Menanti
Menanti
Cezar menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Entah mengapa ia merasa sangat tergelitik setelah mendengar cerita Viorel.
Viorel menatap kakaknya dengan cemberut.
"Apakah kita harus beli ulang lagi barangnya?" tanya Mihai sekaligus mengusulkan.
Jika Silver menyadari barang belanjaan itu dan membawanya pulang pun, Mihai tahu Viorel enggan bertemu pria itu lagi.
Viorel berharap bisa tapi budget yang mereka miliki tidak sebesar itu untuk membeli ulang. Lagipula, Viorel telah memilih yang terbaik dari semua yang ia lihat sehingga sayang untuk membeli jenis yang lain.
Ketiganya berpikir keras.
Tidak jauh dari mereka, Liviu sedang sibuk bermain dengan Horia. Sesekali, keduanya akan berlari menuju Mihai dan Cezar untuk meminta pendapat atas barang yang mereka buat dari alat permainan mereka.
Mata mereka akan berbinar senang karena mendapatkan pujian lalu kembali bermain lagi.
"Aku rasa pilihan terbaik adalah mengontak Tuan Silver dan menanyakan apakah barang belanjaanmu ada bersamanya. Jika ada, kita bisa buat janji temu," putus Cezar akhirnya.
Walaupun enggan, Viorel sadar bahwa ia harus bertanggung jawab atas kebodohannya sendiri. Namun, masalahnya sekarang adalah ….
"Aku tidak tahu cara menghubunginya."
"Kau tidak memiliki nomor teleponnya?"
Viorel menggeleng. Silver juga tidak pernah memberinya kartu nama atau apapun yang memiliki nomor telepon di dalamnya.
Ketiga saudara itu merenungkan kembali ….
Ting!
Bunyi pesan masuk pada ponsel Cezar tertangkap telinga mereka.
Cezar menemukan nomor yang tidak ada di dalam daftar kontaknya telah mengirimkan pesan. Ia mengernyit bingung tapi sedetik kemudian wajahnya menjadi cerah dan bersemangat.
"Ini dari Tuan Silver!"
"Eh? Kok bisa?"
Mihai dan Viorel buru-buru bergeser ke belakang Cezar agar dapat membaca pesan itu dengan mata kepala sendiri.
'Mohon maaf mengganggu malam-malam, Tuan Asaka Cezar. Aku Silver Mocanu dan aku mendapatkan nomormu dari Adrian. Aku ingin memberitahumu bahwa barang belanjaan adikmu ada bersamaku dan bisakah Anda memberitahunya untuk menentukan waktu temu sehingga aku bisa mengembalikan benda-benda itu.'
Begitulah isi pesan tersebut.
Terlepas dari keheranan Cezar akan kenyataan bahwa Adrian memiliki nomor ponsel pribadinya, ketiganya segera membalas.
Pada akhirnya, besok mereka akan bertemu dengan Silver untuk mengambil barang tersebut. Sekalian, mereka juga ingin membeli barang-barang lain yang belum sempat Viorel beli hari ini.
"Vio, menurutku kau harus memberi Tuan Silver kesempatan. Kau lihat betapa sopan dan baiknya dia. Jika aku jadi kau, aku akan menerimanya dengan senang hati!" Cezar tidak habis pikir apa yang Viorel tidak puaskan dari Silver Mocanu itu. Lihat saja betapa sopannya Silver berkomunikasi dengannya yang seharusnya berkali-kali lipat lebih muda. Bahkan, ia masih dengan baik hati mau membawa kembali barang belanjaan Viorel bahkan setelah dipukul.
"Kalau begitu, buatmu saja!" desis Viorel tajam.
Cezar menggeleng pasrah. "Aku mengatakan ini untukmu. Sudah waktunya kau mencari pasangan! Mihai saja sudah melompati kita dan duluan menikah."
Wajah Mihai sedikit memerah mendengarnya. "Aku kan karena kecelakaan. Jika tidak siapa yang mau sama aku?" Mengingat kembali penderitaannya selama ini, Mihai merasa keadaan dirinya yang sekarang bagaikan mimpi.
Viorel semakin cemberut. "Kau tidak bisa mengometariku!"
"Setidaknya aku sudah pernah punya pasangan yang hampir mencapai pelaminan!" protes Cezar.
"Untuk apa jika pada akhirnya batal? Lagipula aku …."
Ucapan Viorel terputus sampai di situ. Pria mungil ini melipat kakinya dan memeluknya erat. Matanya terlihat menerawang ke tempat lain.
"Lagipula aku apa?" tanya Mihai bingung sementara Cezar mendapatkan sebuah ide.
Sepertinya ia tahu apa yang sedang digalaukan adik keduanya.
"Kau masih menunggu anjing besar itu datang menemuimu?" tebak Cezar tepat sasaran.
"Anjing besar?" Mihai mengernyit bingung.
Tidak aneh jika Mihai tidak tahu karena pada saat itu Mihai masih kecil.
"Dulu, kakakmu ini pernah jatuh cinta dengan half-beast dari spesies anjing. Tapi ketika dia mau menyatakan cintanya, half-beast itu malah menghilang," jelas Cezar.
Mulut Mihai membentuk O bulat. Ia terkejut karena kakaknya yang alergi cinta itu benar-benar pernah menyukai seseorang.
'Orang seperti apa itu yang sampai bisa menarik hati kak Vio?'
Tidak hanya Mihai, Cezar sendiri sangat penasaran. Namun, ketika ia mengetahui mengenai Viorel yang jatuh cinta, half-beast yang Viorel panggil anjing besar itu sudah menghilang.
Viorel berusaha mencarinya tapi dari sifat ketidaktahuan yang dimiliki si anjing besar, Viorel menebak pria itu tidak berasal dari desa. Ia meminta bantuan Cezar untuk mencari pria bernama Haiiro itu ketika Cezar mulai mengunjungi kota untuk bekerja, tapi Cezar juga tidak berhasil menemukan seseorang bernama tersebut.
Viorel tidak menyangkal maupun mengiyakan.
Itu tidak perlu karena dari ekspresi wajahnya saja sudah memberikan jawaban.
Viorel masih menyimpan hati untuk Haiiro. Yah pasti sih, karena Viorel bahkan memutuskan menggunakan nama samarannya sebagai nama pena, berharap bahwa Haiiro akan menemukannya dan datang mengunjunginya lagi.
"Sudahlah jangan bahas itu lagi! Yang penting barangnya masih ada." Viorel segera mengubah topik. "Aku penasaran dengan hubungan Kak Cezar dengan Pak Direktur itu. Bukankah dulu kau sangat menyukainya sampai membeli semua majalah bisnis yang memuat Tuan Adrian Udrea itu? Mengapa kau jadi bermusuhan dengannya?"
"Ha? Siapa yang—" Cezar ingin menyangkal tapi Mihai bahkan tahu kenyataan itu karena sampai sekarang, majalah-majalah itu masih menumpuk di kamar mereka.
Cezar tidak bisa lari.
"Iya dulu aku mengaguminya tapi sekarang aku membencinya. Itu saja!"
"Aku kira Kak Cezar menyukainya sampai kadang aku mengasihani Kak Sophia karena Pak Direktur itu lebih seperti pacarmu dibandingkan Kak Sophia," aku Mihai jujur.
Viorel juga berpikiran sama. Mereka berdua sering mengasihani Sophia bersama-sama dulu ketika Cezar mulai kehilangan kendali, hanya membicarakan topik mengenai Adrian Udrea sepanjang hari.
Wajah Cezar merah padam. "Aku tidak! Sejak kapan—"
"Hampir setiap hari. Kau mau rekamannya?" Viorel yang jahil benar-benar merekam ucapan Cezar dulu dan ia sudah membuka ponselnya untuk mencari rekaman lama itu.
Cezar buru-buru menghentikannya. Baiklah, jika dipikir-pikir, memang ada saat-saat di mana ia benar-benar fans berat terhadap Adrian tapi ….
'Apa aku seekstrim itu?!'
Ia benar-benar tidak ingat.
Viorel dan Mihai tertawa terbahak-bahak melihat wajah Cezar yang seperti kepiting rebus.
"Sudah! Sudah! Ganti topik! Dari pada aku, lebih menarik mendengarkan perjalanan cinta adik kecil kita!"
"Aku setuju!" Mata Viorel berbinar. Ia punya firasat bahwa cerita Mihai akan memberinya inspirasi besar untuk novel karyanya.
Mihai langsung merah padam. "Eh? itu … aku …."
Kedua saudaranya itu terus memaksanya hingga akhirnya Mihai tidak punya pilihan lain untuk menceritakan semuanya, dari penderitaan awalnya hingga sekarang di mana hubungannya menjadi stabil.
*****
"Heh …."
"Hmm …."
Viorel dan Cezar menatap Mihai dengan senyum menggoda setelah mendengar keseluruhan cerita. Alis mereka terus bergerak naik turun membuat Mihai semakin memerah.
Mihai ingin bersembunyi dari pandangan itu.
Untungnya, pada waktu yang tepat, pintu kamar mereka diketuk.
"Siapa malam-malam begini?"
Ketiganya saling bertatapan, mengernyit bingung.
Cezar turun dari tempat tidur lalu mengambil Horia sementara Mihai mengambil Liviu – keduanya entah sejak kapan sudah tertidur pulas di atas karpet kamar – memindahkan mereka ke tempat tidur. Sementara, Viorel membuka pintu.
Orang yang ada di luar pintu segera menghambur masuk dan menutup pintu dengan kuat.
Liviu dan Horia tersentak bangun, kaget dan langsung menangis tersedu-sedu.
"Ah … maafkan aku. aku sedang buru-buru!" seru orang yang menghambur masuk itu yang merupakan Ioan.