This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL]

Aku akan Merepotkanmu



Aku akan Merepotkanmu

Adrian dan Cezar berjalan berdampingan menuju kebun kediaman Luca.     

Tidak ada yang berbicara. Jangankan berbicara, jarak di antara keduanya saja hampir 2 meter. Keduanya memasukkan tangan ke dalam kantong celana, terlihat sekali bahwa mereka menghindari kontak apa pun di antara mereka.     

"Kakak memarahiku …."     

Langkah mereka terhenti di ujung belokan menuju kebun. Suara Horia yang sedih dan lesu terdengar.     

"Padahal aku hanya menemukan kalung yang berkilau dan cantik dari meja kakak tapi kakak malah memarahiku … wajahnya menyeramkan. Hori takut … huhuhu …."     

Walaupun penjelasan Horia sangat singkat, Cezar kira-kira tahu apa yang sedang terjadi.     

Sepertinya Horia tanpa sengaja menemukan barang yang disembunyikan Adrian. Dilihat dari bendanya yang adalah kalung, Cezar menduga itu adalah hadiah untuk Sophia dan alasan Adrian marah besar juga logis.     

'Tapi … adikmu baru berumur 5 tahun! Perlukah kau marah besar hanya karena kesalahan kecil dari anak kecil?'     

Cezar mendengus. Ia ingin mengeluarkan pikirannya tapi kata-katanya tercekat di tenggorokan.     

Di sampingnya, ekspresi wajah Adrian benar-benar suram. Pria ini menyadari bahwa ia memang berlebihan dan benar-benar menyesalinya.     

Adrian mengibas rambut panjangnya yang berantakan ke belakang punggung seraya berbelok menuju taman. Cezar buru-buru mengikutinya.     

"Hori ...."     

Mendengar panggilan Adrian yang lembut, kedua mata Horia yang berkaca-kaca terbelalak. Ia buru-buru berlari ke belakang Daniela dan Daniel untuk bersembunyi. Tubuh mungilnya bergemetar.     

"Da!" Liviu mengernyitkan alis botaknya, berusaha membuat wajah mengancam kepada Adrian sembari merentangkan kedua tangannya untuk melindungi Horia.     

Jika Adrian mendekat lebih dari ini, Horia pasti akan kabur lagi jadi Adrian menghentikan langkahnya. Ia berlutut dengan satu kaki di atas tanah. "Hori, maafkan kakak. Kakak benar-benar menyesal jadi ayo kita pulang, ok? Kita tidak bisa mengganggu Kak Cezar," ujarnya tulus. Ia enggan memanggil Cezar dengan embel-embel kakak tapi demi adiknya, ia memaksakan mulutnya untuk mengucapkannya.     

Horia memalingkan wajah. "Tidak mau! Hori benci kakak! Hori jadi adik Kak Cezar saja!"     

Adrian tidak menyerah dan masih terus membujuknya tapi sampai mulut Adrian kering pun, Horia tetap dengan keras kepala menolak.     

"Pak Direktur." Cezar menepuk bahunya pelan.     

Adrian mendongak, bertemu pandang dengan Cezar.     

"Biarkan dia tinggal bersamaku untuk beberapa saat. Jika dia merindukanmu, dia pasti akan pulang. Aku juga akan berusaha membujuknya."     

Bibir Adrian mengerucut. Ia tidak suka berhutang budi dengan seseorang apalagi musuh bebuyutannya ini. Hutang yang sebelumnya saja belum Adrian bayar dan ia sudah akan menambah hutang budi lagi terhadap pria ini.     

Hatinya berat memikirkan semua itu. Namun, adiknya juga tidak akan berubah pikiran seberapa lama ia membujuknya.     

Adrian akhirnya hanya bisa menghela napas pasrah. "Baiklah," ujarnya seraya kembali berdiri.     

"Kakak pergi dulu. Kakak akan menunggu kepulanganmu," ucapnya seraya menatap Horia beberapa saat sebelum berbalik pada Cezar.     

Tangannya menepuk lembut bahu Cezar. "Aku akan merepotkanmu."     

Cezar hanya mengangguk.     

Adrian berjalan pergi dengan punggung yang sedikit bungkuk. Melihat punggung lesu yang semakin menjauh itu, Cezar merasa iba. Namun, ia segera menghapus pikiran itu ketika teringat se-kurang ajar apa Adrian terhadapnya.     

*****     

Cezar membawa Horia di dalam gendongannya memasuki kediaman. Sejak kepergian Cezar, Horia tidak mengatakan apa-apa, hanya menundukkan kepalanya. Ia memang tidak ingin pulang dengan Adrian tapi melihat kakaknya benar-benar meninggalkannya juga membuatnya cukup syok.     

"Tuan Muda Hori ingin pulang dengan Kak Adrian?" Cezar berpikir ini adalah kesempatan yang baik untuk membujuk Horia. Meskipun ia cukup kesulitan memaksa dirinya mengucapkan kata 'kak' sebelum nama Adrian. Rasanya seperti ia benar-benar memiliki seorang kakak yang tentunya ia tidak sudi.     

Horia buru-buru menggeleng. "Hori benci kakak!" Ia masih bersikeras. Kedua pipinya menggembung.     

"Baiklah. Kalau begitu, Tuan Muda sudah makan malam?"     

Mendengar kata makan, perut Horia langsung berbunyi.     

Cezar tertawa kecil seraya mencubit pipi Horia yang memerah malu. "Ayo kita makan, Tuan Muda."     

Di dapur, sepertinya Albert dan Lonel telah mendapatkan kabar mengenai apa yang telah terjadi dan hidangan baru yang masih hangat sudah siap di atas meja. Hidangan itu adalah menu makanan yang ramah untuk anak-anak dan sedang populer di kalangan anak-anak kaum menengah ke atas.     

Mata Horia berbinar sembari menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya.     

"Pelan-pelan makannya. Nanti tersedak," Cezar memperingati sambil membersihkan sudut mulut Horia yang kotor dengan sapu tangan.     

Setelah Horia makan, Ecatarina membawa Horia untuk mandi sebelum tidur. Oleh karena ia masih kecil, Horia akan tidur di kamar Cezar dan Viorel malam ini.     

Ketika Cezar hendak pergi ke kamarnya untuk mandi juga, Steve tiba-tiba memanggilnya.     

"Ada apa, Ayah?"     

Steve menyandarkan punggungnya pada permukaan dinding yang dingin dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Matanya mengamati Cezar lekat-lekat membuat putra sulungnya itu merasa sedikit tidak nyaman.     

"Apakah ada yang salah dengan penampilanku?" Cezar mengecek kembali dirinya tapi seharusnya tidak ada yang aneh di sana.     

Steve menggeleng seraya tersenyum santai. "Aku hanya bertanya-tanya apakah kau benar-benar tidak menyukai Kepala Keluarga Udrea itu."     

"Ha? Apa yang Ayah katakan? Tentu saja aku tidak menyukainya!" jawab Cezar tegas dan cepat. Ia bahkan heran mengapa ayahnya bisa berpikir bahwa ia menyukai pria itu?     

'Yah … jika itu dulu ….' Cezar akui ia menyukai Adrian sebelum Sophia direbut darinya tapi itu adalah suka dalam artian kagum. Tidak ada asmara di sana.     

Steve tidak langsung menjawab, masih mengamati Cezar dengan seksama. Ia berusaha mencari titik kebohongan dari Cezar tapi tidak menemukan apa pun.     

"Begitu," ujar Steve setelah beberapa menit berlalu. Ia terlihat sedikit lega.     

"Ya. Aku membencinya dari lubuk hatiku yang terdalam." Cezar mengangguk tegas. Senyumnya begitu lebar, kontras dengan isi ucapannya yang mengumbar kebencian. "Mengapa Ayah tiba-tiba bertanya?"     

"Itu … aku hanya takut kau benar-benar menyukainya dan mengucapkan kata-kata tadi di ruang makan hanya karena gengsi. Jika tidak, syukurlah." Steve mengelus kepala Cezar singkat.     

Cezar mengucapkan semua yang ia katakan di ruang makan setulus mungkin dan tidak ada kebohongan di sana. "Mengapa Ayah harus takut?"     

"Kau tidak tahu betapa buruknya reputasi Adrian mengenai hubungannya dengan wanita ataupun pria?"     

Kepala Cezar sedikit miring. Ia bukan pecinta majalah gosip.     

"Kau bisa menganggap distrik lampu merah sebagai sarangnya dan aku dengar belakangan ini kebiasaan bermainnya menjadi lebih ekstrim. Tentunya aku tidak akan membiarkan putraku yang berharga ini bersama dengan pria seperti itu."     

Cezar merasa pernah mendengar kabar burung itu tapi tidak pernah memikirkannya terlalu dalam karena image Adrian sebagai direktur adalah pria yang luar biasa dan cakap.     

Namun, di luar dugaannya, ia tidak begitu kaget. Hal ini mungkin karena Adrian selalu tidak pulang ketika ia berada di kediaman Udrea. Jadi, Cezar bisa menduga sedikit kehidupan malam pria itu.     

Cezar tertawa kecil. Tangannya menepuk lengan Steve dengan santai. "Jangan begitu khawatir. Aku tidak sebodoh itu."     

Steve tersenyum puas. Ia lupa bahwa Cezar sangat cerdas sejak kecil. Ia tahu ia tidak perlu mengkhawatirkan putranya yang satu ini.     

Keduanya berbincang sebentar dengan santai. Ketika Horia akhirnya kembali dari mandinya, Cezar membawa Horia ke kamarnya lalu ia memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.     

*****     

"Kau akan tidur di tempat saudaramu malam ini?"     

Mihai mengangguk singkat sebagai jawaban terhadap pertanyaan Luca. Viorel memanggilnya ke kamar mereka untuk membicarakan rencana rahasia mereka itu.     

Di sisi tempat tidur, kepala Luca tertunduk lesu.     

Mihai baru saja bangun hari ini dan ia pikir mereka bisa tidur bersama malam ini karena selama Mihai pingsan, ia tidur di kamar sebelah atau di kursi di kamar ini tapi ternyata ia akan kembali berpisah dari istrinya.     

"Kau tidak bisa menundanya menjadi besok?"     

"Kita tidak bisa berlama-lama. Nanti akan dicurigai."     

Luca semakin lesu. Ia hampir mengucapkan bahwa ia ingin ikut tapi tentunya ia tidak melakukannya. "Baiklah. Selamat malam," ucapnya akhirnya.     

"Selamat malam," balas Mihai yang melirik Luca sejenak. Walaupun ekspresi Luca masih datar dan dingin, entah mengapa ia merasa pria ini tidak semangat.     

Setelah berpikir sejenak, Mihai merangkak ke sisi tempat tidur yang diduduki Luca lalu memberikannya kecupan ringan di bibir. "Aku pergi dulu!"     

"Da!"     

Mihai segera membawa Liviu di dalam pelukannya dan kabur dari kamar, meninggalkan Luca yang menyentuh bibirnya pelan. Sudut bibirnya terangkat sedikit ….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.