Dokter Jenius: Si Nona Perut Hitam

Kota Seribu Monster (7)



Kota Seribu Monster (7)

Qu Ling Yue dan Xiong Ba bertukar pandangan. Mereka dapat melihat Qu Wen Hao mengagumi Jun Xie dan setelah memikirkannya sesaat, Qu Ling Yue tiba-tiba mendekat ke telinga Qu Wen Hao dan membisikkan sesuatu.     

Senyum ramah di wajah Qu Wen Hao membeku saat itu juga dan ketika Qu Ling Yue menjelaskan lebih jauh lagi, rasa terkejut di dalam matanya semakin intens.     

"Ling Yue! Kali ini, kau terlalu berani!" Qu Wen Hao tidak bisa percaya apa yang baru saja didengarnya dengan telinganya sendiri. Qu Ling Yue benar-benar telah membeberkan semua yang terjadi di Kota Seribu Monster pada Jun Xie dan bahkan mengundangnya untuk datang ke Kota Seribu Monster untuk membantu mereka!     

Walaupun Qu Wen Hao mengagumi Jun Wu Xie karena kecerdasan dan ketangkasannya, tetapi dari apa yang ia dengar, Jun Xie hanya seorang bocah muda. Krisis yang telah terjadi di Kota Seribu Monster telah terakumulasi selama beberapa tahun dan mereka bahkan diam-diam telah memikirkan dan melakukan banyak cara untuk menyelesaikannya namun sia-sia saja. Dan Qu Ling Yue sekarang meletakkan semua harapannya kepada seorang pemuda yang masih belia, di mana di mata Qu Wen Hao, merupakan sebuah risiko besar yang harus diambil.     

Qu Ling Yue menggigit bibir bawahnya dan berkata, "Ayah, jika ada jalan lain bagi kita, putrimu tidak akan memilih untuk mengambil risiko besar seperti ini, tetapi …."     

"Mustahil! Jika Bibi Buyutmu tahu, apakah kau tahu seberapa besar insiden yang akan terjadi? Mengenai peta itu, hanya Kepala Balai empat klan dan aku yang seharusnya tahu. Nenek Buyut tidak tahu bahwa kau mengetahui keberadaan peta itu. Jika ia tahu kau telah membocorkan informasi ini kepada pihak luar, ia tentu tidak akan melepaskanmu dengan mudah." Qu Wen Hao menjadi semakin pening ketika memikirkan hal itu. Putrinya selalu peka dan patuh dari sejak kecil dan fakta bahwa ia telah memutuskan untuk mengambil tindakan berisiko tinggi seperti itu benar-benar mengejutkannya.     

"Jika aku berani melakukan hal ini, maka aku tidak takut jika ia mengetahuinya. Ayah! Apakah kau mau kita terus begini? Di mana kita harus menonton ibu dan yang lain menderita? Kita bahkan sudah lama tidak berjumpa dengan ibu …. Aku benar-benar merindukannya." Qu Ling Yue menundukkan kepalanya, suaranya tiba-tiba tercekat.     

Walaupun orang itu melepaskan sekelompok tahanan untuk kembali ke sini setiap bulan, namun ia jarang membiarkan ibu Qu Ling Yue kembali. Dalam lima tahun terakhir, mereka bahkan tidak sekali pun bertemu dengan ibu Qu Ling Yue. Orang itu sepertinya sengaja melakukannya, hanya mengizinkan orang yang kembali untuk menyampaikan kabar bahwa istri Kepala Daerah Kota masih hidup, namun tidak pernah mengizinkannya kembali menemui suami dan putrinya bahkan untuk satu hari saja.     

Di dalam benak Qu Ling Yue, masih hangat kenangan ibunya saat dia masih kecil, dan walaupun mereka tidak bertemu untuk waktu yang cukup lama, darah masih lebih kental daripada air, jadi bagaimana bisa ia tidak merindukan ibunya?     

Kata-kata Qu Ling Yue menyebabkan hati Qu Wen Hao pilu. Yang paling ia cintai di kehidupan ini, adalah istri dan putrinya. Namun istrinya sekarang masih ditahan, dan ia bahkan tidak berani berharap untuk ketemu dengan mereka sekarang. Hanya untuk bertemu sesaat, telah menjadi sebuah keinginan yang mewah.     

Perpisahan antara suami dan istri, merupakan sebuah jarum yang tertancap di hati Qu Wen Hao!     

"Apakah kau pernah mempertimbangkan bahwa jika ini diketahui oleh Bibi Buyutmu, bagaimana konsekuensinya? Ia bukan hanya akan menghabisi nyawamu dan Jun Xie, ia tidak akan melepaskan semua orang yang disanderanya dengan begitu mudah! Jika ia murka, membahayakan orang-orang itu, bagaimana aku akan bertanggung jawab pada saudara-saudara kita di kota ini?" Qu Wen Hao berkata dengan suara pilu, matanya terpejam rapat. Bukannya ia tidak pernah berpikir untuk mempertaruhkan segala yang mereka miliki untuk melawan, namun ia harus memikirkan fakta bahwa orang-orang yang disandera bukan hanya istrinya saja.     

Dahulu, orang-orang di Kota Seribu Monster sudah berpikir untuk melawan dan mereka benar-benar melakukannya kali itu. Namun keesokan harinya, orang-orang yang melawan menemukan mayat istri-istri dan anak mereka di depan pintu gerbang Kota Seribu Monster. Pemandangan berdarah hari itu, tetap segar di dalam ingatan orang-orang hingga hari ini.     

Untuk memastikan keselamatan anggota keluarga mereka, mereka tidak memiliki pilihan namun tunduk pada perintah orang itu. Orang-orang itu bukan takut atau lemah, namun mereka harus memperhitungkan keselamatan anggota keluarga mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.