Perasaan Katie
Perasaan Katie
Bagaimana tidak? Kejadian yang luar biasa memalukan telah terjadi di dalam kehidupannya.
Katie mengingat lagi kejadian memalukan yang menerpanya tadi siang. Selama ini dia sama sekali tidak peduli pada penampilannya. Entah apakah dia cantik atau kotor dengan sikap tomboy atau elegan, dia tidak pernah peduli apa yang akan dipikirkan orang-orang mengenai dirinya.
Namun hanya satu pria.. Orang bernama Kinsey yang dikenalkan oleh tetua Ode. Saat dia diberitahu bahwa Kinsey akan menjadi pengawal pribadinya, Katie sempat merasa terpesona melihat sepasang mata coklat gelap itu. Untuk pertama kalinya dia mengkhawatirkan penampilannya.
Apakah dia cantik? Apakah bajunya terlihat kusam ataukah bagus dimata pria itu?
Dia tertarik ingin mengenal pria itu karena itulah dia maju duluan. Dia memperkenalkan dirinya dan berharap pria itu juga mau berteman dengannya. Tapi Kinsey malah memandangnya dengan aneh membuatnya bertanya-tanya apakah penampilannya begitu buruk?
Pada akhirnya dia memutuskan untuk berganti pakaian sebelum menarikan ritual pemanggilan pelangi. Dia memakai pakaian favoritnya dan rambutnya yang agak ikal dibiarkannya terurai. Dia memakai sedikit make up untuk mempercantik diri. Hari ini untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia berdandan dan ingin tampil secantik mungkin. Namun disaat bersamaan dia tidak ingin terlihat berlebihan dengan make up yang menor.
Katie bercermin dan merasa cukup puas dengan hasilnya. Hatinya merasa penuh disaat dia berhasil memanggil pelangi untuk keluar. Senyumannya tidak berhenti muncul melihat semua anggota keluarganya mendecak kagum dan bersenang-senang.
Tapi orang itu.. orang itu sama sekali tidak tersenyum. Pria itu malah terlihat sedang melamun. Orang satu-satunya yang ingin dibuatnya tersenyum malah tidak tersenyum.
Katie memutuskan untuk menghampirinya. Setelah berulangkali memanggil namanya dan tidak mendapat respon, Katie melambaikan tangannya di depan mata pria itu. Barulah Kinsey tersadar dan menatap ke arahnya.
Lagi-lagi Katie merasa dirinya seperti tenggelam dalam pancaran mata coklat itu. Namun dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menunjukkannya. Dia menanyakan pendapat pria itu mengenai tariannya tadi. Dan dia sama sekali tidak menyangka pujian yang keluar dari mulut pria itu bisa membuatnya senang sekali.
Hanya saja, Katie lebih ingin membuat orang itu bisa tersenyum sama seperti lainnya yang kini sedang tersenyum menyaksikan indahnya pelangi di langit.
"Apa kau bahagia?"
"Aku bahagia asalkan kau bahagia."
Deg! Jantungnya berdetak dengan cepat hingga membuatnya sulit bernapas. Aneh sekali.. kenapa dia malah meleleh mendengar pernyataan pria itu.
Untuk beberapa saat matanya tidak bisa lepas dari tatapan Kinsey. Seolah ada sebuah magnet yang membuat keduanya saling tertarik akan satu sama lain.
Katie merasa dia sudah tidak sanggup lagi dipandang lama seperti yang dilakukan Kinsey. Karena itu dia mengucapkan kalimat berikutnya dengan bergurau. Barulah saat itu dia melihat lengan pria itu terluka.
Katie adalah orang yang tidak suka melihat darah, apalagi darah dari orang-orang terdekatnya. Meski dia baru pertama bertemu dengan Kinsey, Katie merasa dia telah mengenal pria itu hampir seumur hidupnya. Aneh sekali. Bahkan Katie juga bingung dengan perasaannya sendiri.
Yang lebih mengherankan lagi, Katie tidak suka melihat luka apapun pada pria itu dan tanpa disadarinya dia malah mengundang pria itu masuk ke rumahnya seolah itu adalah hal wajar yang dilakukan. Yah, bagi Katie memang wajar. Dia sering mengundang Mina, Walther serta lainnya masuk ke rumahnya jika dia tidak ingin sendirian. Karena itu dia bersikap biasa saja saat Kinsey melangkah masuk ke rumahnya.
Disaat Katie sadar mereka hanya berdua di dalam rumahnya, Katie mulai merasa gugup. Sungguh ada yang tidak beres pada dirinya. Ajaibnya dia berhasil mengoleskan obat ke luka Kinsey tanpa masalah.
Hanya saja jantungnya tidak mau berkompromi dan terus saja berpacu dengan liar. Takut kegugupannya akan kelihatan atau pria itu mendengar detak jantungnya, dia segera pergi dari sana. Siapa yang menyangka pria itu malah mengikutinya tanpa sepengetahuannya.
Kemudian Kinsey menanyakan soal luka di bawah telinga kanannya. Dia memang sudah tahu ada bekas luka disana. Tanpa sadar dia menutupnya dengan tangannya. Apakah sekarang Kinsey akan memandangnya sebagai gadis yang cacat? Ada rasa kecewa didalam hatinya yang berusaha disembunyikannya dengan melarikan diri.
Dia bahkan bergurau dengan mengatakan tidak akan ada yang mau menikahinya karena kini dia cacat. Dia tidak ingin menunjukkan rasa kecewa ataupun kegugupannya. Namun kalimat pria itu berikutnya membuatnya terkejut setengah mati membuatnya tersedak akan minumannya.
'Aku mau menikah denganmu.'
Katie membayangkan kejadian tadi dengan perasaan malu luar biasa. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya sambil berbaring di atas ranjangnya. Caranya menyemburkan air dari mulutnya dan juga caranya terbatuk sama sekali tidak elegan.
Bahkan Kinsey harus membantunya meredakan rasa sengat di hidungnya dan dengan sabar mengelap wajahnya dengan tisu. Pria itu sama sekali tidak merasa jijik ataupun menjauhinya. Justru inilah yang paling membuatnya malu.
Padahal dia ingin menunjukkan sisi feminimnya pada pria itu. Padahal dia ingin tampil cantik dihadapan pria itu. Tapi kenapa dia malah berakhir di situasi yang sangat memalukan? Bagaimana caranya dia bisa menghadap pria itu besok paginya?
Nenek Ode, kenapa kau membuat orang setampan itu menjadi pengawal pribadiku? Tanya Katie dalam benaknya. Bukankah selama ini dia baik-baik saja meski tanpa pengawal pribadi?
Kalau seandainya Katie ingin pergi ke tengah kota yang bukan wilayah kekuasaan Oostven, dia bisa mengajak Walther atau Ferd seperti biasanya. Kenapa sekarang tiba-tiba Ode merasa dia membutuhkan pengawal pribadi? Dan orang yang menjadi pengawalnya adalah Kinsey? Kini dia harus sering bertemu dengan orang itu dan dia tidak tahu bagaimana harus bersikap dihadapan Kinsey.
Semalaman Katie memikirkan hal ini. Dia mencoba mencari cara agar tidak harus berhadapan dengan Kinsey yang hanya akan mengingatkannya akan kejadian memalukan tadi siang. Setelah beberapa jam berjalan, akhirnya Katie terlelap tanpa diketahuinya.
Tidak ada mimpi buruk yang mendatanginya semenjak dia bangun dengan energi positif di hotel. Namun mimpi indah juga tidak mendatanginya membuatnya tertidur dengan nyenyak tanpa ada gangguan.
Tahu-tahu saja alarm ponselnya berbunyi dan sudah saatnya dia terbangun. Katie mematikan alarmnya sebelum kembali tertidur. Dia tahu sudah saatnya bangun, tapi dia tidak bisa menahan rasa kantuknya.
Lima menit. Lima menit lagi dia akan bangun. Bujuk sebuah suara di pikirannya. Lalu dia teringat hari ini adalah gilirannya memetik buah beri di dalam hutan. Katie mengerang dan memaksakan dirinya untuk bangun.
Setelah mencuci muka dan mandi, Katie mengambil keranjang di gudang sebelum beranjak dari rumahnya menuju ke dalam hutan.
Seperti biasa, burung-burung menyambutnya dengan riang ketika dia keluar dari pelataran rumahnya. Katie membiarkan beberapa dari mereka bertengger di bahunya dengan santai.
Setelah berjalan menaiki tanah yang agak landai, akhirnya Katie tiba di semak buah beri yang siap dipanen. Katie segera memetik buah yang sudah matang dan melemparnya di keranjang yang diletakkan di sebelah kakinya.
Meski jam masih menunjuk jam lima pagi, matahari sudah mulai terbit dan sinarnya mulai menerangi seluruh isi hutan. Bahkan kehangatan sinar matahari mulai dirasakannya dan Katie bersenandung dengan riang. Sayangnya angin hari itu sama sekali tidak bersahabat. Angin berhembus dengan kencang membuatnya menggigil sesekali karena kedinginan.
Ugh! Kalau tahu begini, dia akan memakai pakaian yang lebih hangat.
"Kenapa kau tidak bilang-bilang kalau masuk ke hutan?"
Katie langsung terhenti mendengar suara berat di atas kepalanya. Dia tercekat dan berbalik untuk memastikan apakah pemilik suara tersebut adalah orang yang diduganya.. dan ternyata memang benar.. pemilik suara itu adalah Kinsey.
Mereka terlalu dekat.. membuat Katie harus mengingatkan dirinya untuk bernapas. Dia melangkah mundur sama sekali tidak ingat kalau tanah di belakangnya merupakan tanah landai turun ke bawah.
Begitu kakinya menginjak tanah yang dikiranya datar, dia kehilangan keseimbangan membuat tubuhnya terjatuh ke belakang. Untungnya Kinsey memiliki refleks yang cepat sehingga bisa menahan Katie dengan menopang punggungnya dengan sebelah tangannya. Sayangnya, pergelangan kaki Katie sempat terkilir saat dia kehilangan keseimbangan tadi.
Katie meringis kesakitan saat dia mencoba berdiri dengan bertumpu di kakinya yang sakit. Tanpa disadarinya tangannya malah mencengkeram kain baju Kinsey agar dia tidak terjatuh kembali. Kalau seandainya tidak ada rasa sakit yang menyerangnya, Katie pasti sudah merona karena tubuhnya yang sangat dekat dengan Kinsey. Belum lagi aroma pria itu yang sangat memabukkan.
"Kau baik-baik saja?"
"..." Katie terdiam merasa dia pernah mengalami kejadian yang mirip seperti ini. Dia merasa dia pernah nyaris terjatuh dan Kinsey juga yang menahannya. Dimana dia pernah mengalami kejadian seperti ini? "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Pertanyaan Katie membuat Kinsey kaget dan untuk sesaat dia tidak tahu harus menjawab seperti apa.
"Kau ingat?"
"Ingat apa?"
"Kau ingat Catherine?" Kinsey malah membelokkan ke hal lain.
"Catherine? Catherine West?"
Kinsey tersenyum lega setidaknya Katie masih mengingat adiknya.
"Aku yakin sekarang namanya adalah Catherine Regnz."
"Ah, benar. Aku datang ke pernikahannya waktu itu. Suaminya sangat tampan dan romantis. Aaa!" Katie memekik saat tubuhnya sudah melayang karena digendong oleh Kinsey dan didudukkan di atas pohon yang kebetulan tumbang didekat mereka.
Lagi-lagi pria ini melakukan sesuatu yang tak diduganya... yang berhasil membuat jantungnya kembali liar.
"Apa pakaianmu tidak terlalu terbuka hari ini?" Sekali lagi Kinsey mengganti topik pembicaraan mereka.
Katie memandang cara berpakaiannya. Dia memakai kaos T-shirt merah berlengan pendek serta celana kain pendek yang menunjukkan jenjang kakinya yang putih dan mulus.
Ini memang cara berpakaiannya sehari-hari kalau dia sedang memetik buah atau memanjat pohon sebagai latihan ketahanan tubuhnya. Dia merasa lebih nyaman memakai celana pendek serta kaos yang bisa membuatnya bergerak sesuka hatinya.
Yang tidak disadarinya, celana pendek yang ia pakai jauh di atas lututnya sehingga bagian paha yang mulus juga terekspos di mata Kinsey. Kinsey memang tidak keberatan, tapi dia tidak suka kalau ada pria lain yang juga melihat kulit putih nan mulus milik Katie.
"Ini pakaian keseharianku." jawab Katie sambil menatap Kinsey dengan tatapan bingung seolah bertanya apa yang salah dengan cara berpakaiannya?
Kinsey hanya mendesah pasrah dan berjongkok untuk melihat kondisi kaki Katie. Dia melepas sepatu gadis itu dan bisa melihat sisi mata kaki Katie agak sedikit bengkak.
Bukankah kaki ini yang sempat terluka minggu lalu?
Semula Katie berusaha mencegahnya untuk memegang kakinya yang kotor, tapi Kinsey bersikeras dan Katie hanya bisa menurut dan membiarkan Kinsey memijat kakinya dengan lembut.
Lama-kelamaan Katie merasa nyaman dengan pijatannya membuatnya menjadi salah tingkah. Kemudian matanya menangkap suatu pergerakan tidak jauh dari mereka. Matanya melebar, senyuman malu-malunya lenyap digantikan dengan ngeri begitu melihat apa yang mendekati mereka.
"Kinsey, jangan bergerak." bisik Katie dengan ketakutan yang luar biasa.
Kinsey bingung dengan perubahan sikap Katie yang tiba-tiba. Dia membalikkan badannya untuk melihat apa yang membuat gadis itu ketakutan seperti ini. Dan dia juga ikut membelalakkan matanya dan jantungnya bergesir ketakutan.
Jika seandainya Kinsey seorang diri, mungkin dia bisa bertahan. Tapi dia tidak sendiri. Ada Katie disisinya. Kinsey merasa takut yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Dia takut dia akan gagal melindungi Katie, karena saat ini lawan mereka yang sedang berjalan santai menghampiri mereka adalah... serigala merah. Serigala pelacak sekaligus pemburu raja merah.
Bagaimana serigala itu bisa sampai kemari?