Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Jangan Nakal dan Biarkan Aku Membelaimu (2)



Jangan Nakal dan Biarkan Aku Membelaimu (2)

Bocah kecil itu terus menatap sang kelinci sambil tersenyum, dan berbicara dengan nada suara lugu,     

"Kelinci cilik jangan nakal, biarkan aku membelaimu dan aku akan memberikan wortel padamu. Ini benar-benar enak."     

Para prajurit yang mengawal Yang Mulia setelah melihat sikap lugu Kaisar mereka, tersenyum dengan tulus, tanpa ada kesan jahat di wajah mereka.     

Kelinci bertelinga besar kelihatannya mengerti apa yang dikatakan bocah kecil itu dan ia memandangi wortelnya dan kemudian menaikkan pandangannya untuk menatap bocah kecil sebelum ia melompat untuk mendekatinya sedikit lagi.     

Ketika bocah kecil itu hampir bisa menyentuh Sang Kelinci bertelinga besar, suara langkah ringan tiba-tiba terdengar dari dalam hutan. Prajurit yang tersenyum langsung menarik senyuman mereka, pedang mereka diangkat bersiaga di tangan, untuk menghadapi siapa pun yang mendekat!     

Tiba-tiba, sosok kecil dan ramping berjalan keluar dari dalam hutan.     

Itu adalah sosok seorang pemuda yang kelihatannya berusia lima belas tahun. Penampilan pemuda itu tidak terlalu istimewa tetapi sepasang mata dingin dan jernih itu.     

Dalam sekejap pemuda itu muncul, Kelinci bertelinga besar yang bersiap menerima "rayuan" tiba-tiba berbalik dan berlari ke arah pemuda itu. Bocah kecil yang sudah mengulurkan tangannya hingga hampir membelai Kelinci bertelinga besar langsung kehilangan keseimbangan karena terkejut, dan jatuh tersungkur di atas tanah, mulutnya dipenuhi dengan rumput, dan cahaya putih yang samar berkilat di belakang tubuh bocah kecil itu ….     

"Siapa kau!?" Seorang perwira di antara para prajurit tiba-tiba berteriak dan bertanya.     

Bocah berwajah tampan itu berpaling dan melihatnya, dan ia tak berbicara, namun malah membungkuk untuk mengambil Kelinci bertelinga besar yang kembali padanya ke dalam tangannya.     

"Rakus." Pemuda itu berkata sambil memelototi, menegur Kelinci bertelinga besar yang rakus yang kabur untuk mencari makan.     

"Mbek!" Domba kecil yang bundar di belakang pemuda itu mengembik, kelihatannya turut mencaci kelinci itu mengikuti Sang Tuan.     

Kelinci bertelinga besar kelihatannya sadar ia telah melakukan kesalahan dan ia memeluk telinga besarnya di wajahnya, dengan malu mengubur diri di dalam pelukan sang pemuda, tidak berani mengangkat kepalanya.     

Mata pemuda itu menyapu sekelompok prajurit bersenjata itu dan tidak menunjukkan niat untuk tinggal lebih lama, pemuda itu langsung berbalik dan pergi sambil membawa Kelinci bertelinga besar.     

Namun ketika itu, sebuah suara anak-anak terdengar dari belakangnya!     

"Erm … bisakah kau … mengizinkan aku menyentuhnya untuk satu kali … sebelum kau pergi …." Harus memuntahkan semulut penuh rumput, bocah kecil itu mengangkat kepalanya dan memohon dengan wajah memelas. Ia hampir berhasil menyentuh Kelinci bertelinga besar itu barusan.     

Ketika Guru Besar mendengar Yang Mulia mengatakan hal itu, ia tak bisa melakukan apa-apa selain menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangannya.     

Pemuda yang sudah berjalan menjauh menghentikan langkahnya dan berbalik untuk melihat bocah kecil yang masih berdiri dengan kaki terbuka lebar di tanah, wajahnya begitu memelas dan sedih, tatapan Jun Wu Xie tiba-tiba bergeser untuk melihat tulang ekor bocah itu yang masih terangkat di udara.     

Di atas jubah brokat, segumpal bulu seputih salju yang tiba-tiba muncul telah menarik mata Jun Wu Xie.     

Bocah kecil itu kelihatannya menyadari bahwa Jun Wu Xie menatapnya dan ia tiba-tiba ingat akan sesuatu dan ia pun berdiri cepat, dengan panik menutupi segumpal bulu putih dengan tangannya di belakang tubuhnya. Ia begitu malu dan gugup hingga wajahnya memerah, mata besarnya langsung berkaca-kaca karena air mata seraya bibirnya sedikit bergetar, kelihatannya ia akan segera menangis.     

Sementara, berdiri di hadapan bocah kecil itu, pemuda itu sepertinya melihat adegan ini sebagai ilusi.     

Duduk di atas tanah, bukan anak manusia, melainkan sesuatu yang terlihat seperti bunga lemah yang penakut seperti yang ia miliki ….     

"Sentuh … hanya sekali saja … satu sentuhan saja … sudah cukup …." Ekspresi "Aku akan menangis sekarang juga" itu terlihat jelas di wajah sang bocah tetapi mulutnya terus memohon karena ia bahkan tak berhasil menyentuh Kelinci bertelinga besar.     

Para prajurit di tepi merasa sangat malu dan mereka semua memalingkan wajah mereka, tidak ingin terus menonton sikap Kaisar mereka yang menggemaskan tapi sekaligus naif.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.