhirnya dapat menduga maksud bayi kecil itu. 'Apa dia ingin aku tersenyum?'     

"Baiklah! baiklah!" seru Luca seraya menghentikan kedua tangan bayi itu.     

Walaupun masih ragu, Luca memaksakan sebuah senyuman tampak gigi yang sangat canggung.     

Melihat itu, tidak sesuai dugaannya, bayi itu mengernyit semakin dalam dengan kedua bibir yang melengkung ke bawah. "Aa! Aaa!" serunya tidak senang. Kedua tangannya yang kembali aktif bergerak berusaha menggapai wajah Luca lagi.     

'Apa yang salah?' Luca berpikir keras. Pada akhirnya, ia berusaha lebih rileks dan memberikan senyuman tipis yang cukup natural.     

Melihat itu, sepasang mata bulat itu membesar dan tawa renyah segera keluar dari mulut bayi itu. ia sangat senang hingga kedua kakinya yang terbungkus di dalam kain menendang-nendang kuat.     

Luca tertegun.     

'Anak ini….' Ia tidak tahu apakah ia hanya berpikir terlalu rumit tapi dari tadi, anak ini … 'berusaha membuatku tersenyum?'     

Bagaikan bayi kecil ini hanya ingin Luca selalu memiliki kebahagiaan dalam kehidupannya….     

Beban yang dari tadi menekan tubuh Luca mulai terangkat. Emosi yang seminggu ini ia tahan langsung meluap menjadi tetes-tetes air mata….     

Ia sedih … ia begitu sedih dan sakit melihat keadaan ini. Mengapa Emilia harus merasakan hal ini? Mengapa rencana mereka yang harusnya berakhir bahagia menjadi begitu tragis? Apakah jika rencana mereka dilakukan beberapa hari setelahnya, semuanya akan berubah?     

Luca tidak bisa menghentikan semua pemikiran itu dan semakin ia memikirkannya, semakin ia ingin menyalahkan dirinya. Ia merasa semua ini terjadi karena kesalahannya….     

Oleh karena kesalahan inilah, ia harus tegar. Ia berusaha terlihat positif. Ia akan mengurus gadis tercintanya, menerima bayi kecil yang bahkan bukan darah dagingnya, dan melimpahkan keduanya dengan kasih sayang sambil menunggu gadis pujaannya kembali sadar dan menyunggingkan senyum manisnya yang hangat itu.     

"Aaa! Aa!! Aa … hiks ... aaaa!" Melihat tetesan air mata yang jatuh dari mata Luca, bayi kecil itu panik. Ia berusaha menggapai mata Luca seperti ingin menghapus tetesan-tetesan kesedihan itu. Namun, lengannya terlalu pendek. Ia hanya bisa menggapai bibir Luca saja. Semakin ia berusaha, semakin sedih dirinya. Bulir-bulir air mata mulai jatuh dari kedua mata bulat yang jernih itu hingga ia tersedak oleh ludahnya sendiri.     

Luca buru-buru mengangkat bayi itu tapi dalam keadaan tersedak dan terbatuk-batuk pun, bayi itu segera menempelkan tangannya pada mata Luca dan menggosok-gosoknya sekuat tenaga – tidak mempedulikan wajahnya sendiri yang telah kotor oleh air mata.     

Hati yang membeku pelan-pelan mencair oleh kehangatan yang diberikan telapak tangan mungil ini … meluap menjadi tetesan-tetesan air mata yang semakin deras.     

Bayi itu semakin panik dan menggosok mata Luca semakin kuat. Namun, ia dibuat bingung oleh Luca yang tiba-tiba tersenyum dan tertawa padahal air mata masih mengalir deras.     

"Aaa?" Bayi itu menatap Luca dengan penuh rasa penasaran.     

Luca tidak mengatakan apa-apa dan hanya memasukkan bayi itu ke dalam gendongannya dan mencium dahinya dengan lembut.     

"Ayo mandi! Bayi kecil Ayah harus selalu harum!"     

---     

Fakta kecil:     

Di dalam dunia ini, hewan tetap ada walaupun termasuk langka. Para half-beast menghargai hewan-hewan itu sebagai leluhur mereka dan tidak akan memakannya. Yang akan mereka makan hanyalah hewan laut, hewan unggas, dan beberapa spesies hewan lainnya yang tidak memiliki keturunan half-beast. Namun, selama hidup di gunung, selain menyetok buah-buahan dan sayuran sebelum memasuki pertengahan musim dingin, Luca juga akan pergi berburu ketika persediaan makanan sudah mulai menipis dan hewan apa pun yang ia temukan akan ia masak.     

Ketika para half-beast turun dari kasta tertinggi ke terendah, kelaparan mulai melanda kaum mereka dan pada akhirnya, mereka akan memakan daging semua hewan yang mereka temukan kecuali yang spesiesnya sama dengan milik mereka. Pada akhirnya, hewan-hewan dari spesies half-beast yang populasinya sudah sedikit menjadi punah. Punahnya hewan-hewan ini juga berefek pada para incubus dan manusia. Ikan-ikan akan sulit ditangkap ketika sungai dan laut sudah membeku. Burung-burung pun jarang terlihat ketika musim dingin. Hewan lain yang masih bisa ditemukan di darat pun semakin menipis. Jadi, Keluarga Stoica yang bertanggung jawab atas makanan di Kota Rumbell melakukan penelitian dan akhirnya berhasil membentuk teknologi yang bisa membantu rakyatnya melewati musim dingin, salah satunya adalah bibit-bibit tumbuhan yang bisa tumbuh selama musim dingin, seperti buah yang dimakan Mihai di awal chapter, dan hewan-hewan yang tersisa pun dipelihara, dikembang biakkan, dan dijual dalam jumlah yang teratur agar tidak mengalami kepunahan. Jadi, di Kota Rumbell sekarang, sulit untuk menemukan hewan liar karena hampir seluruhnya berada di bawah penjagaan Keluarga Stoica.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.